:: Can you predict what will happen next?
I'll be gone, you can't hurt me now
Tiffany - Heartbreak Hotel ::
Pagi ini Taehee menimbang berat badannya pagi ini dan hampir menangis melihat dua kilogram bertambah dari beratnya yang biasa. Ini gara-gara semua camilan yang Baekhyun beli (dengan menipu uangnya). Taehee sudah bersumpah tidak akan menyentuhnya, tapi di malam hari ketika ia tidak bisa tidur, tangannya tanpa sadar meraup semua keripik dan cokelat sampai tandas tak bersisa.
Baekhyun harus bertanggung jawab. Tapi, seandainya Taehee memberitahunya kalau berat badannya yang naik, paling-paling Baekhyun hanya tertawa puas.
"Itik buruk rupa bisa berubah menjadi angsa," Taehee mendengar adiknya, Sohee berkata ketika melewatinya menuju kamar mandi. "Artinya, semua orang punya harapan. Tapi, aku tidak tahu kalau kau."
"Aish," Taehee berdesis dan menyambar sandal rumah dari lantai, tapi Sohee sudah membanting pintu kamar mandi.
Adiknya brengsek. Baekhyun juga brengsek. Aargh!
***
Dari skala satu sampai sepuluh, wajah dan penampilan Chanyeol nilainya dua belas. Tapi, begitu ia tidur, nilainya terjun ke angka minus dua puluh.
Sena meringis tanpa suara sementara mematut wajah Chanyeol yang masih tidur di sebelahnya (ey, kenapa kau jelek sekali?), dan teringat ia cukup sering melihat Chanyeol tidur di kelas—ya, di tengah-tengah pelajaran—semasa sekolah dulu. Apakah Sena yang waktu itu pernah berpikir bahwa suatu saat di masa depan ia akan harus menatap wajah si idiot tukang tidur itu setiap pagi? Jelas tidak. Tapi, seandainya Sena yang itu tahu, apakah Sena yang sekarang akan tetap di sini?
Sena sedang menghitung besar kemungkinannya ketika Chanyeol membuyarkan lamunannya seketika, "Aku masih menunggu."
Sena mengerjap. Ia mengira Chanyeol mengigau (itu pernah terjadi sekali, luar biasa lucu), tapi kemudian Chanyeol membuka sebelah matanya dengan mengantuk. "Kupikir kau masih tidur," kata Sena.
"Tadinya. Lalu kau mulai memandangiku dengan pandangan memuja dan aku menunggu dibangunkan dengan ciuman."
Sena mendengus. Tidak ada gunanya menyangkal Chanyeol, jadi ia tidak akan repot-repot. "Tunggu saja sampai tu-AH!"
Sena tersentak ketika Chanyeol meraih tengkuknya dan mengecup bibirnya berulang kali sampai Sena harus meraih bantal dan menimpuk wajah Chanyeol. "Mulutmu bau!" gerutunya.
Chanyeol menyingkirkan bantal dari depan wajahnya dan merengut. "Apa romantisme tidak mengalir dalam darahmu?"
"Kau pikir ini drama televisi?"
Chanyeol menyengir (sok imut). "Karena itulah aku cinta padamu," katanya dan mengulurkan tangan untuk menggelayut di pinggang Sena.
"Wow, tahan dulu." Sena beringsut menjauh untuk menghentikannya. "Aku punya janji penting pagi ini. Harus siap-siap."
Chanyeol mencebik tanda protes. "Ini hari Sabtu. Janji apa?"
"Kalau kuberitahu pun kau tidak kenal," jawab Sena. "Minggir, aku mau mandi." Ia menyingkirkan selimut dan turun dari tempat tidur.
Chanyeol menghela tubuhnya duduk. Ia masih mengantuk karena pulang larut malam kemarin, tapi ia tidak ingin menyia-nyiakan kesempatan. "Kau ingin aku ikut?" tanyanya. "Kau tahu, aku bisa menggosok punggungmu atau bermain di bathtub seperti bebek karet atau macam-macam lagi."
"Haha," Sena tertawa hambar. "Tidak."
Pintu kamar mandi dibanting menutup. Chanyeol menghitung.
KAMU SEDANG MEMBACA
All-Fate609
Fanfiction[Second book of All-Mate911] Kekacauan BELUM berakhir. Ryu Sena, mantan penyedia layanan di All-Mate911 yang menyediakan teman bayaran, masih jauh sekali dari titel istri idaman dan keluarga suaminya membuatnya gila. Park Chanyeol, mantan pengguna l...