Tanganku putus.
Kakiku remuk.
Organ dalamku tercecer.
Latihan melawan Bahamut bisa disebut sebagai percobaan pembunuhan. Seperti semut yang tidak berdaya melawan kuasa manusia, begitulah keadaanku saat berhadapan dengan sosok naga terkuat. Lemah dan tak bisa berbuat apa - apa. Sekuat apa pun aku mengeluarkan serangan demi serangan-hal itu seperti gelitikan yang tidak bisa membuatnya tertawa.
Sebagaimana ego manusia saat memangsa makhluk yang tidak bisa berbicara, begitu pula Bahamut saat melontarkan serangannya kepadaku. Tidak ada ampunan sedikit pun. Daya hancurnya bisa membuatku mati seketika. Tetapi, dia selalu menghindarkan hal itu. Seolah aku peliharaan yang bisa seenaknya dia permainkan.
Namun, itu semua hanya buah dari pesimistik yang kupunya. Bahamut benar - benar sangat serius dalam melatihku. Dia jauh lebih mengerti bahaya yang kami hadapi saat masuk ke dalam Batas Hitam. Karena itulah, aku akan menahan rasa sakit yang sudah di luar nalar manusia.
Aku terkapar lagi. Tanpa bisa merasakan lengan dan kedua kakiku. Pandanganku buram dan napasku tersengal - sengal. Ini sudah ke tiga puluh kalinya aku nyaris mati dan kehilangan kesadaran.
Aku berusaha mendudukkan pantat yang sudah kehilangan porosnya. Kedua kaki dan tanganku sedang beregenerasi. Sembari menanti otak dan intuisiku membuat rencana untuk mengalahkan kadal yang terlalu overpower ini.
"Rahl!" Raungannya menggetarkan seluruhnya. "Apa kau akan menyerah lagi?"
Aku menatapnya. Tubuh hitam legam dengan sisik yang lebih keras dari intan membuat pertahanannya sukar ditembus. Walau tubuhnya sebesar itu, entah bagaimana dia mampu bergerak dengan lincah.
Lampauilah logika, katanya.
Sungguh permintaan yang bukan - bukan. Melampaui kenyataan yang ada di hadapanku saja membutuhkan lebih dari tiga puluh nyawa.
"Bahamut," ucapku, perlahan berdiri dengan kaki yang belum memiliki jemari. "Aku tidak mungkin menyerah, walau tidak mungkin juga bagiku untuk menang darimu. Jadi, apa kau punya ide yang bisa aku mengerti?"
"Jangan mengharapkan musuh akan menjawab kelemahan mereka sendiri, Rahl."
Ucapan Bahamut diakhiri oleh libasan ekor yang secepat kilat menerjang.
Dengan tubuh yang belum selesai beregenerasi, aku berhasil menghindarinya di saat - saat terakhir. Namun kontrol gravitasi tubuhku masih berantakan. Membuatku berada di udara tanpa keseimbangan yang baik.
Bahamut langsung mengayunkan kedua sayap perkasanya dan menimbulkan badai yang membuatku semakin sulit untuk memijakkan kaki di tanah. Aku terus melayang dan menahan sabetan angin yang diluncurkannya dalam badai yang tak lekas berhenti.
Walau mataku tersipitkan oleh derasnya angin, aku melihat Bahamut sedang mengambil ancang - ancang untuk melepaskan napas api yang mampu membakar manusia menjadi abu seketika.
Saat regenerasi tangan dan kakiku selesai, Bahamut telah menyemburkan api dalam badainya. Api itu menjalar besar membakar oksigen dengan panasnya. Membuatku tersudut dalam kobaran api yang menyala - nyala. Kakiku memadatkan udara di sekitarnya dan melompat keluar.
Aku yang sedikit beruntung-mampu menembus badai api dengan mengorbankan kedua tangan agar mataku bisa berfungsi. Naas, panas itu hampir memanggangku hidup - hidup. Rambutku lenyap. Badan menghitam dan mengeluarkan bau gosong. Kakiku masih dapat bertahan menopang tubuh yang gemetaran.
"Apimu lemah sekali, Bahamut!" teriakku, sebuah provokasi. "Bahkan jagung bakar butuh api yang lebih panas dari pada ini untuk matang!"
Sorot mata Bahamut menjadi tajam. Walau dia ada cukup jauh di depan, tatapan itu membuat ketakutan menjalar hingga kulitku ingin terkelupas.
KAMU SEDANG MEMBACA
Shitty World and Heroes [Vol. I]
Fantasy[Cover dibuat oleh : Lin Fantasi] Karena seorang pria normal tanpa bakat, sihir, dan keajaiban surgawi, Rahl sulit mendapatkan pekerjaan di dunia yang baru saja terbentuk akibat perpaduan Bumi dan Elysium. Rahl hanya mampu menafkahi hidup dengan ne...