Kinal
Jam pulang kantor sudah berlalu sedari tadi. Aku masih mencerna apa yang baru saja terjadi hari ini..
Aku membuka handphoneku dan melihat beberapa chat masuk dari Veranda. Aku sedang tidak ingin memikirkan tentangnya hari ini.
Aku bukan seorang perokok sebenarnya. Tapi ada waktu waktu tertentu ketika aku membutuhkannya di kala kala seperti ini. Jika Veranda melihatnya, uh. Bisa bisa kepalaku dipenggal ditempat.
Aku mengambil rokokku di laci meja, keluar ke rooftop kantor, dan menyalakannya, dan menghembuskan apinya perlahan. Seakan akan masalahku terbang perlahan seperti asap rokok itu.
Tiba-tiba, Seorang wanita menghampiriku.
"Sendirian aja, Nal?"
Aku menengok ke arahnya. Brandon ternyata.
"Eh, don. Sini dong."
"Greensands, nal?"
"Nggak don, gue nyetir."
"Lagi banyak masalah ya?"
"Hm, iya."
"Cerita dong."
"Gue cinta sama seseorang. Sayang, kayanya hubungan kita ga direstui."
"Nal. Lo gaboleh patah semangat sebelum janur kuning melengkung."
"Tapi, don.."
"Nggak ada tapi tapian, nal. Lo pasti bisa!"
Kalau bisa solusinya semudah apa yang dikatakan Brandon.. Nggak semudah apa yang lo bilang don. Masalah gue lebih complicated dari apa yang lo bilang.
Aku hanya mengangguk. Brandon menepuk bahuku pelan dan pergi.
Handphoneku berdering. Veranda rupanya. Aku nggak mau mengangkat teleponnya selagi aku belum tenang.
Sepertinya benar apa yang dikatakan Brandon. Aku butuh alkohol.
Akhirnya aku memutuskan untuk minum di Bar yang biasa ku datangi bersama teman teman kuliahku dulu. Aku mematikan telepon genggamku, agar Veranda tidak bisa meneleponku.
Sesampainya disana, Aku memesan sebuah wine dengan kadar alkohol tinggi. Persetan dengan caraku pulang nanti. Aku hanya ingin bebas malam ini.
Alunan musik keras yang menyelimuti bar ini menunjukan bahwa semua orang yang datang kesini butuh hiburan karena hidup mereka semua hampa. Kosong. Butuh hal hal baru..
Oh, jalan bicaraku sudah mulai melantur ya?
Seorang perempuan datang menghampiriku.
"Hai, namaku Vienny."
"Hai, namaku.. erghh. Kinal"
"Sudah mabuk ya? Butuh bantuan?"
"Erghh.. Tidak. Aku masih bisa..."
BRUGGG!
"Yasudah kalau begitu. Apa kau yakin?"
Aku berdiri setengah sadar.
"Ngghh.. Iya.. Tidak."
"Mari ku bantu."
Perempuan ini menjauhkanku dari bar itu, membawaku kesebuah tempat yang lebih tenang dari sebelumnya. Ia masih memesankanku sebuah minuman, tapi tempat ini jauh lebih baik untukku, dan untuk dirinya juga, mungkin.
"Jadi, sepertinya kita sama, ya?"
"Sama apanya, bodoh?"
"Sama sama sedang menghadapi masalah besar."
"Nggh.. Iya."
Aku bisa merasakan pelukan hangatnya disini. Pelukan Vienny sangat hangat. Sama seperti saat Veranda memelukku sebelum terlelap..
"Vienny"
"Apa?"
"Nama yang sangat indah ya."
"He'em."
"Sama seperti nama kekasihku. Sama sama indah."
"....."
"Vienny?"
"Ya?"
"Maukah kau melepaskan semua bebanmu, hari ini, bersamaku?"
"Bisa saja."
Vienny tersenyum seakan akan menantangku. Tapi tiba tiba sekelebat wajah bidadari itu terbang di kepalaku. Sedangkan Vienny sudah mulai mencium- mengendus leherku dengan bibirnya sampai ada bekas merah disana. Dan ia mencoba membuka kemejaku. Ketika Vienny ingin melepas kemejaku, aku menahan tangannya.
"Vienny, hentikan."
"Mengapa?"
"Aku tidak bisa."
Aku langsung melepaskan pelukan Vienny dan langsung pergi. Yang kuinginkan saat ini hanya pulang dan memeluk Veranda erat.
Veranda
Sudah hampir pukul 3 pagi, tapi Kinal belum juga pulang. Aku khawatir. Apa ia melihatku tadi siang?
Kinal itu seorang pencemburu. Sangat pencemburu. Ia bisa meledak ledak saat ia sedang cemburu. Ia bisa melakukan hal hal bodoh ketika ia cemburu, dan aku takut hal itu terjadi.
Akhirnya, dia pulang.
Aku berlari sambil membukakan pintu untuknya. Semerbak bau alkohol langsung menusuk hidungku. Wajahnya lelah dan kacau. Lehernya penuh bercak merah lipstik, Kemejanya sudah tak beraturan.
Dia pasti habis dari bar dan bermain dengan seorang perempuan.
Kinal menatapku lekat lekat. Perlahan ia menitihkan air mata dan langsung memelukku.
"Veranda, maafkan aku... Aku memang bodoh. Aku nggak bisa ngebahagiain kamu. Aku nggak bisa nepatin janji aku.. aku nggak bisa..."
"Kinal, stop."
"...."
Tangisan Kinal semakin kencang. Sepertinya sudah terlalu banyak hal yang ia pendam sehingga ia tidak kuat untuk menahannya lagi
"Jangan pasrah begitu, Kinal..."
"Aku pasrah bukan berarti menyerah, Veranda. Tapi aku tahu Tuhan lebih berkuasa daripada aku. Karena aku tahu, Tuhan memang sedari awal tidak merestui hubungan kita." kata Kinal sambil berlutut.
"Aku akan selalu berada disini, Kinal."
Kinal tersenyum dan langsung memelukku erat. Ia menciumku lantas pergi ke kamar mandi untuk bersih bersih.
Dalam sebuah senyuman
Kita akan tahu
Apa yang disembunyikan
Apakah itu senang dan sedih,
Ataukah gembira juga hancur?
mengerikan.
TBC
KAMU SEDANG MEMBACA
The Forbidden Love Story
FanfictionSemakin dewasa, dunia berubah. Namun cinta Kinal pada Veranda tidak akan pernah berubah, sampai suatu kejadian besar merubah segalanya Sekuel kedua dari I'm In Love With My Enemy.