Permintaan Anna

2.8K 165 14
                                    

Aku sudah memikirkan ini berhari-hari, bahkan aku dibuat tak bisa tidur karenanya. Tuan Leon memang sering memberiku obat untuk bisa tertidur dan menenangkan pikiranku. Yah, itu cukup baik tapi aku tetap saja merasa tak segar saat bangun tidur. Aku terkadang merasa melayang dan menginginkan obat itu terus beberapa kali, meskipun aku masih bisa menahannya, tidak begitu sulit. Aku sendiri tidak tahu obat apa yang diberikannya padaku, aku selalu lupa bertanya. Mimpi buruk itu benar-benar menyikasaku, apa lagi pemikiran tentang kontrak itu membuatku semakin resah. Di satu sisi aku ingin berada di dekat pria itu dan menikmati semua sisi kehidupanku ini, namun di sisi lainnya, aku merasa terlalu takut pada apa yang akan terjadi padaku, pada apa yang akan dia minta. Apakah aku akan sanggup memberikan jiwaku padanya? Aku merasa belum sepenuhnya siap dan belum menemukan sepenuhnya apa yang sebenarnya menjadi keinginanku. Mendengar apa yang dikatakan tuan Leon padaku tidak membuatku mampu untuk menentukan keputusan apa yang akan aku ambil nanti.

Aku tak tertidur sejak semalam, karena berpikir begitu keras namun tak menemukan jawaban apa-apa. Aku menuju ke ruang makan untuk meminum segelas teh yang kukira bisa memperbaiki perasaanku. Aku tidak tenang dan penuh kecemasan. Tanganku selalu berkeringat dan kepalaku merasa sakit dan kadang berputar. Mungkin karena aku kurang tidur sama sekali. Yah, mungkin begitu. Tepat ketika aku menjajakkan kakiku di pintu ruang makan itu, aku melihat pria itu. Dia sedang duduk dengan wajah tenang yang seperti biasa. Aku merasa lebih baik saat melihat wajahnya, tapi bertepatan dengan itu, mungkinkah dia datang untuk mempertanyakan mengenai jawaban tentang kontrak itu. Bagaimana ini, aku belum mengentahui apa yang aku inginkan. Dengan langkah menyeret aku mendekat ke sisinya, dia tidak menatapku, dia hanya diam terpaku. Aku juga tak berani membuka perbincangan apa-apa padanya. Aku meraih makanan dan kuletakkan dalam piring, meski sejujurnya aku tak memiliki selera makan, tapi tubuhku yang begitu lemah membuatku merasa membutuhkannya. Aneh sekali, ketika makanan bukan lagi hal yang bisa dinikmati, hanya sekedar pelengkap untuk membuatku merasa hidup.

Sarapan dengan roti ini lebih ringan, tapi begitu sulit aku mencernanya. Perhatianku tertuju pada hal lain saat sesekali aku mengintip ke arahnya yang diam saja. Entah, apa yang sedang dipikirkannya, aku ingin tahu. Andaikan aku bisa menyusup jauh dalam pikirannya aku benar-benar ingin tahu.

"Ikut aku!" aku terkejut mendengar ucapannya, itu seperti bunyi petir di siang hari. Aku mungkin menduga hal ini akan terjadi dan dia akan segera menagih janjiku, tapi aku tidak menduganya sampai secepat ini. Dengan pasrah aku mengikutinya meninggalkan ruang makan dan berjalan di belakang tubuhnya. Entah kemana pria tanpa nama ini akan membawaku. Aku hanya merasa resah setiap mengangkat kakiku.

Kami berjalan melintasi hutan, hanya kami berdua. Dia tidak memperkenankan siapa pun ikut, sebab itu ku kira perbincangan ini memang hanya urusan di antara kami saja. Sampai detik terakhir aku masih belum tahu apa yang aku inginkan, kenapa begitu sulit untuk menemukan hal yang paling aku harapkan di dunia ini, sementara sejak dulu aku memiliki begitu banyak mimpi.

"Apa kau sudah mengetahuinya. Apa yang kau harapkan?" aku terhenti ketika mendengar ia bicara. Tanpa kusadari kami sudah tiba di tepi danau yang pernah aku kunjungi bersama tuan Leon. Bau pagi benar-benar menyegarkan dan menyejukkan perasaan dan pikiranku yang begitu kering. Danau ini masih begitu cantik, sama seperti saat sebelumnya ketika aku kemari, tapi keindahannya kalah oleh orang di depanku ini. Dialah keindahanku yang sebenarnya, sumber semua mimpiku. Aku menatapnya dengan penghayatan, dia memunggungi cahaya, rambutnya berkilau dan tubuhnya begitu bersinar. Dia mirip sekali dalam mimpiku pada malam sebelumnya. Dia seperti malaikat yang tidak memiliki sebuah sayap, tapi memiliki sebuah keajaiban yang aku inginkan. Selalu!.

"Kau menginginkan jawabannya sekarang?" ia mengelak dengan sebaris senyum yang ia layangkan searah tatapan matanya ke arah lain.

"Sudah kubilang jika aku tidak menunggu lama. Aku sudah memberimu waktu cukup lama untuk berpikir. Aku harap akau memang menggunakannya dengan baik" aku kembali berpikir dan merasa ragu-ragu.

Contract With the DevilTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang