Part 33

8.8K 662 174
                                    

Bara hanya terdiam kaku mendengar rentetan cerita yang terlontar dari mulut Laura. Cerita yang entah kenapa membuat dirinya merasa begitu prihatin atas apa yang dialami wanita itu.

Laura menceritakan segalanya mulai dari rencananya bersama sang mama untuk merebut perusahaan papanya. Sampai pada akhirnya Laura jatuh cinta pada Raka dan mulai meragu untuk menuruti keinginan Salma. Selama itu Bara hanya diam, menjadi pendengar yang baik. Dengan tersendat-sendat dan diiringi tangis Laura berhasil menumpahkan seluruh beban yang selama ini ia pikul sendiri.

"Aku menyesal kak. Kalau tau akhirnya akan jadi begini, aku tidak akan menuruti keinginan mama. Sekarang semuanya sudah hancur. Pernikahanku dengan Raka mungkin akan segera berakhir." Ucapnya dengan begitu lirih. Baru kali ini dia merasa begitu ditampar secera telak oleh rasa kecewa. Kecewa pada diri sendiri yang tidak bisa berbuat apapun. Saat ini Laura nyaris seperti raga tanpa jiwa. Tatapannya sayu dan gelap.

Bara tidak ingin menyalahkan Laura atas apa yang ia lakukan. Laura hanyalah korban keegoisan orang tuanya. Dia paham Laura pasti sangat tertekan, dipaksa melakukan sesuatu yang tidak sesuai keinginannya. Tapi disisi lain dia pasti tidak ingin membantah keinginan Salma. Bara tak bisa membayangkan betapa berat peran yang Laura lakoni selama ini. Berapa banyak air mata yang Laura keluarkan?

Pemikirannya itu membuat dadanya sesak, apa yang bisa ia perbuat untuk membantu wanita ini? Kalau saja takdir mengijinkannya untuk menggantikan posisi Raka. Bara berjanji akan membuat Laura lupa bagaimana caranya menangis.

Bara menghela nafas panjang, sekarang tugasnya disini bukan untuk menghakimi, namun mencoba meredakan kesedihan Laura.

Dengan segenap keberaniannya, Bara merengkuh tubuh Laura mencoba memberikannya kekuatan. Walapun dia tau apa yang ia lakukan ini salah. Memeluk istri saudaranya sendiri. Namun, bagaimanapun Laura butuh seseorang yang mendukungnya.

Direngkuhnya Laura dalam dekapannya.

Detik itu Laura menumpahkan tangisnya, pelukan Bara sudah merobohkan pertahanannya. Kenapa dari sekian banyak orang, hanya lelaki ini yang dapat mempercayainya? Lelaki yang selalu akan menjadi penguatnya ketika dirinya membutuhkan sandaran. Tidak seperti Raka yang memilih memalingkan muka dan menutup telinga.

"Kakak percaya kalau kamu tidak akan melakukan hal keji itu. Kamu hanyalah korban. Mungkin Raka dan Tante Anna hanya perlu waktu untuk mempercaimu lagi. Ini terlalu mengejutkan untuk mereka."

Laura tidak menjawab, dia memilih mengeratkan pelukannya. Tangisnya pun sudah sedikit mereda. Aroma tubuh Bara begitu menenangkannya.

"Kakak tau ini pasti sangat berat untukmu. Tapi jangan menyerah, kamu harus menjadi wanita kuat, jangan pernah putus asa untuk kembali meyakinkan mereka."

Laura mengangguk pelan, hatinya sedikit merasa lega. Dihembuskan nafasnya berulang kali.

"Kenapa kak Bara mempercayaiku? Kenapa kakak tidak membenciku seperti mereka?" Tanyanya dengan parau.

Bara menatap netra hitam Laura dengan lekat.
"Karna kakak tau kamu sangat mencintai Raka dan pasti kamu tidak akan menyakitinya dengan membalaskan dendam tante Salma."

Untuk pertama kalinya dalam hari ini, Laura dapat tersenyum lega.
"Terimakasih kak, terimakasih sudah mempercayaiku."

Kedua tangan Bara menghapus air mata Laura dengan sangat lembut seolah takut menyakitinya.
"Jangan lagi kamu meneteskan air mata ini. Sudah cukup selama ini kamu menangis, sudah saatnya kamu berjuang untuk kebahagiaanmu."

"Tapi apa aku bisa?"

"Tentu, kamu wanita hebat. Ingatlah, dulu kamu sempat berjuang keras untuk mendapatkan cinta Raka. Sekarang kamu harus kembali berjuang untuk mendapatkan kepercayaannya."

My DestinyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang