Part 35

9.3K 576 30
                                    

Laura mengerjapkan kedua matanya dengan pelan mencoba menyesuaikan pandangannya, setelah sepenuhnya terbuka, keningnya mengerut dalam kala merasakan kepalanya berdenyut sakit. Saat ia mencoba menggerakkan tangan, ada jarum dan selang yang menahan gerakannya.

Seolah tersadar dengan keadaannya sekarang, Laura menghela nafas dalam. Dia ingat saat terjatuh dari tangga dan ada banyak darah yang mengalir diantara kedua pahanya.

Tunggu. Darah?

Detik itu juga dadanya bergemuruh hebat. Ada apa dengan dirinya?

Berbagai pertanyaan menumpuk dibenak Laura, tepat ketika itu pintu terbuka menampilkan sang suami dengan penampilan yang sangat kacau.

Wanita itu memandang sang suami dengan tersenyum lemah. Raka ada disini, artinya dia masih peduli terhadapnya. Pemikiran itu membuat perasaan Laura menghangat. Mungkin Raka sudah bisa memaafkannya.

Raka bergerak mendekati ranjang Laura dengan pandangan sayu. Ragu yang kini ia rasakan. Melihat senyum lemah sang istri membuat rasa bersalahnya semakin bertambah. Jika Laura tau tentang keadaannya, apakah ia masih bisa tersenyum seperti sekarang?

"Raka..." gumam Laura dengan nyaris pelan.

Raka mendudukkan diri kemudian tersenyum tipis, "Hai sayang, bagaimana keadaanmu?" Tanyanya dengan wajah yang dibuat sebiasa mungkin.

"Aku sedikit pusing dan perutku terasa sakit. Oh ya kamu sudah gak marah lagi kan?" Tanyanya dengan takut.

Raka tersenyum lemah, disaat seperti ini Laura masih mempertanyakan kemarahannya. Sungguh dia begitu bodoh sudah memperlakukan Laura sangat buruk.

"Maafkan aku, kemarin aku hanya sedikit emosi sampai tidak bisa berfikir jernih."

Senyum Laura semakin melebar, dia sangat senang Raka sudah tidak menyimpan kemarahannya lagi, "Iya Raka, aku sangat mengerti. Aku juga minta maaf karna sudah mengecewakanmu dan keluargamu. Sungguh aku gak ada niat sedikitpun untuk balas dendam."

"Sudahlah kita lupakan saja. Anggap tidak pernah terjadi."

Laura mengangguk setuju, dia juga tidak ingin lagi mengungkitnya, "Kenapa kamu membawaku ke rumah sakit?"

Raka terdiam untuk sesaat, sedari tadi dia sudah menyiapkan jawaban terbaik jika Laura menanyakannya, tapi entah kenapa jawaban itu seolah menguap.

"Apa kamu gak ingat kalau tadi kamu jatuh dari tangga?"

Laura mengerjap pelan, "Ya aku ingat, dan darah itu?" Jeda beberapa detik. "Sebenarnya aku kenapa?"

Raka menghela nafas dalam, tangannya menggenggam satu tangan Laura yang tidak terpasang infus. Dia memandang sang istri yang terlihat bingung.

Sejenak ia merasa sesuatu yang buruk akan terjadi jika dirinya berkata jujur. Tapi, jika ia berbohong Laura akan semakin terluka.

Kedua mata Raka terpejam seolah meyakinkan diri.

Laura yang tak kunjung mendapatkan jawaban semakin dibuat cemas. Apakah ada sesuatu yang buruk?

"Raka?"

Raka membuka kedua mata, ia menelan ludah dengan susah payah, "Kamu keguguran."

Laura terdiam untuk beberapa saat, seolah masih ingin mencerna kalimat Raka.
"Keguguran? Maksudnya apa?"

"Kamu hamil Laura dan sekarang sudah keguguran."

Jantungnya seoalah dipaksa berhenti mendengar rentetan kalimat mengerikan itu. Matanya terbelalak disusul dengan bulir bening yang membasahi kedua pipinya.

My DestinyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang