(Annet POV)

794 76 9
                                    


"Nona..." kataku memanggil gadis itu. Tatapan matanya nampak kosong ketika melihat keluar jendela, walaupun dalam genggaman tangannya ada sebuah buku tengah membuka lebar. Anna bergumam sekilas dan membuang nafasnya dengan raut wajah letih.

"Tidur Anda baik nona?" kataku padanya sambil menuang teh dari teko untuknya. Jemarinya menelungkupi gelas teh putih itu pelan-pelan. Mencium baunya dari pinggiran gelas dan mengatup kelopak matanya sebentar.

"Cukup baik. Di mana Tuan Leon dan Lanny. Aku tidak melihat mereka berdua sejak pagi?"

"Mereka pergi ke toko, nona..." mata cokelatnya berubah tegas, berbinar

"Toko?"

"Tuan Leon belum mengatakannya pada Anda?"

"Tak ada yang bicara apa pun padaku"

"Mungkin dia akan memberitahu saat dia datang!"

"Begitu," ujarnya dengan nada terkesan datar "sudah berapa lama kita pindah kemari Annet?"

"Mungkin sudah sekitar dua bulan nona"

"Cukup lama dan tak ada yang bisa dilakukan di London," ia banggkit dari duduknya, mengangkat pelan rok merah mudanya dan meletakkan buku itu kembali ke raknya

"Apakah Anda sedang merasa bosan?"

"Aku ingin jalan-jalan! Sebastian, maksudku tuan pergi dan tidak pernah memberitahu kapan dia akan datang. Dia seperti angin, datang dan pergi sesuka hatinya dan melakukan semua hal sekehendaknya. Dia membuatku penuh rasa ingin tahu, sekaligus rasa takut. Apa kau juga merasakan hal yang sama?" aku menunduk ke arah lantai. Menghindari tatapan matanya yang selalu membuatku terluka.

"Saya tak tahu akan hal-hal demikian nona..."

"Sejak kapan kau mulai bekerja dengannya dan Tuan Leon? Kadang, aku melihat kalian seperti saling menghindar satu sama lain. Kau hanya akan datang atau keluar untuk memasak makanan. Aku tidak pernah melihatmu berada dalam satu tempat yang sama dengan Tuan Leon, kecuali saat aku baru tiba di mansionnya"

"Saya bekerja tidak selama pria tua itu, dia sudah mengabdi lebih lama dari saya"

"Apa kau...," dia menghentikan ucapannya yang terdengar ragu-ragu. Ketika kuangkat kembali wajahku untuk melihatnya, dia sedang menatapku amat lekat penuh rasa ingin tahu. Setelah mengambil sebuah buku lain, dia duduk di kursi kerja dan membuka beberapa halaman buku dengan tergesa. Saat itu, aku mengamati lebih tajam lagi wajahnya. Dia sangat cantik, rambut cokelatnya sangat mirip dengan rambut Aliana. Tapi dia tidak mewarisi warna mata dalam keluarga kami. Kadang-kadang aku berpikir, apa yang akan dia lakukan saat mengetahui kenyataan kalau orang yang membunuh ibunya adalah orang yang dia hormati? Aku merasa amat kasihan padanya. Nasibnya menyedihkan dan akan selamanya demikian.

"Kau juga membuat kontrak dengan dia?" ucapannya menghancurkan lamunanku seketika itu juga.

"Benar"

"Lalu, apa yang kau minta itu?" Anna nampak canggung, buru-buru dia menimpali ucapannya "Maksudku kalau kau mau memberitahuku. Tapi, jika tidak maka..."

"Saya meminta kekuatan agar bisa membunuh orang yang paling saya cintai" sorot matanya menyendu, sesaat aku bisa menangkap ekspresi wajahnya yang terkejut. Aku tahu, dia mencoba menyembunyikan ekspresi wajahnya dengan baik. Menggantikannya dengan tampilan ketenangan yang amat dingin.

"Apa... Kau bisa membunuh orang yang paling kau cintai itu?"

"Tidak, sayangnya belum! Tapi saya harap akan saya lakukan cepat atau lambat"

"Kau mencintainya, tapi kau mau membunuhnya. Kenapa?"

"Apakah Anda bisa membunuh orang yang Anda cintai nona?" Anna mengalihkan matanya dariku. Tangannya mengepal rapat di atas meja

"Apa...?"

"Apa Anda mencintai tuan?" kata-kataku kelihatannya memancing emosi terdalamnya. Tatapannya yang amat jujur, rasanya ingin aku tertawakan.

"Apa yang kau lakukan di sini?" suara pria tua itu mendadak menganggu keasyikan obrolan kami. Anna nampak gembira menyambut kedatangan laki-laki tua itu.

"Kalian sudah kembali rupanya" ujar dia dengan begitu senang

"Iya, kami baru saja melihat toko itu" kata Lanny dengan raut muka gembira

"Sejak tadi aku mendengar dari Nyonya Annet mengenai toko. Toko apa itu?"

"Tuan memberikan sebuah toko untuk dikelola oleh Anda, agar Anda tidak terlalu bosan dan bisa memiliki banyak hal lain untuk dilakukan" kata pria tua itu lagi

"Aku tak begitu berbakat dalam mengurus bisnis"

"Anda bisa belajar"

"Aku permisi, masih banyak urusan yang harus aku lakukan di dapur"

"Tidak masalah, terimakasih sudah menemaniku!" kata Anna. Aku membungkuk pergi meninggalkan mereka bertiga.

Malam nanti, aku sudah berjanji untuk bertemu dengan orang itu. Benar, sebentar lagi kami akan mengentaskan masing-masing keinginan kami! Setelah bertahun lamanya waktu sudah membekukan dan menghantamku. Seseorang harus bertanggung jawab akan kutukan kami.

Aku tak berpikir untuk membawanya dalam masalah ini, tapi dia adalah bagian dari kami yang harus berada dalam batasnya. Aku tidak tahu letak ambisiku di mana, aku tak memiliki hal yang ingin kulindungi, tapi memiliki hal yang amat kubenci.

Kami sudah membuat perjanjian beberapa waktu lalu tanpa ada yang tahu mengenai hal tersebut. Aku menjaga dengan baik persekongkolan kami, sampai hari di mana aku bisa melihatnya mati terbunuh, aku selalu berharap tak ada yang tahu akan hal tersebut.

Semoga Aliana tetap menangis di dalam kuburnya dan mengutuk semua orang yang menghancurkannya. Membunuh ke enam puterinya yang lain, membuat Anna hidup sebagai gadis cacat yang dibuang ke sebuah panti asuhan kumuh pinggir desa.

Aku belum pernah menceritakan hal ini pada Anna karena pria tua itu dan tuan tentu saja mengawasiku, tingkahku dan perbuatanku. Aku hanya ingin menjerumuskannya dan membuat Anna merasakan kebencian yang sama denganku. Dia akan mampu, walaupun aku tidak begitu yakin kalau perasaannya akan cukup kuat. Tapi karena dia adalah anak dari lelaki itu, aku rasa dia memiliki keberanian serupa.

Setelah itu, setelah kematinnya semua akan berakhir. Kutukan ini akan selesai dan aku bisa mati dengan tenang.

Contract With the DevilTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang