Pagi ini aku datang agak siang dari biasanya. Aku memasuki kelas yang sudah mulai ramai. Tara yang baru masuk sekolah, kemarin ia tak masuk karena sakit itu menghampiriku.
"Put, kemarin ada pr gak? Gua liat ya ntar." Tara berdiri disampingku yang belum sampai dimeja ku.
"Ada, matematika wajib. Sekarang kan ada pelajarannya, mending lo tulis sekarang." Aku mendahului Tara. Duduk di bangku dan membuka tas mengeluarkan buku tulis matematika wajib.
"Foto aja, deh." Ia mengeluarkan ponsel.
"Eh, Put, kemaren fisika dikasih tau gak nilai nya?." Ia masih memfoto buku matematika ku.
"Udah. Lo 3,3 sama kaya gue. Masih syukur dapet 3, gua kira gua bakal dapet 2. Wkwk."
"Si Vitta berapa?. Lagian gurunya gitu, mau ngerti gimana coba? Ngejelasin gak pernah. Gimana mau ngerti."
"4 dia. Paling gede si Akbar, 5 itu juga. Wkwk."
"Mantep 5. Wkwk."
"PUT, KAK DHIKA DATENG ANJIR." Aku terperanjat kaget dan bangun dari dudukku. Aku mendengar suara deru motor yang sudah aku hapal. Aku mengintip di jendela dan ternyata benar kak Dhika baru datang bersama temannya. Temannya yang membawa motor miliknya, ia duduk dibelakang, dibonceng tepatnya.
"Put, ke kantin gak? Pura-pura aja. Lo pasti pengen ketemu dia kan." Caca menghampiriku. Uuh, I love you, lope-lope muah-muah, Ca.
Mataku berbinar, "AYO, CA."
Aku keluar kelas bersama Caca, ia berjalan duluan. Saat mencapai tikungan kelasku menuju parkiran a.k.a jalan pintas menuju kantin, ia menatapku dan tersenyum. Ia bersama temannya yang membelakangiku. Aku yang mendapat senyuman langsung terkaget dan reflek berbalik badan dan berjalan cepat menuju kelas.
Caca yang masih diam ditempat, dia berteriak, "Put, buruan ke kantin."
Sungguh, aku ingin menyumpal mulut Caca menggunakan kaos kaki yang belum dicuci satu minggu. Aku berpapasan dengan kak Diva, teman dekatnya kak Dhika. Ia seperti terburu-buru.
"Kantinnya lewat sana aja, Ca." Aku mengajak Caca lewat jalan satunya lagi. Aku takut jika ditatap olehnya.
"Ish, lo mah katanya mau ketemu."
"Kalo jodoh mah pasti ketemu terus, Ca. Haha."
Aku berjalan berdampingan bersama Caca. Suara orang berlari terdengar dari arah belakangku, aku menengok kearah belakang. Rupa nya kak Diva berlari, aku menggeser badanku untuk berjalan lebih pinggir. Memberi ruang untuk kak Diva.
"DHIKA." Kak Diva berteriak membuatku terkejut. Sang empunya nama berbalik melihat kearah orang yang memanggilnya. Kak Dhika berhenti dari jalannya, dia didepanku ternyata. Aku menatap ke depan, kearah kak Dhika. Ia menatapku juga. MENATAPKU. Aku terkejut dan langsung mengalihkan pandangku.
"Ca, lewat sana aja ih. Gua gak bisa, gua takut." Aku reflek menyubit tangan Caca.
"Apasi lo mah lebay. Udah biasa aja. Cuma lewat doang kan." Perkataan ketus Caca membuat imanku sedikit tersentil dan meringis. Benar juga apa katanya, cuma lewat doang ini. Oke, aku berjalan. Meski mencoba jalan cepat dan sempat menginjak sepatu Caca beberapa kali yang menyebabkan Caca menggerutu.
Akhirnya aku bisa melewati kawasan merah atau kawasan yang rawan itu. Jantungku rasanya masih berdebar kencang. Effect kak Dhika cukup dahsyat untukku.
"CA, GUA SENENG BANGET." aku berteriak. Orang-orang yang berada dikantin melihatku dengan tatapan tak suka karena ketenangan mereka terganggu oleh suara Selenaku yang membahana.
KAMU SEDANG MEMBACA
WHEN?
Teen Fiction"Jadi, kapan Kak Dhi suka sama gue?" -Putih "Percuma, dek, perhatian sama saya, saya sudah punya calon istri!" -Dhika Sep, 2016