Bab 20: Rintikan Hujan

27.9K 2K 30
                                    


Mobil hitam miliknya melaju dengan kecepatan sedang di jalanan yang tak terlalu padat. Lampu jalan nampak silih berganti menyinari kaca mobil. Kubuka kaca jendela di sampingku, membiarkan angin malam menerpa wajahku.

"Aku ingin ke pantai," lirihku menatap jalur pejalan kaki di sisi jendela mobil yang berjalan.

"Hah?"

Aku duduk tegap, menoleh kepada Zainal yang duduk di kursi pengemudi, "aku ingin ke pantai," ulangku padanya.

Dia diam memandangku bergantian memandang jalan, lalu memandangku kembali dengan tatapan seakan berkata 'ada apa denganmu?'

Bukan hanya dirinya. Diriku sendiri sedang mempertanyakan sikapku sendiri. Ada apa denganku? Kenapa bisa-bisanya aku memintanya membawaku pergi dan sekarang dengan wajah memelas aku ingin pergi ke pantai?

Ah ya. Aku ingin menenangkan diri dan kabur sementara dari masalahku. Pantai satu-satunya tempat yang mampu meringankan bebanku. Melupakan lelaki tukang selingkuh seperti Hendra dan Karyono dengan semua urusannya yang berbahaya bersama anjing setianya, Christian.

"Aku ingin ke pantai. Kamu bisa menurunkanku ke terminal busw-" aku berhenti ketika ingat, aku belum mengambil dompet maupun ponselku dari mobil karena Zainal muncul di hadapanku dengan wajah khawatirnya, "kamu bisa mengantarkanku ke pantai dan meninggalkanku di sana," lanjutku.

Ya. Dia tidak perlu menemaniku. Aku ingin sendirian. Dan urusan pulang, aku bisa mengurusnya nanti saat aku sudah tenang.

"Hah..." suara helaan napas terdengar dari mulutnya yang membuatku melihatnya yang kini melihat lurus ke arah jalanan, "aku akan mengantarkanmu ke pantai, tapi aku tidak akan meninggalkanmu, Nora." Dia memutar kepalanya ke arahku, menatapku dengan tatapan tegasnya, "aku pernah bilang padamu kalau aku tidak akan pernah meninggalkan wanita begitu saja apalagi malam hari seperti ini."

Degh ... degh ...

Ada apa dengannya? Kenapa dia begitu peduli denganku hari ini? Mana Zainal bermulut pedas? Dan lagi, ada apa denganku? Bisa-bisanya jantungku selalu berdebar. Kalau seperti ini terus aku bisa cegukan.

"Terserah padamu," jawabku sambil mengalihkan pandanganku darinya dan menutup mulutku seketika yang selalu mengeluarkan suara aneh saat aku gugup.

Tenanglah. Tenanglah jantungku. Jangan berdebar untuknya. Jangan berdebar untuk siapapun saat ini. Aku tidak siap akan perasaan apapun saat ini.

Seperti yang dia katakan, Zainal mengantarku ke pantai terdekat dan dia tidak meninggalkanku. Dia ikut turun dan kini berjalan di sampingku, menyamakan langkah kakiku dalam diam. Hanya desiran ombak yang menyentuh kerikil kecil pasir pantai menjadi suara latar kami berdua.

Kuhentikan langkahku, lalu meliriknya sekilas yang memandang ke depan. Dia tampan dan dia baik meski sedikit dingin. Si jelek sungguh beruntung mendapatkan cinta darinya. Sedangkan aku, jangankan mendapatkan cinta, yang ada si Hendra brengsek mengkhianatiku, membuatku di pecat, membuatku kembali pulang ke rumah dan membuatku mengenal Karyono. Dan dunianya.

"Aissh..." keluhku menghela napas panjang memikirkan betapa sialnya nasibku jika dibandingkan dengan si jelek yang selalu beruntung dengan perinsip murahannya.

Aku jatuhkan tubuhku sehingga aku berjongkok menghadap pantai yang tenang. Kutenggelamkan kepalaku pada kedua lututku sehingga kegelapan menyelubungiku, hanya suara ombak yang damai masuk pada indra pendengaranku. Kuambil napas dalam, lalu kudongakan kepalaku sambil menghembuskan perlahan dengan kelompak mata yang kubuka.

"Sudah merasa baikan?" tanyanya yang kini sudah duduk santai sambil meluruskan kaki panjangnya di atas pasir, di sampingku.

"Tidak. Tidak sama sekali," jawabku tanpa melihatnya.

Wedding Breakers ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang