"Wahhh... indahnya~"
Adalah kalimat pertama yang keluar dari mulutnya.
Dan itu bukannya tidak beralasan. Gadis itu memiliki ribuan alasan untuk merasa kagum dengan apa yang dilihatnya sekarang.
Ribuan atap atap yang menyembul, dinding putih mengkilap yang menawan, lantai lantai indah yang pastinya tidak akan pernah lupa untuk dibersihkan setial harinya, luar area yang kurang lebih seluas satu kiloare sawah, sampai mereka yang tinggal di sana, semuanya membuatnya kagum.
"Aku tidak sabar ingin masuk ke kelas..." ucapnya lagi.
Dengan riang, gadis itu memasuki kompleks gedung mewah yang kenyataannya adalah sebuah sekolah, jika yang tertulis di dekat pagar depannya dengan tulisan emas besar benar, dan membuat rambut pirang panjangnya berkibar dibantu angin pagi yang berhembus sepoi sepoi.
Gadis itu berjalan melewati pekarangan sekolah tersebut yang sangat luas. Entah berapa ratus meter luasnya. Menyusurinya serasa berjalan dalam lintasan marathon yang diperluas.
Karena ini bukanlah pertama kalinya ia berada di tempat ini, ia tidak mungkin tersesat. Dan peta yang ada di tangannya semakin memperkecil kemungkinan itu. Ia menemukan jalan masuk ke gedung utama sekolah dengan sangat mudah.
Disusurinya aula utama yang luasnya tidak terkira. Lorong demi lorong menyambutnya kemudian. Semua perjalanan yang disusurinya membuatnya sampai di depan sebuah pintu kayu bergagang emas yang bertuliskan diatasnya 'kepala sekolah'.
"Jika petunjuk ini benar, maka ruangan ini adalah tujuanku." Ucapnya bergumam.
Dengan sopan, gadis itu menggerakkan tangannya untuk mengetuk pintu. Namun, ia mengurungkan niatnya begitu mendengar sayup sayup suara dua orang mengobrol dari dalam tempat tersebut.
Merasa penasaran, dan dengan didorongkan dengan sifat dasarnya, sang gadis membuka pintu itu tanpa suara, dan mengintip siapa yang sedang berbicara di dalam.
Malang tiada kepalang, siapa sangka kalau momen itu bertepatan dengan dibukanya pintu dengan lebar oleh entah siapapun yang ada di dalamnya.
Momentum pembukaan pintu yang tiba tiba membuatnya tidak seimbang sehingga ia seharusnya terjatuh ke depan. Namun, sebuah badan ditabraknya, membuatnya terjatuh ke arah yang sebaliknya.
"Aduh duh duh... sakit..." ucap sang gadis sambil mengerang.
"Kau tidak apa apa?"
Sang gadis membuka matanya dan kembali menajamkan indra penglihatannya tersebut. Sebuah tangan berkulit putih halus merona menyambut penglihatannya. Lengkap dengan wajah dia yang ditabraknya.
Dengan kecepatan tinggi, gadis itu berdiri tanpa mengindahkan tangan yang disodorkan kepadanya dengan niat baik. Ia merapikan gaun jalan berwarna hijau yang dilapisi dengan zirah perut dari kulit berwarna coklat dan rambut pirang gelapnya. Setelahnya, barulah ia menunduk dalam dalam.
"Maaf! Aku tidak menyangka kalau ada orang!" Itulah yang berkali laki dilontarkannya dari mulutnya sembari menunduk seirama dengan permintaan maafnya.
Setelah anggukan yang ke sepuluh, barukah gadis itu diam. Ia kembali menajamkan indera penglihatannya dan menatap sesosok manusia di depannya.
Menatapnya saja sudah membuat wajahnya memerah. Lain halnya jika sosok di depannya adalah lawan jenisnya. Tapi kali ini tidak.
Seorang gadis yang tingginya satu kepala lebih darinya sedang menatapnya dengan tatapan tajam dari mata merahnya yang lentik. Pakaian yang dikenakannya juga unik. Sebuah kimono hitam panjang dengan hori berwarna merah menutupi sebagian besar tubuhnya yang berkulit putih merona, bahkan lebih putih dari sang gadis yang sudah putih kulitnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Pandora's 7 Trials
Fantasía<<Banyak typo terutama di chapter awal (1-5)>> Life is never flat... Sebuah premis yang memiliki banyak arti. Namun, apapun artinya, pasti menjurus pada satu hal yang sama. Hidup itu indah. Tidak perlu duduk berlama lama di depan televis...