Setelah sekretarisnya ditenangkan, panggilan ke polisi dibatalkan, dan petugas keamanan dikembalikan ke titik penjagaan masing-masing, Chanyeol akhirnya bisa menghempaskan tubuhnya ke kursi kerjanya dan menghela napas. Lima belas menitnya yang berharga terbuang sia-sia, dan itu hanya karena Baekhyun entah bagaimana berhasil menyusup ke dalam kantornya.
"Aku tidak menyusup," ralat Baekhyun. "Aku bilang pada resepsionis di bawah kalau aku perlu bertemu dengan Park Chanyeol Sajangnim," ia membuat raut muka mual yang berlebihan saat mengucapkan sebutan itu, "untuk keperluan pribadi dan dia memberiku akses, jadi aku masuk saja."
"Kau bilang kau kerabatku dari Busan," Chanyeol balas meralat, tampak muak. "Aku tidak percaya ada orang yang melihatmu dan percaya kalau kita punya hubungan darah, atau semacamnya. Kau bahkan tidak bisa bicara satoori."
"Mungkin ini pertanda."
"Pertanda apa?"
"Bahwa kau harus mengganti resepsionismu."
Sepertinya Chanyeol perlu mempertimbangkan itu dengan sungguh-sungguh.
"Jadi, kalian berdua sedang sibuk?" Baekhyun berbaring telentang di sofa (tanpa disuruh), kedua kakinya yang menggantung dari samping bergoyang-goyang. "Tadi aku ke apartemen, tapi tidak ada orang."
"Tentu sa--tunggu, apa?" Dahi Chanyeol terlipat. "Kau masuk? Lagi? Tapi aku sudah mengganti password-nya!"
"Kau hanya mengganti urutan tanggal ulangtahun kalian dari 291127 jadi 112729, tidak susah ditebak," balas Baekhyun, tidak terkesan.
"Seharusnya aku tidak meminta mereka membatalkan panggilan ke polisi tadi."
Baekhyun mengangkat bahunya dengan gaya santai, seolah berkata laporkan-saja-aku-tidak-peduli. "Jadi, di mana Sena-ku yang seksi?" tanyanya.
Chanyeol melempar segenggam alat tulis acak dari meja kerjanya ke arah Baekhyun. Sayangnya, Baekhyun sudah mengantisipasi serangan itu dan menamengi kepalanya dengan kedua angan. Pena-pena itu jatuh berserakan di lantai.
"Suatu saat kau akan terbunuh gara-gara mulutmu yang sembarangan itu," Chanyeol menggerundel.
"Kalau begitu sebaiknya aku memanfaatkan sisa hidupku dengan penuh semangat," Baekhyun membalas riang. "Omong-omong soal semangat, aku butuh uang."
"Apa?" Chanyeol mengerutkan dahi. "Apa hubungannya?"
"Tidak ada." Baekhyun menghela tubuhnya dari posisi berbaring jadi duduk bersila di sofa (iya, tanpa melepaskan sepatu). "Aku dengar All-Mate sedang mencari investor dan kupikir kita bisa menjadi partner bisnis."
"Tidak," jawab Chanyeol tanpa ragu-ragu. "Kukira company itu sudah punah."
"Hampir," Baekhyun menyetujui. "Mereka tidak punya Byun Baekhyun dan ide-ide cemerlangnya untuk bertahan hidup. Tapi, bersama-sama, kau dan aku, bisa mengubah itu."
Chanyeol mengerutkan hidungnya seakan-akan kata 'bersama-sama' itu menimbulkan bau tidak enak di depan wajahnya. "Eh, tidak. Thanks but no, thanks."
"Yah, sebenarnya aku lebih suka bicara dengan Sena. Kau tahu, sebagai antar mantan penyedia layanan. All-Mate911 punya tempat khusus di hati kami, kau tahu?" Baekhyun meletakkan kedua tangan di dada dengan wajah sok suci. "Tapi kupikir kau punya lebih banyak uang daripada dia," lanjutnya. "Meskipun, kurasa kau akan mendengarkan pendapatnya. Haruskah aku meneleponnya saja? Dia pasti setuju denganku."
Baekhyun berlagak mengeluarkan ponsel ketika sebuah sepatu kulit melayang ke arahnya. Lemparan itu tidak tepat sasaran, syukurnya.
"Wow WOW wow." Baekhyun mengelus-elus dadanya karena terkejut. "Sudah berbulan-bulan tidak bertemu denganku, seperti ini sambutan selamat datangmu padaku?"
KAMU SEDANG MEMBACA
All-Fate609
Fanfiction[Second book of All-Mate911] Kekacauan BELUM berakhir. Ryu Sena, mantan penyedia layanan di All-Mate911 yang menyediakan teman bayaran, masih jauh sekali dari titel istri idaman dan keluarga suaminya membuatnya gila. Park Chanyeol, mantan pengguna l...