'Biar peka'

708 41 5
                                    

Hari ini aku duduk sambil mengipasi diriku sendiri, panas sekali. Suara bising teman-teman dikelas membuat suasana semakin panas. Guru-guru tak dapat mengajar, hanya guru pelajaran pertama sampai jam istirahat saja yang mengajar karena ada acara untuk kelas 12 dari bkkbn.

"Put, anterin pipis yuk ih, pengen pipis." Vitta mengahampiku tergesa-gesa.

Aku tersenyum, "lo mah kebiasaan, baru juga barusan ke kamar mandi." Aku berdiri dan berjalan terlebih dahulu, mataku menatap kearea lapangan yang terdapat acara. Lapangan yang disulap sebagus mungkin untuk acara ini, ekskul seni dikerahkan dan beberapa murid yang berpidato. Dimana kak Dhika? Mataku terus mencari keberadaan kak Dhika,

"Vit, kak Dhi duduk dimana ya? Gak keliatan hayo." Aku memegang bahu Vitta dan berjinjit mencari keberadaan kak Dhika.

"Ih nanti dulu deh, pipis dulu." Akhirnya aku mengalah dan mengikuti Vitta dari belakang yang sudah berjalan dengan cepat didepanku.

* * *

Kami semua bertepuk tangan saat penampilan theater selesai ditampilkan, aku menonton diatas tempat yang biasanya dipakai untuk tempat murid-murid yang telat jika upacara.

"Put, itu kak Dhika bukan sih?" Tara yang berdiri disampingku sedikit mengguncangkan tangan kananku yang masih bertepuk tangan,

"Mana, Tar?" Aku mengikuti arah pandang Tara.

"Itu yang didepan kak Diva." Ia menunjuk kakak kelasku yang sekelas dengan kak Dhika.

"Ih gak keliatan." Aku berjinjit mencoba untuk melihat kak Dhika.

"Ih, lo turun deh," kami turun dan Tara menarik tanganku untuk lebih merapat dengan badannya.

"Mana sih, Tar?." Aku kesal karena tak dapat melihat kak Dhika,

"Tuh, tuh, yang berdiri. Noh kan bener kak Dhika."

Aku menatap seseorang yang berdiri diikuti kedua temannya. Ia bebicara sebentar dengan temannya, ia berjalan kearahku, ralat, lebih tepat nya berjalan kedekat tempat aku berpijak. Aku meremas tangan Tara pelan,

"Dia jalan kesini, jir."

Bu Suharti, guru pendidikan agama islam alias wali kelasku menengok kearahku, ia duduk didekat tempat aku berdiri. Aku langsung terdiam saat ditatap oleh bu Suharti, siaga 12. Kak Dhika berjalan menuju tempat aku berdiri, aku sudah gemetar hanya karena melihatnya berada dalam jarak yang dapat dikatakan dekat denganku, ia menyalami bu Suharti dan tersenyum. Ia berjalan kearahku, aku menahan nafas, keringat yang sudah hampir menetes sedari tadi di pelipisku akhirnya menetes juga. Ia berjalan melewatiku tanpa sedikitpun melihat kearahku. Huft, lega nya. Ia melintas dibelakangku dan seperti nya ia pergi ke masjid, karena waktu dzuhur hampir masuk.

"Huhh." Aku melepaskan nafas lega, aku mengelus dadaku pelan, akhirnya ia pergi, kalau ia tidak cepat pergi mungkin aku akan kehabisan nafas karena sedari tadi aku menahan nafas.

* * *

Aku mengipas-ngipasi badanku sendiri. Cuaca panas yang membuatku keluar keringat. Acara kelas 12 belum juga selesai. Waktu sudah menunjukkan pukul 2. Seperti nya sebentar lagi akan selesai karena jam pulang sekolah akan segera tiba.

Aimar, teman sekelasku berjalan dari luar kelas ke depanku yang duduk dekat pintu masuk.

"Eh, Put, itu mah ninja r-25 punya pembantu gue ya?." Aimar menunjuk motor milik kak Dhika yang terparkir disamping kelasku. Karena parkiran dibelakang sekolah tak cukup maka lahan disamping kelasku dijadikan tempat parkir oleh pihak sekolah.

Aku bangun dari dudukku dan memukul lengan Aimar dengan kipas. "Enak aja ya lo. Punya suami gua noh."

Aimar tertawa dan mengaduh sakit karena aku terus menerus memukulnya.

"Kak dhika, si Putih nih." Suara Indras terdengar kencang sekali. Ia berteriak.

Aku berbalik dan melihat kearah Indras, "kenapa Dras sama suami gue?."

Aku terpaku melihat kearah Indras. Namun bukan Indras yang membuatku terpaku dan diam. Aku langsung tersadar dari diamku dan langsung berlari kedalam kelas dan bersembunyi dibawah kolong meja. AKU MALU!

kak Dhika, ia ternyata sedang berjalan didepan kelasku. Mungkin untuk mengambil motornya. Dan kalian semua harus tahu bahwa aku SANGAT AMAT malu.

Aku terus merapalkan doa yang membuatku lebih tenang. Tara yang duduk dibangku nya melihat kearahku dan tertawa.

"Lo kenapa, sih?." Ia tertawa sangat kencang.

"MALU MALU MALU."

Aku hanya berteriak malu.

"Lo mah lebay. Cuma gitu doang."

"Gua malu banget anjir. Tengil banget emang si Indras." Aku keluar dari persembunyianku dan menghampiri Indras diluar kelas.

"Dras, lo mah jail ih. Malu atuh gua." Aku merengek didepan Indras yang hanya tertawa.

"Atuh supaya peka ya ih kak Dhika nya."

"Ih lo mah. Gua malu ya."

"KAK DHIKA, KAK DHIKA." Shyffa, teman sekelasku meneriaki nama orang yang kusuka. Aku menatap kearah Shyffa yang menatap ke depan. Gawat. Kak Dhika.

Aku masuk lagi kedalam kelas. Duduk dilantai bawah meja nomor tiga. Teman-temanku yang berada didalam kelas melihat kearahku.

"Kenapa, Put?."

"E-eh, gak apa-apa."

Suara berisik diluar kelas terdengar.

"KAK DHIKA, SI PUTIH GAK DIAJAK BARENG?." teriakan Indras terdengar menggelegar di telingaku. Tengil dasar.

"IYA SIH KAK, MASA SI PUTIH GAK DIANTERIN PULANG."

suara deru motor kak Dhika yang sudah aku hapal pergi menjauh. Aku menghela nafas lega. Saat nya memberi pelajaran, guys.

"Lo pada ngeselin emang." Aku merenggut malas. Kesal.

"Biar peka gak apa-apa." Celetuk Shyffa.

"Lo mah biar peka, biar peka mulu. Gua yang malu."

"Gak apa-apa, dia kalo peka kan lumayan, nanti lo bisa deket sama dia. Ajib kan ide gua." Ucap Indras.

"Ntar teh lo balik nya dianterin dia. Beuh, kurang mantep apalagi coba." Balas Shyffa.

Aku mengeluarkan nafas kasar. Niat untuk memberi pencerahan pada Shyffa dan Indras malah aku sendiri yang dapat pencerahan. Aku hanya bisa diam jika sudah dikeroyok seperti ini.

* * *

Ini gaje? Tau. Ini pendek? Iya tau. Makin aneh? Gausah diperjelas plis😂

Ini kejadian real yang kemaren lusa terjadi. VOTEEEEEE

WHEN?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang