Jave berjalan perlahan. Kali ini kepercayaan dirinya melorot drastis. Setelah membuat Manty emosi tadi, dia terus memikirkan hal yang harus dilakukannya. Dan akhirnya, setelah melakukan banyak pertimbangan, kini dia melangkah kembali menuju Viccla Florist dengan membawa kantung berisi makanan di tangannya.
Dia menatap kantung kertas berwarna cokelat muda yang ada di tangan kanannya dan mendesah pelan. Dia tidak tahu apa ini hal yang tepat untuk dilakukan. Mungkin saja dia akan dikira memberi sogokan, atau dicap sebagai orang yang tidak kreatif karena selalu membawa makanan ke sana. Tapi benar-benar tidak ada hal lain yang ada di pikirannya untuk meminta maaf pada Manty. Terpikir untuk membawakan bunga, tapi itu jelas tidak mungkin, bukan?
Akhirnya kini dia sudah berada di depan toko bunga itu. Berbeda dengan tadi, kini dia mendorong dengan tenaga seadanya dan penuh kehati-hatian. Bahkan dia sempat melongok ke dalam terlebih dahulu. Setelah matanya bertemu dengan mata Louie, maka dia tidak punya pilihan lain selain mendorong pintu itu lebih lebar dan masuk.
Jave mengedarkan pandangannya ke sekeliling. "Di mana Clam?"
Louie bersedekap. Wajahnya terlihat tidak seramah biasanya. "Dia sedang pergi."
Jave menelan ludahnya susah payah. Bahkan kali ini suara Louie yang biasanya ramah pun terdengar dingin. Dia tidak bisa membayangkan bagaimana sikap Manty. "Apakah dia akan lama?"
"Ada urusan apa?"
"Aku... ingin meminta maaf."
"Dengan memberikan ini sebagai sogokan?" tanya Louie sambil menunjuk kantung yang dibawa Jave. Benar dugaannya, makanan ini pasti akan dikira sebagai sogokan. "Apa kau tidak punya barang lain yang bisa dibawa ke sini selain makanan?"
Jave menggaruk-garuk kepalanya. "Aku tidak tahu harus membawa apa lagi." Setelah berhenti sejenak, dia kembali melanjutkan, "Apa dia sudah tenang?"
"Menurutmu?"
"Dia pergi untuk menenangkan diri?" tebak Jave. Lalu detik kemudian dia kembali menebak, "Ah... kurasa dia menghindariku. Benar?"
"Uoh... aku bahkan tidak terpikir hal semacam itu. Maksudku dia pergi karena sudah tenang. Mana mungkin aku membiarkannya pergi saat emosinya masih meletup-letup." Kali ini Louie sudah terdengar lebih santai. Cara bicaranya pun sudah kembali seperti biasa. Jave menghela napas lega. Lalu Louie kembali bertanya, "Sebenarnya apa maksudmu membawa bunga matahari tadi? Kau benar-benar mau dibunuh?"
Jave tersenyum kaku. "Sebenarnya aku hanya ingin tahu ada apa antara dia dengan bunga matahari. Dan juga, itu sebagai pancingan, agar dia bereaksi. Selama ini suaranya lebih banyak terdengar kalau membicarakan soal bunga itu. Jadi aku ingin melihat reaksinya."
"Dan kau salah besar, Mister. Reaksi yang diberikannya di luar dugaan, bukan? Mengerikan, huh?"
"Ya... tidak kusangka dia akan seperti itu. Jadi sebenarnya ada apa dengan bunga matahari? Kenapa kelihatannya dia sangat membenci bunga itu?"
Louie menghela napas lalu mengangkat bahunya. "Well, aku tidak punya hak untuk menceritakan hal itu padamu. Menceritakan tentang tunangannya saja sudah merupakan suatu kesalahan. Jadi, lebih baik kau tanyakan sendiri padanya."
Jave mendesah lemah, seiring dengan bahunya yang melorot di kursi. "Bagaimana mungkin aku bertanya padanya. Dan bagaimana mungkin pula dia menceritakan hal itu padaku. Aku yakin, melihat wajahku saja dia tidak mau."
Louie tertawa kecil. "Sejak kapan kau jadi begitu pesimis?"
"Sejak bertemu dengan Akira Clamanty," jawab Jave singkat.
Louie mengoyang-goyangkan telunjuknya. "Kurasa itu kurang tepat, Mister Mayder. Sampai tadi, kau masih terlihat cukup percaya diri."
"Baiklah, sejak Clam menunjukkan emosi yang tak terduga," ralat Jave. Lagi, dia mendesah lemah. Lalu menatap Louie dan kembali melanjutkan, "Entahlah. Dia benar-benar gadis yang tidak terduga. Bahkan mungkin satu-satunya gadis yang tidak bisa kutebak. Sudah berulang kali aku memperkirakan sikap yang akan diberikannya, dan tidak pernah sekali pun tebakanku itu benar."

KAMU SEDANG MEMBACA
Shadow of You
General Fiction"Tidak ada cara lain untuk membebaskan diri dari masa lalu selain menghadapinya." Akira Clamanty memutuskan hubungan dengan dunia luar selama dua tahun, semenjak tunangannya terbunuh di depan matanya. Dengan darah yang terus mengucur hingga kelamaan...