Extra Chapter

1.4K 74 11
                                    

6 tahun kemudian ...

"Anak lo lucu anjir, pengen gua makan pipi nya." Vitta mencubit pelan pipi anak kecil yang berada dalam gendongan Caca. Vitta mengusap perut nya pelan. "Gue jadi gak sabar pengen punya anak."

Vitta sudah menikah. Beberapa bulan lalu. Namun dia belum di beri kepercayaan sama yang di atas. Kak Andi ---kakel pacar abadi nya Vitta--- mengusap pelan lengan Vitta. Aku jadi sedih jika sudah melow seperti ini.

Musa menggendong anak lelaki nya yang ber umur 5 tahun. Musa itu suami Caca. Mereka menikah sekitar 6 tahun lalu. Mereka bahkan sudah mempunyai dua anak, si tampan Arkan dan si kecil Benaz. Lucu jika di pikir, mereka hasil perjodohan yang gak punya rasa apa-apa bisa ngasilin produk sebagus Arkan dan Benaz. Ck.

Si cuek Tara. Dia sedikit banyak peduli sekarang. Mungkin karena dia dokter spesialis anak membuat dia harus lebih peduli. Tak luput dari pandangan pria yang duduk disamping nya yang terus menatap Tara. Tristan. Cowok itu cukup tangguh. Di tolak terus menerus oleh Tara namun tak pernah menyerah dan akhirnya di tahun ke-7 mereka mengenal akhirnya Tara luluh dengan sedikit 'nasihat' para ibu-ibu di atas. Aku sih no comment.

Aku. Bagaimana dengan aku? Setelah acara 'move on' itu aku sudah bisa sedikit melupakan-- bukan melupakan namun sedikit menyampingkan dirinya dari otakku. Aku harus sadar bahwa sekarang ada hati seseorang yang  harus aku jaga. Ya, aku sudah tak sendiri. Ada Raka di samping ku yang memberikan kepercayaan padaku untuk menjaga hatinya dengan penuh. Selama dua tahun ini aku berada di sisi nya. Aku harus menyamping kan ego ku bukan?

"Bentar lagi. Tunggu." Tara mengusap lengan Vitta. Vitta tersenyum.

"Eh kayaknya gue pengen ambil minum deh. Bentar ya." Aku hendak berdiri namun lenganku dicekal pelan. Aku menoleh, "apa?"

"Biar aku aja." Raka berdiri namun aku menahannya sambil tersenyum dan menggeleng pelan.

Omong-omong, aku sedang berada di acara reuni SMA yang di selenggarakan di salah satu hotel bintang 4 di Bandung. Disini ramai. Sangat Ramai. 3 angkatan berada dalam satu acara ini. Aku yang berada di angkatan 36 a.k.a angkatan paling bungsu diantara yang lain merasa kembali ke masa 10 tahun lalu di mana aku melihat mereka dengan seragam SMA yang kekecilan, rok ngatung,  celana nya kaya Rhoma Irama, rambut udah kayak orang Korea. Namun kali ini wajah nya terasa lebih dewasa, iyalah udah pada tua gini, aku mencuri pandang ke arah kak Fadia yang dulu menjadi ketua OSIS di angkatan 35. Dia sekarang terlihat bersama anak kecil, mungkin ber umur 3 sampai 2 tahun dan seorang gadis kecil disampingnya, wajah nya sudah menjadi jiplakan kedua anak itu. Aku mendesah pelan. Kenapa aku jadi mikir kesana kemari harusnya aku segera mengambil minum dan lekas kembali duduk.

Aku mengambil minuman orange dan meminum nya sedikit, aku membawa gelas ku dan hendak pergi ke tempat duduk semula. Aku berhenti. Terpaku. Aku diam. Berbagai pikiran muncul di benak ku. Kenapa dia ada disini?

Bodoh.

* * *

Aku masih disini.

Berdiri dengan gemetar, pelupuk mata yang mulai ber air dan hidung yang di pastikan sudah seperti pantat monyet. Ok abaikan. Aku terus menatap ke arah depan. Ke arah seorang lelaki yang sedang bercengkrama dengan kekasih ku sambil menggendong balita. Hey, Put, back to earth!

"By, sini. Ngapain bediri disitu." Sampai getaran udara yang di olah rumah siput dalam gendang telingaku menghasilkan suara bariton yang ku kenal. Raka.

"E-ah, i-iy-ya." Duh kenapa dengan mulutku? Serasa anak 2 tahun yang masih belajar mengucapkan kalimat.

Aku menghampiri Raka dan orang itu yang terus menatap ke arah ku. Apa ada yang salah? Raka dengan tatapan memuja dan orang itu ... datar. Seperti nya kehadiran ku di sini mengganggu acara mereka. "Ada apa?"

WHEN?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang