Melarikan diri

760 63 8
                                    

       "Untuk Leon yang aku kasihi... Aku tidak berpikir untuk menyalahkanmu atas apa yang terjadi... Aku berharap kau bisa melanjutkan hidupmu dengan cara semestinya tanpa rasa penyesalan. Seperti juga denganku, yang bisa terus hidup dengan baik sejak saat aku mengenalmu dan setelah aku memutuskan pergi dari sisimu...

Aku hanya bersedih untuk hidup yang akan Anna jalani untuk hari-hari setelahnya. Jika dari awal aku tidak mengatakan padamu alasan sebenarnya mengenai keberadaan Anna, aku berpikir kau mungkin berkata untuk melepaskannya pergi demi kebaikan semua orang, tapi aku tidak bisa melakukan itu padanya. Aku mencintainya sama besar dengan aku mencintaimu, tapi karena hal itu terjadi, keegoisan yang aku pilih membuat segalanya berakhir seperti hari ini"

Kata-kata dalam surat itu terus terngiang dalam telingaku. Aku berlari ketakutan meninggalkan rumah itu setelah melihat Annet mati, bahkan sebelum sempat aku mencegah ajal merenggut nyawanya sendiri. Dalam gelap malam yang dihiasi hujan, aku berlari melintasi jalan yang dipenuhi kerumunan asing. Entah kemana kakiku melangkah, aku tanpa sadar berhenti di suatu tempat, bahkan sebelum sempat aku menyadarinya.

Mansion Sebastian berdiri kokoh beberapa langkah di depan mataku. Aku berdiri kaku kehilangan kata-kata. Menatap sendu ke atas langit, yang menurunkan hujan bersama petir menyambar begitu keras. Semua lampu kemudian padam seketika dan meninggalkan kegelapan pekat yang membalut seluruh kota. Keramaian serta merta menghilang.Aku ketakutan ketika berpikir harus menginjakkan kakiku masuk ke dalam sana, dan menghadapi kenyataan pahit yang tidak aku duga.

Kilat petir sekali lagi membuatku terkejut. Membangunkan aku dari tetes air mata yang jatuh bersama deras hujan. Dari jauh kulihat Lanny membuka pintu sambil menenteng sebuah lentera. Dia terkejut melihatku berdiri di depan pagar, dan berlari menghampiriku begitu saja. Jemarinya yang hangat meraih tanganku yang telah gemetar kedinginan.

"Apa yang Anda lakukan nona? Masuklah!" katanya beberapa kali. Aku mengalihkan tatapan mataku ke arah gadis berkulit cokelat gelap di samping bahuku.

"Ini bukan rumahku lagi..." kataku tak bisa mengatakan alasan dibalik perkataan itu.

"Apa yang Anda katakan?" aku hendak melangkahkan kakiku pergi, namun baru selangkah aku beranjak. Aku kehilangan kekuatan dan jatuh lemas ke atas tanah yang basah.

Saat sepasang mataku membuka, aku melihat Sebastian duduk di sampingku. Aku menatapnya lekat hingga nyaris tak mengedip, membuat ia terlihat bimbang dengan sorot mata penuh tanya.

"Apa kau tidak apa-apa" dengan cemas Sebastian meraih jemari tanganku.

Lanny datang menghampiriku, lalu menyeka keringat yang terasa menderas dari keningku. Aku menegakkan tubuhku yang terasa lemah sambil bersender di kepala tempat tidur. Mulutku berdecak mengumpulkan kekuatan untuk berbicara, meski sedikit tersengal menahan rasa sakit yang dalam. Bukan karena luka, tapi perasaan terkhianati yang kelewat dalam.

"Kenapa kau melakukannya padaku Sebastian? Kenapa... Kau berbohong dan membunuh keluargaku?" aku melempar tatapan penuh penghakiman padanya. Ketika aku tersadar, air mata telah jatuh ke atas pipiku.

Tak ada ucapan apa pun yang terlontar dari mulut Sebastian. Ia terpaku seperti mendengar sesuatu hal buruk baru saja sampai ke dalam telinganya. Mata hazelnya yang biasa terlihat tajam, penuh keangukahan dan kesombongan menutup sekilas. Ia lalu meminta Lanny pergi. Setelah hanya ada kami berdua di sana, ia mulai bersuara dengan sikap dingin.

"Siapa yang memberitahumu?"

"Apa yang bisa kau lakukan saat kau tahu. Apa kau akan membunuh orang itu juga? Seberapa banyak orang yang bisa kau bunuh? Katakan padaku kenapa kau membunuh mereka?" air mataku menderas, jatuh di antara jemari tangan Sebastian yang dingin

Contract With the DevilTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang