Bagi orang biasa, atau setidaknya orang orang dalam keadaan biasa, waktu dua menit adalah waktu yang sangat singkat. Jangka waktu yang terdiri dari seratus dua puluh detik itu akan dengan sangat cepat bisa dilewati oleh seseorang. Tapi tidak dengan Nina dan kedua kawannya yang berbaris di belakangnya.
Bagi ketiganya, seratus dua puluh detik terakhir ini adalah seratus dua puluh derik yang paling lama dalam hidup mereka.
Bagaimana tidak? Hari ini adalah hari pembukaan sekaligus hari dimana pertandingan pertama mereka akan dilaksanakan. Gerbang depan dibuka, baliho baliho bertebaran, selebaran berisikan foto para anggota tim dari setiap kelas terpampang dimana mana, intinya, setiap orang baik yang merupakan anggota civitas akademi ataupun bukan akan masuk ke dalam arena Midland Academy dan menonton pembukaan. Bahkan mungkin mereka akan tetap berada di tempatnya sampai acara berakhir.
Sebenarnya, tidak ada yang spesial dari acara pembukaan tersebut. Nina dan Drei bahkan tidak mengingat satupun kalimat yang diucapkan oleh kepala sekolah dan Rina selaku pimpinan asosiasi murid di Midland Academy. Hanya satu hal yang membuat mereka bertiga terpaksa berdiri dengan kondisi tegang.
"Dimana Saki dan Neif?" Tanya Drei pada Lucia yang ada di belakangnya.
Gadis itu mengangkat bahunya. "Aku tidak tahu... tapi kau tidak perlu khawatir... kakakku yang tersayang akan datang tepat pada waktunya."
"Kalau sampai ia tidak datang sampai pertandingan dimulai?"
"Berarti dia percaya kalau kita akan memenangkan pertandingan pertama tanpa bantuannya dan Neif."
Drei cemberut. Selama seminggu terakhir, ia sadar kalau sebenarnya gadis di belakangnnya ini tidak jauh berbeda dengan Saki. Sikapnya, kesombongannya, gaya bicaranya... segalanya seperti pinang dibelah dua dengan Saki.
Ditolehkannya leher jenjang miliknya untuk melihat pelatihnya selama seminggu terakhir di sebelahnya itu. Wajahnya sekarang sedang menunjukkan perasaan yang aneh. Matanya tetap saja menatap tajam. Seperti biasanya ia menatap orang lain. Tapi dari raut wajahnya secara utuh, Drei dapat merasakan adanya sebuah kepedihan. Raut wajah yang sama dengan raut wajah seorang kekasih yang sedang menunggu pasangan hidupnya.
Jika memang ada perbedaan antara kedua orang kakak beradik itu, maka hanya itulah bedanya. Drei tidak bisa membayangkan Saki menampakkan raut wajah yang serupa.
"Ada apa, Lucia? Ada yang salah?" Nina menanyakan pertanyaan yang sama dengan yang akan ditanyakan oleh Drei seandainya ia punya nyali.
Gadis bernama Lucia itu menoleh ke arah orang yang memanggilnya itu.
"Tidak ada... aku hanya terpikirkan kenapa perginya Neesama-ku."
Aneh... itulah yang dipikirkan oleh Drei. Barusan, Lucia mengatakan kalau mereka tidak perlu khawatir karena Saki tetap akan datang tepat pada waktunya... tapi kenapa ia sendiri tetap khawatir?
Tapi ketiganya bahkan tidak memiliki waktu untuk mengkhawatirkan anggota mereka sendiri. Karena dengan sangat cepat dan tidak terasa upacara pembukaan sudah selesai. Dan acara berlanjut ke penarikan partai pertama.
"Semoga saja kita tidak mendapat yang pertama..." doa Nina.
Doa tersebut tidak terkabul. Begitu diumumkan kalau mereka adalah tim yang akan pertama kali bermain pagi ini, kekesalan Nina mencapai puncaknya.
"Ini adalah skenario terburuk."
Drei yang berdiri di barisan belakangnya juga bingung. Ia dan gadis di depannya ini sudah dilatih oleh Lucia selama satu minggu. Ia sudah merasakan bagaimana kejamnya gadis itu dalam mendidik. Ia mengingat semua lari, semua beban, dan semua rasa sakit yang ia terima selama itu. Baik secara fisik maupun mental. Tapi tidak sekalipun dirinya dan Nina mengeluh. Pemikiran yang membuat mereka tidak mengeluh adalah...
KAMU SEDANG MEMBACA
Pandora's 7 Trials
Fantasy<<Banyak typo terutama di chapter awal (1-5)>> Life is never flat... Sebuah premis yang memiliki banyak arti. Namun, apapun artinya, pasti menjurus pada satu hal yang sama. Hidup itu indah. Tidak perlu duduk berlama lama di depan televis...