Part 30

7.4K 480 83
                                    

Tepat jam empat sore Raka tiba dirumah. Dia pulang cepat agar tidak mengecewakan Laura.

Raka mengernyit ketika memasuki rumahnya, biasanya Laura akan berdiri di depan pintu menyambutnya. Tapi, kali ini dia tidak menemukan istri cantiknya itu. Dengan bingung ia kemudian menuju dapur berharap Laura ada disana.

"Bik, Laura kemana?" Tanya Raka pada bi Asih.

Bi Asih menoleh dengan sedikit kaget, "Oh itu den, non Laura  lagi istirahat dikamar bawah. Tiba-tiba tadi muntah-muntah den."

Dua pupil mata Raka membulat. Pasalnya tadi pagi sang istri masih baik-baik saja.

"Kok bisa bik?" Tanyanya dengan raut wajah khawatir.

"Bibik juga gak tau den."

Dengan segera Raka beranjak menuju kamar tamu. Setelah pintu terbuka ia melihat sang istri yang berbaring telentang dengan mata terpejam. Nafasnya teratur menandakan ia sedang tidur.

Raka mendekati ranjang, memandang lekat wajah istrinya. Tak bisa ia pungkiri hatinya merasa lega melihat Laura baik-baik saja.

Raka mengulurkan tangannya memeriksa suhu tubuh Laura dengan menempelkan tangannya di dahi wanita itu.

Sentuhan lembut didahinya membuat Laura membuka mata.

Setelah kedua mata itu terbuka, senyum lemah terukir diwajahnya, "Raka, kamu sudah pulang?" Tanyanya dengan suara serak.

Raka mendudukkan dirinya disamping Laura, "Kamu kenapa bisa sakit sayang? Bukannya tadi kamu masih baik-baik saja?" Gurat khawatir terukir diwajahnya.

Laura mencoba bangkit namun ditahan oleh Raka.

"Jangan bergerak dulu. Kamu pasti masih lemas. Bi Asih tadi bilang kamu muntah hebat."

"Aku juga gak tau. Tadi siang tiba-tiba aku ngerasa sedikit pusing dan lemas. Waktu aku memasak ikan sama Bi Asih, aku merasa ikannya bau amis sampai rasanya perutku bergolak hebat."

Raka menghembuskan nafas pelan mendengar jawaban sang istri, "Mungkin kamu terlalu kecapean. Aku akan telfon dokter untuk memeriksamu."

Detik itu juga Laura menggeleng sebagai penolakannya, "Enggak usah, aku gak papa kok. Sekarang aku juga sudah merasa lebih baik. Mungkin aku hanya butuh istirahat."

Raka menggenggam kedua tangan Laura, menatap bola matanya dengan lekat, "Jangan bandel. Aku gak mau terjadi sesuatu dengan keadaanmu. Aku akan sangat menyesal kalau sampai itu terjadi."

Laura tersenyum lebar melihat sang suami yang begitu mengkhawatirkannya, "Jangan khawatir. Aku gak papa kok. Aku gak butuh dokter." Laura mendudukkan dirinya berharap Raka bisa percaya, "Lihat! Aku baik-baik saja kan."

"Tapi sayang..."

"Raka please percaya sama aku."

Dengan menghembuskan nafas panjang, Raka mengangguk. Baiklah sekarang dia akan mengalah. Besok kalau kondisi Laura tidak membaik dia akan memaksa wanitu itu.

"Maaf yah, gara-gara aku sakit aku gak bisa masakin kamu makanan spesial. Padahal kamu sudah pulang cepat."

Raka mengelus pelan rambut Laura dengan sayang, "Gak masalah. Masih ada bi Asih yang akan memasak makan malam untuk kita."

"Kamu belum mandi kan? Ayo kita ke atas. Aku sudah kuat jalan kok."

"Yakin?" Tanya Raka dengan pandangan tak percaya.

Laura mengangguk mantap. Setelah itu Raka membantu Laura berjalan menuju ke lantai atas.

Sesampainya disana Raka meletakkan jas yang tadi ia pakai.

My DestinyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang