Pertemuan Kembali

560 56 11
                                    

       Ketika terbangun, aku lantas berdiri di depan jendela seperti biasa. Sama seperti lima hari sebelumnya, aku masih saja melihat bayangan Sebastian sedang menatapku jauh dari balik pagar. Tak ada apa pun yang ia katakan, maupun perlihatkan di raut muka angkuhnya. Dia selalu tenang, seperti tengah menjagaku yang tidak bisa ia temui dari jauh. Dan aku pun masih bergeming tak mau berada di sana dan menatapnya lebih lama.

Aku lantas segera berjalan menuju ke ruang makan setelah berganti pakaian. Di sana, seperti biasa senyum ramah Nona Maghdalena menyambutku tak ubahnya hari-hari sebelumnya. Kadang-kadang aku berpikir, jika beginilah mungkin kehidupan yang seharusnya aku jalani, jauh dari Sebastian, jauh dari semua rahasia dan keterikatan dengan kesunyian yang selalu dia berikan padaku. Kehidupan yang penuh pilihan, kemerdekaan, cinta dan kejujuran yang nyata. Bukan semua kepalsuan dan ilusi yang dia janjikan.

"Selamat pagi Anna!" aku berpaling, menatap Philip yang sudah mengenakan setelan pakaian yang rapi, dengan mantel biru gelap membalut tubuh sigapnya yang ramah.

"Selamat pagi tuan!" sepasang mata birunya menatap ke arah tongkat kayu penyangga tanganku. Benar, karena luka di kakiku membuatku harus bertopang sementara waktu pada bantuan tongkat itu, sampai aku benar-benar bisa berjalan tanpa rasa sakit. Dokter yang datang memeriksaku tempo hari berkata, akan memerlukan waktu pemulihan selama beberapa mingu, sampai aku bisa berjalan normal lagi. Besi pagar itu memang tak menusuk hingga tulangku, hanya saja melukai kakiku cukup dalam.

"Kemarilah Anna!" Nyonya Maghdalena meraih jemari tanganku dengan penuh perhatian. Dia menuntun langkahku penuh kesabaran, sekalipun tanpa diminta. Benar, dia satu-satunya yang selalu ada dan membantuku dengan semua ketulusan yang dia miliki dalam hatinya. Hal ini memutar ingatanku kembali pada masa lalu, ketika ia juga merawatku di panti asuhan ketika semua orang mengabaikan dan menjauhiku karena kekurangan yang aku miliki saat itu.

Pagi itu seperti biasa kami mengobrol santai penuh keakraban seperti biasanya, sambil menikmati roti bakar gandum, dan hidangan ayam kalkun bakar yang di suir dengan campuran daun mint. Wangi ini membuatku sedikit bernostalgia mengenai Sebastian, hingga tanpa sengaja, aku tertegun tanpa aku sadari.

"Anna!" Nyonya Maghdalena memegang tanganku. Aku memaling ke arahnya masih dengan tatapan tertegun kosong "Kau tidak apa-apa?"

"Ah iya" kataku segera memberi kepastian sambil meletakkan jemari tanganku di atas tangannya yang selalu terasa hangat.

"Apa kau tidak akan menemui walimu lagi?" ucapan Philip mengalihkan perhatianku padanya. Sedikit ragu, aku tak tahu apa yang harus kukatakan padanya yang melihatku begitu serius, hingga aku memilih diam.

"Kenapa Philip, apa kau tidak menyukai keberadaan Anna di sini?"

"Bukan begitu kakak! Aku tidak keberatan Anna tinggal di sini selama yang dia inginkan, karena aku yakin, di sini dia akan lebih aman dan terlindungi. Hanya saja, aku rasa kita harus mengatakan pada walinya. Bisa saja walinya sedang mencari dan mencemaskan dia?" ujarnya sambil melap bibirnya dengan serbet makan putih yang bertaut di lehernya.

"Jika walinya cemas, maka dia pasti sudah mencari Anna sejak hari pertama dia menghilang. Tapi kau lihat, sudah lima hari dia berada di sini dan tidak seorang pun yang mencarinya. Kesimpulannya mereka tidak peduli pada Anna. Benarkan Anna?" aku diam saja sambil terpaku menatap jemari tanganku yang bertaut.

"Kau sudah membuat Anna bersedih Philip" sambung Nyonya Maghdalena dengan prihatin.

"Aku minta maaf, aku sungguh tak bermaksud seperti itu!" kata Philip dengan nada penuh penyesalan. Ia menarik napas, sambil meletakkan serbet kembali ke meja, lalu memutar kursi ke arahku. Baru saja ia bergumam, akan mengatakan sesuatu aku mendahuluinya lebih dulu.

Contract With the DevilTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang