Jave mengantar Manty kini ke rumahnya, setelah mendapat alamat lengkap beberapa saat lalu. Sepanjang jalan Jave memapah manty, dan gadis itu hanya berdiam diri. Tangannya tidak henti mempererat cengkeramannya pada tangan Jave. Bahkan tubuhnya yang terkadang masih bergetar, terlalu lemah dan bisa jatuh kapan saja bila Jave tidak menahan dengan kuat.
Ketukan yang Jave layangkan pada pintu itu sudah terdengar untuk kelima kalinya, tapi pintu itu masih saja tertutup rapat. Bahkan tidak terdengar sedikit pun suara dari dalam yang menandakan pintu itu akan segera terbuka. Jave masih menahan tubuh Manty sekuat tenaga sedangkan udara malam di luar sini semakin menusuk tulang.
Jave menoleh ke arah Manty. Mata gadis itu sudah terlihat semakin sayu. Bibirnya terlihat semakin pucat, dan tubuhnya terasa semakin lemah. Jave bersyukur sempat menyematkan jaketnya di tubuh gadis itu sebelum mereka berjalan. Kini dia mempererat dekapannya dan mengetuk pintu itu sekali lagi.
"Oh kau sudah pulang, Manty?" Suara Louie terdengar begitu pintu terbuka. Dia menatap Manty dan Jave bergantian, dengan senyum tidak simetris dan alis terangkat setengah yang penuh sindiran. "Dalam... dekapan Jave. Oh, tentu saja! Kalian pasti bersenang-senang hari ini, bukan?"
"Louie..." Ucapan Jave tertahan saat Manty mempererat genggamannya, memberi isyarat untuk tidak melanjutkannya.
Louie kembali melayangkan senyum anehnya. Senyum yang sama sekali tidak terlihat tulus. Tapi kini ada genangan di matanya. Manty bisa melihatnya dengan jelas. Manty berusaha menahan dirinya sekuat tenaga untuk tidak segera memeluk Louie dan menceritakan segalanya.
"Kau ingin mendengar ceritaku kan, Manty?" Louie menarik napas perlahan. "Hari ini sangat menyenangkan. Tidak lama setelah aku mengatakan pada Steve –seperti yang kau suruh- kalau kau tidak bisa ikut karena tidak enak badan, kami segera berjalan dan menemukan kalian yang sedang bersepeda dengan wajah ceria. Berkat ide brilianmu itu aku mengetahui banyak hal, Manty. Aku jadi punya banyak waktu... untuk berpikir. Untuk melalui hari ini sendirian. Untuk menyadari... bagaimana posisiku di depan Steve dan siapa yang selama ini mengisi hatinya. Terima kasih, kau memberiku kesempatan yang baik."
Manty merasa hatinya terenggut saat itu juga. Dia bisa merasakan semua kesedihan Louie saat menceritakan semuanya. Dia tidak pernah menyangka ternyata mereka melihat dia bersama Jave tadi siang. Dan dia juga tidak menduga, Steve akan meninggalkan Louie. Hari ini sama buruknya bagi Louie, ternyata.
"Ah... aku bahkan sampai lupa menyuruh kalian masuk."
Louie menggeser tubuhnya dan Jave langsung menuntun Manty masuk. Tapi Louie tidak mengikuti mereka, dia bahkan bersiap untuk melewati pintu itu dan keluar dari sana. Manty melihat itu dan langsung menahan tangan Louie. "Kau mau ke mana, Louie?"
"Aku tidak bisa berada di sini malam ini, Manty," jawab Louie sambil sedikit menoleh. Tapi Manty bisa melihat kesedihan yang dalam dan air yang sudah meluncur perlahan dari mata Louie.
"Kalau kau tidak mau bertemu denganku, seharusnya aku yang pergi dari sini, Louie." Manty masih mendebat sambil menahan tangan Louie. Dia tidak bisa membiarkan sahabatnya itu pergi dari sini. Tidak dengan cara seperti ini.
Louie menurunkan tangan Manty dari tangannya. Tanpa berkata apa-apa lagi, dia melangkah keluar dari rumah itu. Tanpa menoleh. Tanpa menghiraukan usaha Manty untuk menahannya. Jave mengalihkan pandangannya ke arah Manty dan mendapati gadis itu tanpa ekspresi. Wajahnya menyimpan kesedihan yang dalam, tapi sikap dingin malah mengelilinginya dan menjadi dominan di sana.
***
Louie memandang Steve yang terbaring di depannya dengan tatapan sendu. Wajah tampan yang biasa dikaguminya kini dipenuhi luka. Sudut bibir yang biasa menyunggingkan senyum, kini terdapat jahitan. Louie masih bergidik saat mengingat bagaimana pertama kali dia menemukan Steve terkapar di jalanan semalam.
KAMU SEDANG MEMBACA
Shadow of You
Ficción General"Tidak ada cara lain untuk membebaskan diri dari masa lalu selain menghadapinya." Akira Clamanty memutuskan hubungan dengan dunia luar selama dua tahun, semenjak tunangannya terbunuh di depan matanya. Dengan darah yang terus mengucur hingga kelamaan...