Chapter 06 : Dia, Dia, Dia, dan Dia

14 2 2
                                    

 "Dia, dia, dia dan ... dia juga."

"Apakah Anda yakin?"

"Ini adalah taruhan yang besar. Hanya mereka yang bisa melakukannya. Kita tidak punya banyak waktu."

"Aku harap taruhan Anda benar ... Grandorus."

~000~

Sekali lagi ... aku membuka mata.

Terlihat samar – samar, namun tempat ini pasti yang disebut rumah sakit. Walau tidak pernah menjadi pasien sebelumnya, tetapi dengan melihat pakaian yang wanita itu kenakan membuatku yakin. Hanya saja, apa ada seorang perawat dengan wajah yang begitu keriput? Akhirnya aku batalkan niat membuka mata. Sia – sia dan tak bemakna.

"Loe ... sudah bangun, 'kan?" Suaranya terdengar menyeramkan.

Ia tiba – tiba saja menampar – namparku. Dengan kemampuan akting yang kumiliki, aku bisa bertahan melawan rasa sakitnya tanpa mengubah mimik wajah.

Tampaknya ia belum menyerah. Kali ini ia menarik selimut yang kukenakan. Tiba – tiba saja, sesuatu memukul harta karun berhargaku dengan kekuatan yang tak bisa dibayangkan laki – laki. Spontan aku duduk dan berteriak.

"Dasar nenek gila!"

Seisi ruangan tertawa. Lebih tepatnya, menertawakanku. Aku tidak mungkin memberitahu siapa pun sebab mereka tertawa. Itu aib lelaki.

Setelah selesai dengan kelakuan aneh nenek tersebut, aku bangkit dari ranjang ini. Aneh. Tidak terdapat satu pun luka di tubuhku. Bagaimana bisa? Apakah semua yang aku alami itu hanya mimpi belaka? Entahlah. Hanya saja, ada satu simbol aneh berada di telapak kananku. Bentuknya seperti lingkaran dan berwarna hitam. Kecil dan tepat di tengah. Selain itu, semuanya terlihat normal.

"Seluruh pakaianmu ada di sana. Ganti pakaianmu lalu pergilah ke ruang tersebut." Nenek perawat itu menyodorkan sebuah kartu ID.

Aku hanya bisa mengangguk.

Apakah ini jebakan badman juga? Entahlah. Tapi wajahnya tadi terlihat serius. Mungkin sesuatu yang genting.

Dengan tubuh yang sehat bugar tanpa sebab ini, aku menuju ruangan yang dimaksud. Ruangan yang dimaksud memerlukan ID khusus untuk bisa masuk.

"Nenek itu ...," gumamku.

Tanpa pikir panjang, aku melangkah masuk. Di sana hanya ada satu tempat tidur. Alat – alat yang tak kuketahui fungsinya berada di sekitar ranjang tersebut.

Aku berjalan mendekat.

"A-A-Alisha?!" Aku tersentak.

Dadaku mendadak sesak, nyaris tak mampu mengeluarkan napas. Aku segera menggenggam tangannya. Warna kulitnya terlihat sangat pucat. Sampai – sampai aku tidak percaya kalau dia adalah Alisha yang selalu riang gembira.

"Alisha ... Alisha ...." Tanpa sadar, aku menundukkan wajah sambil menyebut namanya berulang – ulang.

Kemudian, air mata jatuh tanpa kuperintah. Seiring kenangan bersamanya yang tak henti bermunculan di kepala, air mataku pun menganak sungai. Itu juga tak mampu melepaskan semua sesak yang mememenuhi dada ini. Semakin aku teringat senyumannya, semakin besar rasa sakit yang menggeluti hati.

Keesokan harinya.

"Rahl ... mau sampai kapan kau akan duduk di situ?"

Aku membalikkan wajah. Melihat sosok yang tak asing.

"Re–Kapten? Apa yang kau inginkan?"

Ia terperanjat seolah melihat hantu.

"A-Apa – apaan wajahmu itu?" Ia berusaha menahan tawa.

Shitty World and Heroes [Vol. I]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang