Louie mengetuk-ngetukkan kukunya di atas meja. Manty baru saja datang bersama Jave dan Steve. Dan entah kenapa suasana menjadi sangat canggung, bahkan bisa dibilang tegang. Sejak tadi mereka semua hanya berdiam diri. Raut wajah yang mereka tunjukkan pun tidak menyenangkan, terutama Steve. Louie bisa melihat itu dengan jelas.
"Kalian ingin aku membuatkan minuman supaya suasana bisa lebih mencair?" tanya Louie akhirnya. Mereka menggeleng serempak, membuat Louie kembali mendesah.
"Kalian ingin terus berdiam diri di sini?" Manty mencoba memberi penekanan.
Steve menatap Jave tajam. Mulutnya masih terkunci rapat, belum mengeluarkan suara sedikit pun. Bahkan untuk menanggapi ucapan Manty tadi pun tidak. Sedangkan Jave yang mulai terganggu memilih untuk berdiri dan pamit pada Manty dan Louie. Sepanjang jalan menuju pintu, Steve tidak berhenti mengiring langkah Jave dengan tatapan mengerikan.
Beberapa saat setelah Jave keluar dari toko, ponsel Manty bergetar. Sebuah pesan masuk ke sana. Tawa Manty tidak bisa ditahan setelah membuka pesan itu dan membaca sepenuhnya. Konyol, batinnya.
Aku akan datang lagi kalau orang mengerikan itu sudah pergi. Jangan lupa untuk mengabariku.
"Ada apa Manty? Kenapa kau tertawa begitu?" tanya Steve, merasa tawa kecil Manty itu cukup mencurigakan. Manty hanya menggeleng sambil berusaha menghentikan tawa dan mengubahnya menjadi senyuman biasa.
Setelah melihat Manty sudah bisa kembali menormalkan ekspresinya, Steve berkata, "Bagaimana kalau kita pergi akhir pekan ini? Sudah lama bukan, kita tidak pergi bersama?"
"Boleh! Tentu!" jawab Manty cepat dengan senyum yang mencurigakan, setidaknya bagi Louie. Senyuman itu benar-benar tidak bisa diartikan.
Louie mencoba memberi tatapan seolah bertanya 'apa maksud dari senyum itu', tapi yang ditemukannya justru senyum Manty yang semakin lebar dan sarat makna tersembunyi.
***
Sabtu pagi kali ini, matahari sudah tidak terlalu bersinar terang. Musim gugur memang sudah mulai menggantikan posisi musim panas. Namun cuaca yang dihasilkan masih sangat nyaman. Sejuk, tidak terlalu panas, tapi juga belum mencapai dingin. Manty dan Louie sedang memilih baju untuk pergi bersama Steve sebentar lagi.
"Kau tetap dengan gaya seperti itu, Manty?" tanya Louie saat melihat Manty memilih jins biru dengan blus lengan pendek yang ditambah jaket tipis. Dia tahu persis, itu memang gaya khas Manty, yang memang selalu lebih suka pakaian kasual yang tidak merepotkan baginya. Tapi kali ini Steve mengajak mereka menonton acara resmi, dan Manty masih saja bersikeras dengan prinsipnya.
Louie masih terheran-heran dengan kebiasaan Manty, walau dia tahu, sahabatnya itu tetap cantik dengan pakaian apa pun. Wajahnya yang oval dengan dagu berlekuk terlihat sangat manis. Belum lagi perpaduan Asia dan Barat yang sempurna, terlihat dari matanya yang sipit tapi hidung yang lancip dan rambut pirang.
"Apa yang salah? Aku biasa seperti ini, kan?" tanya Manty cuek.
Louie mendesah pelan. "Ini acara resmi, Manty. Setidaknya kau bisa memakai rok ke sana kalau gaun terlalu merepotkan bagimu."
"Tidak perlu, Louie," jawab Manty sambil mengibas-ngibaskan tangannya. "Ayo!"
Setelah selesai bersiap-siap, Manty menarik tangan Louie dan membawanya keluar rumah. Entah kenapa ada perasaan aneh yang menghampiri Louie. Sikap Manty ini terasa sangat tidak biasa. Dan tiba-tiba senyum mencurigakan yang Manty berikan waktu itu kembali melintas. Mungkinkah dia benar-benar melakukan hal aneh di luar dugaan?
"Ayo kita berangkat!" seru Louie sambil menarik tangan Manty dan berjalan ke arah kiri.
Manty tidak bergerak, malah kembali tersenyum jahil lalu menggoyang-goyangkan telunjuknya. "Arahku bukan ke sana, Louie."
KAMU SEDANG MEMBACA
Shadow of You
General Fiction"Tidak ada cara lain untuk membebaskan diri dari masa lalu selain menghadapinya." Akira Clamanty memutuskan hubungan dengan dunia luar selama dua tahun, semenjak tunangannya terbunuh di depan matanya. Dengan darah yang terus mengucur hingga kelamaan...