Stoke Morden Part 1

862 75 5
                                    

Stoke Morden (Anna)

Pada tanggal 10 September 1891, aku berkunjung ke Royston Manor untuk memenuhi undangan makan malam dari seorang wanita bernama Maghdalena Bronson. Sejujurnya aku tidak begitu tertarik menghadiri pesta seperti itu, tapi berada di London membuatku merasa tidak cukup baik. Terutama di dalam rumah yang menyimpan begitu banyak ingatan mengenai Sebastian. Sejauh yang aku pahami mengenai diriku sendiri, aku belum pulih, mungkin karena perpiasahan antara kami baru berlangsung selama beberapa minggu.

Tuan Leon sama sekali tak menghalagi kepergianku, dia membiarkan aku pergi bersama dengan Annet. Alasannya tak ikut mendampingiku, karena dia mengatakan akan mengurus toko selama kepergianku. Aku tidak keberatan, dia memang memiliki tanggung jawab mengurus semua itu dibandingkan denganku.

Tiba di depan stasiun kereta Stoke Mordon, Annet memanggil sebuah kereta yang mengantar kami menembus jalan Royston Manor yang lengang, penuh pohon dengan dedaunan merah yang gugur di atas permukaan tanah, di hiasai taman dengan kuncup bunga yang siap menyambut musim dingin beberapa bulan lagi. Di sepanjang jalan hanya ada beberapa buah rumah, toko, sedangkan sisanya adalah petakan ladang yang terhampar cukup luas. Pemandangan seperti ini mengingatkan aku pada Crimpson yang selalu sunyi.

Tak lama kemudian kereta yang kami tumpangi sampai di depan sebuah rumah megah, bercat dinding putih pucat dengan jendela-jendela besar dan tiang-tiang yang menyangga kubahnya yang tinggi.

Aku dan Annet turun, lalu berdiri sambil mengamati ke dalam area pekarangan rumah yang dihiasai tanaman bunga dan rumput azalea yang ditata dalam pot-pot batu bertingkat. Suasana rumah itu nampak sepi di antara hamparan ladang, dan dikelilingi pagr-pagar besi. Tidak nampak pemandangan kesibukan seseorang yang akan melakukan perjamuan besar dan mewah. Meski agak ragu, namun karena telah datang jauh, aku mengetuki gembok besar yang menggantung di depan pagar.

Tanpa henti aku terus mengetukinya beberapa kali, namun tak ada jawaban maupun aktifitas yang terlihat dari dalam rumah besar dan megah itu.

"Apakah rumah itu benar-benar berpenghuni?" kata Annet menatapku.

"Entahlah, karena alamat dalam surat itu sepertinya sudah sesuai. Kurasa kusir kuda tadi juga tidak akan mengantar kita ke alamat yang salah" kami berdua hanya bisa berdiri di luar pagar sambil menunggu seseorang datang.

Derap kaki kuda terdengar mendekat, aku berbalik sekilas ke arah jalan dan memandangi sebuah kereta kuda mendekati tempat di mana kami berdiri. Seorang pria berbadan kurus dengan mata biru dan rambut keperakan yang dikat dibelakang kepala, lalu menuruni kereta. Tatapan bersahajanya yang dalam kemudian menyorot padaku, bibirnya yang dihiasai kumis tipis memulas senyum ramah. Dia bermaksuud mendekat ke arahku sebelum lengan kusir kereta melintang di depan tubuhnya.

"Maaf, bayaranmu tuan" ia tertawa geli kemudian merogoh saku jas coklat muda yang ia kenakan.

Aku berpaling ke dalam rumah dan mengabaikan keberadaan laki-laki tersebut.

"Apa kau juga diundang?" aku menatap ke arah pria itu.

"Iya, apa Anda juga datang untuk makan malam?" pria itu lalu merogoh sakunya, mengeluarkan sekotak cerutu, dan korek api.

"Sepertinya begitu, tapi jika kau memanggil dari arah depan rumah seperti ini, tidak akan ada orang yang membukakan pintu untukmu" aku dan Annet saling memandangi.

"Ikut aku!" pria itu berjalan lebih dulu. Aku dan Annet merasa setengah enggan dan ragu-ragu, hingga ia berbalik dengan arah tangan mempersilahkan.

"Tidak apa-apa, aku sudah sering kemari. Aku juga bukan orang jahat" terangnya diselingi seloroh.

Kami pun mengikuti langkahnya yang berjalan mengitari jalan rumah yang pada sisi kanan dan kirinya kosong, hanya ada ada perkebunan yang mengapit rumah tersebut, sedangkan rumah lainnya berjarak agak jauh dari rumah besar itu.

Contract With the DevilTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang