Kinal menatap jendela kantornya. Sekarang sudah pukul 12 malam, Ia belum pulang kerumah, padahal kantornya sudah gelap gulita. Hanya beberapa satpam saja yang menunggu kantor itu. Ia memegang sebuah bingkai foto. Saat ia dan pujaan hatinya sedang bersama di danau yang indah itu.
Saat - saat SMA adalah masa masa indah untuk Kinal. Karena ia bisa bertemu pujaan hatinya. Walaupun ia juga harus kehilangan orang tuanya.
Wajah sang bidadari selalu terbayang dikepalanya. Tetapi, masalah baru muncul. Ketika mama Veranda meminta pada Veranda untuk memiliki seorang cucu pada detik detik kematiannya.
Itulah mengapa, ia tidak ingin pulang walaupun jam sudah menunjukan pukul 12 malam.
Kinal
Aku masuk ke Apartemenku. Sudah 5 tahun lebih aku tinggal disini. Bersama Veranda tentunya. Tante Anya sudah kembali ke Bandung sejak kematian Mama Veranda. Dan.. dia sudah memiliki seorang anak! Namanya Victor Samuel Reyaldio. Reynaldio diambil dari nama suaminya. Setiap 2 minggu sekali mereka datang kesini. Oh ya, Tante Anya memilih untuk tidak menikah lagi.
"Kok baru pulang?"
Ah suara itu. Suara yang bisa menenangkanku walaupun hujan badai menerpaku.
"Iya, lagi banyak kerjaan."
Dan itu dia, Veranda. Sudah asik dengan buku dan kursi malasnya di dekat jendela, dan lampu yang sengaja diredupkan. Alig. Cantiknya udah gaketolong deh.
Aku langsung ke dapur untuk mencari gelas dan sebotol wine. Hari ini adalah hari yang berat. Banyak pikiran yang sudah menyita tenagaku hari ini.
"Nal?"
"Ya?"
"Mandi dulu, gih. Air panasnya udah disiapin ya."
"Iya sayang."
Itu yang aku suka dari Veranda. Dia bisa membuatku menjadi orang paling bahagia di dunia ini. Dengan beberapa kata, dia bisa meringankan beban pikiranku. Seperti air ditengah tanah kering, ia bisa menyegarkanku.
Semua berubah ketika mama Veranda memberikan wasiat itu. Ntah apa yang harus kuperbuat sekarang. Aku bingung. Haruskah aku merelakan Veranda kepada orang lain untuk memenuhi wasiat mama Veranda?
Haruskah aku merelakannya, setelah perjuanganku dulu untuk hidup bersamanya?
Selesai mandi, aku melihat Veranda masih asik dengan Novelnya disofa.
"Veranda?"
"Apa?"
Dia masih tetap fokus pada novelnya.
"Aku mau ngomong dong."
"Ngomong apa?"
"Bisa liat muka aku bentar gak?"
Veranda langsung menutup novelnya dan melepaskan kacamatanya.
"Ada apa sayang?"
"Aku pusing."
"Ada masalah dikantor?"
"Ng.. Ngga..."
"Terus masalah apa?"
"Bisa bawain aku wine dulu nggak?"
"Cerita dulu."
"Veee.."
"Shhht. Cerita dulu."
"Ah bete. Udah ah tidur."
"Ih. Iyaiya bentar. Duduk dulu."
Veranda berdiri dan langsung mengambil wine dari dapur.
"Kok gelasnya 2?" tanyaku
"Aku nggak boleh minum?"
"Iya iya, bawel ih, Verandut."
Aku menuangkan wine di gelas Veranda, seketika moodku hilang untuk meminumnya.
"Nal, boleh napping nggak?"
"Iya, jangan di dada ya, nanti aku sesek, kan kamu gendut."
"Hih, jahat banget beneran."
"Gadeng, becanda doang sayaaangg"
Ya, akhirnya si gendut ini napping di dadaku, tempat favoritenya.
"Jadi, kamu ada masalah apa?"
"Aku.. masih kepikiran sama wasiat mama kamu, Ve."
Veranda langsung memegang pipiku lembut.
"Aku aja biasa, kok kamu kaya terbebani gitu?"
"Aku.. nggak rela kehilangan kamu.."
"Aku juga, Nal."
"Tapi kita itu.."
"Shht. Udah ah. Udah malem. Nggak usah mikir yang berat berat ya, mending berat badan kamu aja yang berat, pikiran kamu jangan."
"Ish, Veranda. Mau gendong nggak?"
"Mau laah!"
"Tapi kamu berat. Gajadi ah."
"Jahat. Sana tidur diluar aja."
"Iyaiya. Becanda. Sini gendong."
Setelah menggendong Veranda kekamar, Aku sadar diluar hujan sedang melanda Jakarta. Aku hanya berharap pagi nanti hujan sudah berhenti.
Hey, Veranda. Cintaku padamu setabah hujan di malam hari. Tetap turun ke bumi, meski tidak menjanjikan pelangi.
TBC
KAMU SEDANG MEMBACA
The Forbidden Love Story
FanfictionSemakin dewasa, dunia berubah. Namun cinta Kinal pada Veranda tidak akan pernah berubah, sampai suatu kejadian besar merubah segalanya Sekuel kedua dari I'm In Love With My Enemy.