Chapter 05 : Tempat yang berbeda

52 6 5
                                    

Tak ada yang tahu alasan kenapa semua ini terjadi.

Tragedi mengerikan yang tidak bisa dicegah oleh siapa pun. Apakah karena ulah manusia dan yang lainnya? Ataukah ....

Saat kembali sadar, kutemukan diriku di sebuah tempat yang tidak wajar. Aku berada di tengah hutan. Benar – benar aneh, 'kan?

Aku mencoba untuk menggerakkan badanku. Percuma. Bahkan untuk merasakan jari – jariku saja, tidak bisa. Pandanganku kabur. Langit bahkan tidak bisa terlihat dari sini.

"Sudah sejauh mana kau terlempar, Rahl?" gumamku.

Aku terus mendesah. Bukan karena tubuhku yang tidak bisa kugerakkan. Melainkan nasibku yang tidak pernah ada baiknya.

Aku teringat mimpi 'aneh' itu. Lelaki pertapa itu mengatakan sesuatu. Tapi, aku benar – benar tidak ingat dengan jelas.

"Aids syndrom?" ujarku. "Bukan ...apot syndrom? Juga bukan. Stupid syndrom? Hmmm ...," Aku terus mencoba mengingatnya.

Satu persatu kalimat yang diikuti kata 'syndrom' terus kuucapkan. Sampai sampai kerongkonganku terasa kering. Tubuhku juga semakin terasa lemas.

"Ah ...aku ingin Choco Space...kalau ada Alisha pasti ...."Aku berhenti sejenak lalu memejamkan mata. "Alisha ...apakah dia baik – baik saja? Tetapi dia lebih pintar dariku, pasti ...,"

Entah kenapa, tubuhku menjadi semakin lemas. Rasanya benar – benar mengantuk. Sepertinya tidur siang lagi tidaklah melanggar etika kerja.

Saat itu, aku benar – benar tidak menyadari kalau tubuhku berada dalam kondisi yang amat kritis.

~000~

Mataku perlahan terbuka.

Kali ini bukan hutan. Walau terlihat buram, aku masih bisa tahu kalau ini sebuah ruangan. Tak ada aroma rumput sama sekali. Sayangnya, tubuhku masih tidak bisa digerakkan. Bahkan untuk menoleh saja terasa menyakitkan.

"Apakah kau sudah sadar, Rahl?" Seseorang berkata dengan sangat lembut.

"Ya ...,"

Aku tidak terkejut saat dia langsung memeriksa di beberapa bagian tubuhku. Dengan peralatan yang ia gunakan, mungkin pekerjaannya seorang dokter. Setelah itu, dia terus bertanya tentang keadaan tubuhku dan aku pun menjawab seadanya.

Setelah orang itu keluar, aku memperhatikan seisi ruangan. Dengan penglihatan yang terbatas, aku meraih kesimpulan, kalau ruangan ini bukanlah ruangan pasien rumah sakit. Lebih tepatnya, rumah seseorang. Tapi siapa?

"Boleh aku masuk?"

"Y-Ya." Seorang yang berpakaian bangsawan itu pun masuk.

Kemudian, ia mengambil kursi dan duduk di sampingku. Yang aku tahu, dia adalah lelaki berambut hitam yang dikepang dengan tatto aneh di wajahnya. Pakaian serba putihnya itu mengingatkanku pada sosok pertapa yang muncul dalam mimpi. Saat melihatku, sebuah senyuman tertoreh di wajahnya.

"Syukurlah," katanya. "Ternyata tidak percuma anak – anak itu membawamu kemari. Tapi aku ingin bertanya satu hal kepadamu. Boleh?"

"Boleh."

"Bagaimana kau bisa sampai kemari?" Nada bicaranya tiba – tiba saja berubah menjadi dingin. Tatapan matanya seperti melihat musuh yang harus disingkirkan.

"Aku tidak ingat secara rinci. Tapi yang jelas, sebuah meteor menghantamku. Dan menyebabkan aku begini."

Wah ...benar – benar menyeramkan. Sorot matanya itu.

Shitty World and Heroes [Vol. I]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang