Veranda
Pagi itu aku merasa punggungku sakit.
Oh. Aku tertidur di kursi semalaman.
Aku bangun dan matahari sudah merangsek masuk kedalam ruanganku ini.
Tidak ada balasan samasekali dari Kinal. Kemana dia?
Ntah lah.
Jam sudah menunjukan pukul 9 pagi dan seseorang memencet bel itu.
Aku membuka pintunya.
"Hai, sayang."
"Hei, Apakabar?"
"Baik. Ayo duduk."
Kinal
Alhamdulilah tugasku sudah selesai disini. Bangka Belitung memang tempat yang pas untuk mencari ketenangan.
Aku berangkat dari Jakarta tepat jam 12 siang dan dijadwalkan sampai sekitar jam 14.00.
Mari kita lihat apa yang Veranda lakukan disana.
Di pesawat, pikiranku melayang layang. Kenapa Veranda begitu jahat padaku?
Kenapa Veranda... oh shit.
Aku memasang headsetku dan tenggelam dalam lagu lagu itu. Kemarin Veranda sempat menchatku, Tapi aku tidak membacanya. Persetan dengan itu. Masih beranikah ia menatap mataku dengan semua kesalahannya?
Masihkan ia berani untuk bertatapan denganku?
Sesampainya di Jakarta aku bergegas pulang. Aku sempat mampir ke sebuah cafe dan langsung pulang.
Sesampainya disana, ada yang tidak beres.
Aku bisa membuka kunci apartemennya. Tapi aku tidak menemukan Veranda didalamnya. Kemana ia?
Baru saja aku menjatuhkan tasku di dapur, dan aku mendengar suara pintu terbuka
Apakah..?
Aku mengumpat dibawah pantry dapur - mengambil sepucuk senjata - yang kubeli jika saja Boby menyerangku - di laci pantry itu.
Lalu pintu apartemen terbuka.
Veranda keluar bersama Jo.
Aku masih terpaku disini. Tidak bisa bergerak.
Jo duduk di sofa dan Veranda menyalakan TV.
Aku menghela nafas.
Aku harus bertindak.
Aku muncul dari balik pantry itu dan wajah Veranda langsung berubah pucat.
Jo dan Veranda langsung kaget.
"Apa yang kau lakukan berdua disini." tanyaku pelan.
"Aku.. habis berjalan jalan dengan Jo. Ohiya, kenalin, Ini Josaphat."
"Hai." kataku sambil menjabat tangannya.
"Hai." jawabnya sopan
"Veranda banyak cerita tentang lo ke gue." kata Jo
"Hahahaha. Veranda emang suka agak berlebihan." jawabku.
Dia pasti belum tahu apa yang ada dibelakang Veranda.
"Ve, lo bukannya udah punya racap ya?"
Muka Veranda bertambah muram.
"Yang mana sih Nal? Coba explain ke aku?" jawab Veranda setengah tenang.
"Ah, iyaya. Gue lupa. Dia kan cuman supirzone lo ya, sama rumah-zone lo. Oh iya, sama bodyguard-lo juga." kataku sinis.
"Ahahaha. Suka ngada ngada kau nal." jawab Veranda
Beberapa menit kemudian, Josaphat pamit dan dia memberikan ciuman dibibir Veranda.
Setelah itu, Veranda masuk ke kamar menyusulku.
"Nal.."
"Masih berani kau panggil namaku?"
"Nal, aku bisa jelas.."
"NGGAK! Udah cukup sakit hati aku selama ini, Veranda. Aku nyelametin kamu. Aku selalu ngejaga hati kamu. Tapi kenapa.. kenapa?"
"Aku bisa jelasin. Dia bukan.."
"Bukan siapa siapa? Bullshit!"
"Kinal tapi..."
"Cukup."
Aku mengambil sebuah amplop coklat yang berisikan tiket konser yang pernah kuberikan pada Veranda dan sebuah figura foto kesayangan Veranda.
"Ini. Udah gaada lagi."
Aku sobek tiket itu.
"Dan ini, kita, udah selesai."
Aku jatuhkan figura itu.
"Kinal..."
"Cukup Veranda. Cukup. Keluar sekarang."
"Tapi.."
"Keluar."
"Kinal.."
"Oke. Aku yang keluar."
"Nggak. Aku yang keluar."
Veranda mengemasi barang barangnya dan pergi.
"It was hard to letting you go. and its still really hurts."
TBC
KAMU SEDANG MEMBACA
The Forbidden Love Story
Fiksi PenggemarSemakin dewasa, dunia berubah. Namun cinta Kinal pada Veranda tidak akan pernah berubah, sampai suatu kejadian besar merubah segalanya Sekuel kedua dari I'm In Love With My Enemy.