#2: Seeing Through

129 8 39
                                    

Satoshi's POV

Aku terbangun. Masih di ruang yang sama dan dunia yang sama.

Mengapa aku masih ada di dunia ini? Aku tidak ingin lagi berada di sini.

Terdengar bunyi 'klik' pintu. Perawat yang kemarin masuk ke ruanganku lagi.

"Ah! Sudah bangun rupanya." Ucapnya lalu meletakkan beberapa alat dan melingkarkan ban pengukur tekanan darah di lenganku.

"Kepalamu tidak sakit kan?" Tanyanya.

"Memangnya ada apa?"

"Kau tiba-tiba berteriak kencang dan menyakiti dirimu sendiri semalam. Aku terpaksa memberikan obat penenang dosis tinggi padamu."

Aku terdiam. Ia lalu memegangi kepalaku dan menarik sebuah perban.

"Apa itu?"

"Apa kau tidak ingat membenturkan kepalamu ke laci di sampingmu? Kau lihat juga luka-luka di tanganmu. Itu karena kau menyayat tanganmu sendiri."

Aku melihat luka gores di tanganku.

Setelah selesai mengganti perban di kepalaku, ia lalu mengecek suhu tubuhku seperti biasanya.

"Ah! Kabar baik. Kau bisa meninggalkan rumah sakit siang ini. Kau lebih cepat pulih dari dugaanku." Ucapnya.

"Benarkah?"

"Hm. Tuan Kiritani memintamu untuk menemuinya sebelum kau pulang nanti." Ucapnya lalu berbalik.

"Hei!"

"Hm?"

"Kenapa aku masih hidup sampai saat ini?"

Perawat itu mengerutkan dahinya. "Mungkin kau seorang yang beruntung." Ucapnya lalu keluar dari ruanganku.

Beruntung ya?
Tapi aku sama sekali tidak merasakan begitu...

Hidupku lebih mirip sebuah kekacauan daripada sebuah keberuntungan

---------------------------

Aku menemui pria tua bernama Kiritani itu. Tampak kekhawatiran di wajahnya.

"Apa kau yakin ingin pulang sekarang?"

Aku mengangguk. "Perawat itu bilang aku boleh pulang siang ini."

Pria tua itu menggigit bibirnya. "Masalahnya melepasmu sendirian...bukanlah ide yang baik."

"Apa maksud Anda?"

Pria tua itu berdecak. "Nak, sebenarnya kau menyembunyikannya atau bagaimana?"

Aku menghela napas. "Aku tahu."

"Lalu kenapa membiarkan dirimu tanpa pengawasan? Kau tahu kan itu dapat sewaktu-waktu muncul."

"Aku...lelah. Tak ada yang bisa menolongku."

Ia tampak berpikir sejenak. "Aku punya seseorang yang bisa membantumu." Ucapnya lalu mengeluarkan selembar kartu nama.

Dr. Sho Sakurai, Psychiatrist
Fujii Mental House

"Dok, aku sudah lelah dengan yang seperti ini. Tak ada yang bisa menyembuhkanku."

"Aku yakin dia bisa! Selama ini dia mampu menolong pasien-pasiennya dengan baik. Sembuh total! Kali ini kau harus percaya."

Aku menggigiti bibirku. "Aku...tidak yakin."

"Nak, yang hanya kau yang bisa menyembuhkan dirimu sendiri. Sisanya tergantung pada bantuan orang-orang di sekitarmu. Aku yakin kau bisa sembuh. Satu-satunya yang harus kau lakukan adalah sedikit berusaha untuk itu."

Love Me, Heal Me [SLOW UPDATE]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang