“Hai, Clam!” seru Jave saat baru memasuki toko bunga, sambil melambaikan tangan ke arah Manty dengan ceria.
Manty memasang wajah sinisnya lalu mendengus sambil berlalu. Dia melangkahkan kakinya lebar-lebar dan masuk ke bagian belakang toko, yang tempatnya agak tertutup dan jauh dari jangkauan Jave.
Tempat ini memang menjadi tempat favorit Manty bila sedang ingin sendiri. Sekadar untuk mendapatkan ide atau mencari keheningan. Dia memang butuh konsentrasi yang tinggi saat bekerja.
Jave tertawa kecil melihat tingkah Manty. Sepertinya dia sudah mulai terbiasa, setelah seharian mengikuti gadis itu kemarin.
“Apa dia selalu seperti itu?” tanyanya pada Louie yang duduk di depannya.
Louie menoleh ke arah Manty, lalu memberikan ekspresi yang tidak bisa dimengerti Jave.
“Dulu, tidak. Tapi semenjak kehilangan suara selama setahun, dia memang jadi jarang berbicara.”
Alis Jave terangkat setengah. Wajahnya jelas menunjukkan keterkejutan.
“Kehilangan suara selama setahun? Bisakah manusia seperti itu?”
Louie mengangguk yakin. “Dia contoh nyatanya.” Melihat ekspresi Jave yang seolah bertanya ‘apa yang membuatnya jadi seperti itu’, Louie melanjutkan, “Tunangannya meninggal di depan matanya. Ah tidak, mereka akan segera menikah dalam hitungan minggu. Jadi bagaimana aku harus menyebutnya?”
Wajah Jave berubah prihatin. “Begitu rupanya. Pantas saja dia begitu dingin.”
Lalu tiba-tiba terdengar suara terkesiap dari Louie. “Oh tidak… Manty pasti akan mengulitiku karena menceritakan ini padamu.”
Jave tertawa kecil. “Apa dia benar-benar seseram itu?” tanyanya penasaran. Dan dia benar-benar ingin tahu saat ini.
“Sebenarnya dari tindakan tidak, tapi kalau matanya… iya.”
“Bukankah kau bilang dia banyak bicara dulu?” tanya Jave cepat.
Dia jadi benar-benar penasaran dan pembicaraan ini terasa semakin menyenangkan baginya. Entahlah, dia juga tidak terlalu mengerti alasannya. Tapi rasanya seperti ada dorongan dari dalam hatinya untuk mengulik kehidupan Manty lebih lagi.
“Benar, dulu dia memang gadis yang ceria. Tapi mata seseorang tidak bisa berubah, bukan? Sejak dulu dia punya tatapan yang tajam. Hanya saja, kini jadi terasa sangat mengerikan.”
Jave baru membuka mulutnya, hendak bertanya lebih lanjut. Tapi dia segera menghentikannya karena Manty tiba-tiba keluar dari ruangan itu dengan buket di tangannya dan tatapan yang… mematikan.
Mendapat tatapan seperti itu, Jave hanya bisa menyeringai lebar, menampilkan deretan giginya yang putih. “Kau mau ikut denganku, Clam?”
Apa lagi ini? Manty tidak pernah bisa menduga apa yang akan dilakukan lelaki yang baru dikenalnya kemarin. Kenapa lelaki itu selalu mengajaknya pergi, melakukan sesuatu di luar pikirannya, dan mengatakan apapun secara spontan?
Tidakkah dia mengerti arti sikap dingin yang diberikan Manty? Manty mendengus dan segera melenggang pergi.
“Kita ke kebunku, Clam. Bukankah kau harus melihat bunga-bunga yang kutanam untuk melancarkan kerja sama kita? Atau kau percaya seutuhnya atas kualitas bunga-bunga yang akan kukirimkan ke tokomu ini?” Jave berusaha menjelaskan tujuannya, atau lebih tepatnya membujuk agar Manty ikut dengannya.
“Sudah kukatakan, kau bisa melakukan itu dengan Louie,” jawab Manty tanpa melihat Jave.
Louie dan Jave saling menatap, lalu keduanya mengangkat bahu bersamaan. “Kau yang lebih tahu masalah bunga, Manty. Ikutlah dengannya,” bujuk Louie.
KAMU SEDANG MEMBACA
Shadow of You
General Fiction"Tidak ada cara lain untuk membebaskan diri dari masa lalu selain menghadapinya." Akira Clamanty memutuskan hubungan dengan dunia luar selama dua tahun, semenjak tunangannya terbunuh di depan matanya. Dengan darah yang terus mengucur hingga kelamaan...