Kukerjapkan mataku berulang kali menatap langit-langit kamar. Kilasan adegan berani semalam masih membekas dalam pikiranku. Tindakan berani yang aku lakukan dengan menempelkan bibirku padanya masih terasa jelas di bibirku yang kini kusentuh dengan jari telunjukku.
Aku mengingkari ucapanku sendiri untuk tidak menciumnya, tapi itu pertunjukan karena Karyono menatap curiga padaku. Tidak. Aku tidak mengingkari apapun. Itu masih sesuai perjanjian awal.
Aku bangkit dari tidurku yang tidak benar-benar tidur. Kulirik jam beker kecil di meja rias yang berhasil membuatku meloncat turun dari ranjang. Sudah jam setengah tujuh dan aku belum mandi untuk hari pertamaku bekerja di majalah yang tak pernah aku harapkan. Kuraih handuk yang tergantung tenang pada balik pintuku yang langsung kubuka.
Aku terperanjat mendapati Christian yang berdiri di depan kamarku dengan baju setelan kerja serba berwarna pink, warna yang kubenci.
"Apa yang kamu lakukan disini? dan apa-apaan baju itu?" teriakku kesal karena dia selalu mengagetkanku.
"Aku masih tinggal di sini sampai lusa dan ini pakaian kerjamu khusus dari Aryo."
"Jangan bercanda. Karyono tahu pasti aku benci pakaian berwarna pink," acuhku yang berjalan melewatinya menuju kamar mandi.
"Jika kamu memakainya di hari pertamamu kerja dengan lipstik warna pink, Aryo akan memaafkanmu karena meninggalkan Harry dan berdansa dengan kekasihmu." Perkataan Christian berhasil menghentikan langkahku yang hendak membuka pintu kamar mandi.
"Dia mencoba mempermainkanku? Lagipula itu bukan salahku jika Zainal ada di sana dan juga Harry tidak mempermasalahkannya" Aku menoleh padanya dengan malas.
"Tidak dengan Aryo."
"Karyono yang terlalu berlebihan," protesku mengingat kembali jumlah hutangku padanya yang akan menjadi, jika tidak kuikuti permintaannya.
"Jika kamu tidak mau ya sudah." Christian hendak melemparkan baju seperti badut di lantai, tapi segera aku cegah.
"Aku tidak pernah bilang tidak mau," ujarku secara berat. Kuambil setelan pakaian kerja wanita dari tangan Christian dan berjalan masuk ke dalam kamar mandi dengan sumpah serapah kepada Karyono yang hendak membuatku menjadi badut di hari pertamaku kerja.
Secepat mungkin aku membersihkan tubuhku, mempersiapkan diriku dengan menggenakan pakaian badut dengan make up tipis dan lipstik pink, permintaan Karyono. Aku segera keluar dari kamar, berjalan cepat meraih pintu depan drngan melupakan sarapan sampai lenganku di tangkap Christian.
"Ada apa?" tanyaku kesal. Tidak memberi jawaban, Christian mengambil gambarku lalu melepaskanku begitu saja.
"Apa-apaan itu tadi?" protesku tidak suka karena dia mengambil gambarku tanpa izin.
"kamu tidak berangkat?" ujarnya yang menunjuk jam dinding di ruang tengah menunjukkan jam tujuh kurang lima menit.
"Sialan," makiku yang sadar kalau aku pasti terlambat. Zainal pasti sudah siap menyerangku.
Dengan berlari, aku menuruni tangga dan mencegat kendaraan apapun yang lewat di rusun. Berharap cemas aku tidak akan kena masalah.
•••
"Apa?!" Aku mengeraskan suaraku, tidak percaya mendengarkan perkataan resepsonis padaku kali ini. Eva, HRD, yang harus aku temui jam tujuh ternyata belum datang. Dia akan datang seperti karyawan lainnya sekitar jam delapan kurang.
Kuberi senyuman maaf karena sedikit berteriak tidak sopan kepada resepsonis dan meminta izin untuk duduk di lobi menunggunya.
Keparat, si brengsek satu itu mengerjaiku. Sebenarnya, aku curiga dia memintaku datang jam tujuh, setauku jam kerja di kota besar sekitar jam delapan atau kalau siang pun sekitar jam setengah sembilan. Sekarang aku harus menunggu seperti orang tolol di lobi yang masih sepi.
KAMU SEDANG MEMBACA
Wedding Breakers ✔
ChickLitQuality: Raw Rate:21+ Status: 27 to 27 Started: 01 September 2016 End: 25 Desember 2016 Bagaimana jika rencana pernikahan yang sempurna, gagal begitu saja karena wanita asing yang mengaku sebagai kekasihnya? Zainal Bramastya - Kepa...