:: In the passing wind, on the street we walked together, in the song I hear
There's you from that day, calling me out
K.Will x Baekhyun - The Day ::
Ujung-ujung rambut baru Taehee mengayun-ayun di dagunya—tepatnya ujung-ujung rambutnya yang telah dipangkas begitu pendek sampai tengkuknya bisa merasakan hawa dingin. Taehee agak menyesali keputusan memotong rambutnya karena sekarang ia tidak bisa lagi menyembunyikan wajahnya dengan menundukkan kepala dalam-dalam saat orang-orang memandanginya di koridor, tapi sebenarnya, ia memang sudah bosan bersembunyi.
Keadaan kantor lebih-kurang sudah kembali normal setelah libur Tahun Baru berlalu. Sebagian masih cuti, dan mereka yang sudah masuk kantor sedang bercakap-cakap bertukar kisah liburan selama sepekan lalu. Tidak ada yang menanyakan bagaimana liburan Taehee, tapi hal itu tidak terlalu menganggunya seperti dulu. Cara terbaik untuk tidak merasa terabaikan adalah dengan balas mengabaikan; jadi itulah yang Taehee lakukan.
Tapi, sesekali tatapan kosongnya terpaku pada tabel laporan yang muncul di komputer sementara pikirannya melayang ke langit musim dingin yang kelabu di luar jendela kantornya.
Ketika jam penguin di meja Taehee menunjukkan waktunya makan siang, Taehee mengambil dompet, ponsel, dan earphone, lalu berdiri dari kursinya. Dengan diiringi lagu-lagu yang baru diunduhnya di aplikasi musik, Taehee menyusuri lorong menuju lift, merasakan hak sepatunya mengetuk-ngetuk lantai seolah mengiringi dentuman di telinganya.
Volume musiknya sedikit terlalu keras sehingga Taehee hampir melewatkan suara yang memanggil namanya, tapi sejujurnya, Park Jimin adalah satu dari sedikit orang yang sangat sulit dilewatkan.
Sebelum Taehee sadar apa yang dilakukannya, ia sudah berhenti di depan lift yang terbuka dan menoleh pada entitas tinggi yang seolah menjulang di sebelahnya.
"Lama tidak berjumpa," kata Jimin. Ia tampak sedikit canggung, yang aneh, karena sejauh yang Taehee tahu laki-laki itu tidak pernah canggung.
"Aku sudah hampir menyelesaikan laporannya," kata Taehee, jaga-jaga sebelum ditagih. "Akan kubawa ke ruanganmu sore ini."
"Tidak apa-apa, tidak usah buru-buru," Jimin mengatakannya seolah itu bukan masalah besar. "Kau akan pergi makan siang sekarang?"
Taehee, yang sebaliknya selalu canggung dan bertingkah bodoh, menjawab tanpa berpikir, "Aku akan turun ke bawah untuk fotokopi."
Tentu saja kebohongannya sangat jelas karena di tangannya hanya ada dompet dan ponsel, yang tidak bisa difotokopi. Tapi entah karena apa, Jimin tidak memperpanjang masalah itu. Ia malah bertanya, "Bagaimana kalau kau pergi makan siang denganku?"
Sebulan yang lalu, Taehee pasti akan kena serangan jantung saking girangnya. Taehee yang sekarang? Tidak terlalu. "Sepertinya aku tidak punya waktu," katanya dengan nada menyesal yang tidak tulus.
"Hanya sebentar saja?" Jimin sedikit mendesak. "Kurasa kita perlu bicara."
"Kurasa tidak."
Taehee lupa kalau Jimin juga orang yang tidak biasa ditolak, sehingga reaksi seperti itu pastilah membuatnya terkejut. "Apa kau... sedang marah padaku?" tanyanya hati-hati.
Marah bukan kata yang tepat untuk menjelaskan perasaan Taehee. Ia sakit hati. Sedikit kecewa juga. Lebih daripada itu, ia sedih.
Jimin mengerjap-ngerjap, raut wajahnya bercampur antara khawatir dan bingung. "Apa aku mungkin melakukan sesuatu yang salah?" ia mencoba lagi. "Atau aku pernah mengatakan hal-hal padamu yang—"
KAMU SEDANG MEMBACA
All-Fate609
Fanfiction[Second book of All-Mate911] Kekacauan BELUM berakhir. Ryu Sena, mantan penyedia layanan di All-Mate911 yang menyediakan teman bayaran, masih jauh sekali dari titel istri idaman dan keluarga suaminya membuatnya gila. Park Chanyeol, mantan pengguna l...