Part 11

8.5K 369 17
                                    

Laura mengendarai mobilnya dengan kecepatan sedang, tadi saat dirinya selesai membersihkan diri, Sesil menelfonnya mengabari kalau dia sudah mengetahui dimana rumah Aira. Sesaat setelah itu Laura bergegas pergi tak ingin membuang waktu. Dia harus segera menemui Aira.

Sesampainya disebuah komplek perumahan Laura turun dari mobilnya menghampiri seorang laki-laki paruh baya.

"Maaf pak saya mau tanyak, alamat ini dimana ya pak?"

Laki-laki itu mengulurkan tangannya membaca kertas yang dibawa Laura.

"Oh ini rumahnya mbak Aira neng, tuh didepan kira-kira enam rumah dari sini. Pagarnya warna coklat."

Laura mengangguk dan tersenyum tipis. "Makasih banyak ya pak."

"Iya neng sama-sama."

Setelah itu Laura kembali memasuki mobilnya. Mencari dimana rumah yang dimaksud laki-laki paruh baya tersebut. Tak berapa lama ia sampai didepan rumah minimalis yang terlihat sederhana.

Laura turun dari mobilnya, kemudian mencocokkan kembali dengan alamat yang diberikan Sesil.

"Gak salah lagi ini pasti rumah Aira." Gumam Laura.

Laura melangkah masuk karna memang pagarnya tidak dikunci. Ia mengetuk pintu rumah Aira dengan sedikit tidak sabar.

"Laura?" Aira yang membuka pintu terperangah untuk sesaat.

"Malam Aira." Ujar Laura dengan tersenyum dingin.

Aira mengerjapkan mata tak menyangka akan mendapat tamu yang tidak disangka-sangka.

"Kenapa kamu bisa ada disini?" Tanyanya.

"Mudah sekali untukku mencari tau dimana alamat rumahmu. Jadi jangan kaget."

"Memangnya ada apa sampai malam-malam kamu kesini?" Tanya Aira dengan penasaran.

"Ada sesuatu yang harus aku bicarakan. Apa aku boleh masuk?"

Aira mengangguk, ia sedikit menyingkir agar Laura bisa masuk.

"Ayo silahkan masuk."

Sesampainya diruang tamu Laura mencegah Aira untuk membuatkannya minuman.

"Apa yang mau kamu bicarakan?" Aira duduk berhadapan dengan Laura.

"Aku tidak suka basa-basi, aku kesini untuk satu tujuan. Jauhi Raka, aku tidak suka ada perempuan lain dalam hidup Raka."

Aira tercekat bahkan dirinya seakan sulit untuk bernafas. Laura dengan terang-terangan menyuruhnya menjauhi Raka. Apa yang harus dia katakan?

"Kenapa kamu menyuruhku menjauhi Raka? Apa yang kamu takutkan Laura?" kalimat itu meluncur begitu saja dari mulut Aira tanpa bisa dicegah.

Laura tersenyum tipis, ia memandang Aira dengan tatapan dinginnya.
"Bukannya sudah aku katakan kalau kamu hanya akan menjadi parasit dalam hubungan kami. Tidak ada yang aku takutkan Aira, apalagi hanya karna wanita sepertimu. Mungkin sekarang kamu bisa menyombongkan diri karna Raka lebih memilihmu tapi jangan senang dulu itu tidak akan bertahan lama. Aku pastikan suatu saat Raka akan menjadi milikku seutuhnya."

Detik itu Aira menelan ludahnya dengan susah payah, mencoba menenangkan diri. "Bagaimana kalau sekarang kita bertukar posisi. Apa yang akan kamu lakukan jika kamu disuruh untuk menjauhi laki-laki yang kamu cintai? Kamu pasti tidak mau kan? Sama sepertiku Laura. Mungkin kamu mengira kalau aku ini tidak tau diri, tapi aku hanya manusia biasa yang ingin mempertahankan apa yang aku miliki saat ini."

Laura mengeratkan gerahamnya ketika mendengar kalimat yang Aira lontarkan. Secara tidak langsung Aira masih tetap ingin mempertahankan Raka.

"Kamu sadar dengan apa yang kamu ucapkan? Apa kamu tidak berkaca? Kamu hanya wanita sederhana Aira, tidak ada apapun yang bisa kamu banggakan dari dirimu sendiri. Dengan percaya dirinya kamu masih ingin bertahan disamping Raka, tidakkah kamu berfikir kalau kalian itu sangat jauh berbeda. Raka itu laki-laki sempurna yang pantas mendapat wanita yang lebih segalanya dari kamu. Apa kamu tidak sadar dengan fakta itu?"

My DestinyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang