:: Let me go like a dream that fades when you open your eyes
If not, stay by my side
Ben - 꿈처럼 (Like A Dream) ::Tidak ada pesan ataupun telepon selama setengah jam terakhir, juga setengah jam sebelumnya, dan sebelumnya lagi, tapi Taehee tetap mengecek ponselnya secara berkala, hanya untuk menemukan tidak ada yang berubah.
Yah, kenapa pula ada yang mencarinya? Semua orang yang (mungkin) membutuhkannya ada di sini, di kantor. Hari ini termasuk hari yang cukup santai. Sudah akhir bulan, berarti pekan yang sibuk akan segera datang lagi, tapi untuk hari ini rekan-rekannya lebih banyak mondar-mandir dari satu kubikel ke kubikel lainnya, menyebarkan gosip dan anekdot sehari-hari.
Taehee menguap untuk yang kesekian kalinya. Di mejanya tersebar data-data yang perlu ia sortir dan buat grafiknya, tapi ia tidak berselera menegakkan punggung dan mulai mengerjakannya. Malah, ia tidak berselera melakukan apa-apa selain menunggu jam pulang kantor.
Taehee menggeser-geser menu ponselnya dengan ujung jari telunjuk. Mungkin seharusnya Taehee memasang aplikasi permainan, lumayan untuk membuang waktu.
Satu jam empat puluh menit lagi sampai Taehee bisa keluar dari neraka ini, kembali pada kamarnya yang aman dan nyaman di rumah.
Satu jam tiga puluh sembilan menit lagi, dan tiba-tiba bahu Taehee ditepuk. Ia tersentak kaget dan lamunannya buyar.
"Taehee-ya, kau ada acara setelah pulang kantor?" Nayoung bertanya tanpa basa-basi.
Taehee mengerjap-ngerjap. "Apa?"
Nayoung memutar bola matanya, kentara sekali menganggap Taehee lamban. "Kau ada acara malam ini? Aku dan yang lainnya ingin pergi ke karaoke nanti, kau boleh ikut."
Taehee mengangkat kepala untuk melihat siapa saja 'yang lainnya' yang dimaksud. Ada beberapa teman dekat Nayoung dan—oh, Park Jimin. Laki-laki itu pasti juga senggang hari ini seperti semua orang.
Taehee ingin pergi.
Mungkin tidak.
Tapi...
Ia bertatapan selama sedetik dengan Jimin, dan jawaban meluncur dari bibir Taehee, "Aku—eh, mungkin lain kali. Aku tidak membawa mobil hari ini."
"Oh, baiklah, tidak apa-apa." Nayoung mengedikkan bahunya, acuh.
"Ikut saja, Taehee-ssi," kata Jimin. Mendengar namanya disebut membuat saraf-saraf Taehee rasanya disetrum. "Tidak akan lama. Aku bisa mengantarmu pulang setelahnya."
Otak Taehee mendadak macet, sehingga bibirnya menjawab sebelum ia genap berpikir, "Eh, tidak. Tidak perlu. Aku sudah punya janji."
"Oh."
Oh itu lebih terdengar seperti oh?
"Eh... ya. Aku sudah punya janji," ulang Taehee bodoh.
Nayoung kembali menatapnya, kali ini dengan perhatian yang sedikit lebih banyak. "Dengan siapa? Pacarmu?"
Taehee hanya bisa menjawab samar, "Eh, ya."
"Well, dia bisa ikut juga," kata Nayoung. "Ajak saja. Kami tidak keberatan."
Rasanya seperti kena pukulan telak di perut. Taehee menggumam-gumam tidak jelas, lalu menyambar ponselnya dan berkata seperti idiot, "Oh, ada telepon. Aku permisi dulu."
Taehee berdiri dari kursinya dan melesat ke kamar mandi. Ia mencari bilik kosong dan berputar-putar di dalam sana. "Oh, sial, bagaimana ini?" gumamnya berulang kali.
KAMU SEDANG MEMBACA
All-Fate609
Fanfiction[Second book of All-Mate911] Kekacauan BELUM berakhir. Ryu Sena, mantan penyedia layanan di All-Mate911 yang menyediakan teman bayaran, masih jauh sekali dari titel istri idaman dan keluarga suaminya membuatnya gila. Park Chanyeol, mantan pengguna l...