Kamu yang terus beku

940 48 2
                                    

"Chat dia jangan ya?."

"Chat aja lah."

Aku lagi sakit tau kak. 10:03

Aku nyesel kemarin 'gak sekolah, gabisa liat kakak baca janji pelajar:(. 10:04

Kelas pun dimulai lagi dengan pelajaran bahasa indonesia. Guru yang mengajar bahasa Indonesia dikelasku ini sudah 'agak tua dan jika memberi tugas atau pr itu banyak sekali, buat puisi, buat resensi novel, buat teks prosedur kompleks, wawancara guru kelas lain. Intinya guru ini sangat menyebalkan bagi murid kelasku.

"Sekarang kalian berkelompok berempat, kebelakang saja biar mudah."

"Kelompok satu, materi nya Sinonim. Kelompok dua, materi nya Homonim. Kelompok tiga, homofon. Kelompok empat, homograf. Kelompok lima, contoh kalimat sinonim 10, kelompok enam kalimat homonim 10."

Dikelas pun langsung ramai, membicarakan apa saja yang akan dicari di internet.

"Buru, cari." Kata Yunus. Dia teman yang duduk di depanku dan Caca.

"Gada kuota gue, Nus. Pake yang lo aja." Caca membalas ucapan Yunus.

"Iya, Nus. Buruan. Pake yang lo aja." Azizan, dia teman sebangku nya Yunus.

"Yaudah nih. Gua kan baik, rajin menabung dan tidak sombong." Yunus memberikan ponsel nya kepada Caca.

"Gitu kek, Nus. Baik sekali-kali."

"Emang nya gua 'gak baik apa selama ini?."

"Enggak."

"Gua baik, yah."

"Baik dari mana nya lo?."

"Dih gua mah baik, lo aja yang 'gak tau kalo gua baik."

"Terserah dah. Buru deh, Ca, cari. Gua yang tulis." Aku malas mendengar ocehan kedua orang yang jarang akur ini.

Selagi Caca mencari materi di Internet. Aku iseng membuka ponsel dan munculah notifikasi bendera LINE. aku ogah-ogahan buka aplikasi LINE karena pasti tidak jauh sama ocehan di grup kelas atau grup ekskul.

Mataku melotot melihat chat di awal aku membuka aplikasi tersebut. Ini bener dibales sama Kak Dhi. SERIUS?.

Aku langsung melihat balasan chat dari Kak Dhi. Dan aku langsung merinding seketika. Air dipelupuk mataku bergerumul menanti keluar.

Tanpa sadar air mataku menetes membasahi buku dan ponselku dan langsung ku letakan di kantung seragam sambil me-lap air mataku.

"Ca." Aku tak yakin suara ku sedap didengar untuk saat ini.

Caca mendongak menghadapku dan langsung menaruh ponsel Yunus dimeja sembarangan.

"Eh lu nyelow dong, Rab. Hp gua rusak ntar."

Caca hanya memberikan tatapan 'suka-suka gua, Yuyun.' Dan langsung mengalihkan pandangan nya kepadaku.

"Put, kenapa? Lo kok nangis?."

"Ca."

"Ih kenapa, put. Ayo bilang."

"Ca." Air mataku langsung menetes tanpa henti saat Caca semakin panik karena melihat ku menangis tiba-tiba.

"Ih, Tara. Vitta. Sini cepet. Ini si Puput kenapa." Caca itu memang cepat panik orang nya.

Tara dan Vitta pun langsung menghampiri ku dan Caca dengan tatapan bertanya.

"Kenapa, put?. Jangan nangis." Ucap Tara sambil mengelus bahu ku yang terus bergetar menahan tangisku semakin keluar.

"Cerita coba."

"Ca." Aku tak sanggup berkata. Dadaku bergemuruh dan tangis ku makin menjadi. Untung saja guruku saat ini sedang keluar sebentar.

"Kenapa ih."

"..."

"Put, lu cerita dong. Jangan dipendem sendiri gini ah."

"..."

"Lu bilang, siapa yang bikin lu nangis."

"..."

"Lu ngomong dong. Kalo lu 'gak ngomong kita mana tau lah, Put." Caca sudah tak sabar dengan sikap ku yang terus diam jika ditanya.

"K-Kak Dhi." Sambil terisak aku hanya sanggup mengeluarkan sepatah kata.

"Kenapa sama Kak Dhi?."

"Dia bilang apa sama lo?."

"Dia bilang 'lo jangan lenje sama gua deh' gitu?".

"Atau dia bilang 'gak usah chat alay sama gua, risih.' Gitu?."

"Bu-bukan." Masih terisak aku terus menangis dan me-lap ingus ku dengan tisu yang ada di meja. Bekas ke kamar mandi tadi belum ditaruh ke tas.

"Terus apa, Put?." Vitta dengan sabar menanti jawaban yang keluar dari mulutku.

"Jangan bikin gua gemes deh." Beda dengan Caca yang langsung ingin mendengar penjelasan kenapa aku menangis.

"Gak ah." Aku menjawab cepat dan langsung diam.

"Buru ih bilang." Caca terus bertanya dengan nada sedikit membentak. Gemas mungkin.

"G-gamau."

"Cepet bilang."

"G-gamau, C-ca."

"Gua ambil nih ya hp lo."

"J-jangan ih."

"Pit, pegang tangan nya. Gua mau ambil hp nya."

"J-jangan, Ca. Jangan."

Caca terus mengambil ponsel ku paksa. Dan dia mendapat kan apa yang dia mau, ponselku.

Caca dengan cepat membuka password ponsel ku. Dan langsung membuka aplikasi LINE.

"Jangan di buka, Ca. Baca aja, jangan sampe ketauan udah di read." Isakan ku sudah 'agak berhenti.

"Iya, gabakal."

"Ayo, Ca. Bacain buru."

Kalo lu masuk, gua yang gabakal masuk. 10:34

"Edan. Gasakit aja siah."

"Anjir, minta di tabok nih anak."

"Respon nya bangsat banget."

"Udah ah. Gua 'gak apa apa, kok, serius." Aku sudah mengahapus air mata ku dan me-lap ingus yang keluar.

"Tapi dia bangsat banget, Put. Tengil banget. Se-engak nya dia kasih respon yang baik kek. Jangan sampe bales kaya gini, mending gausah diread aja sekalian."

"Lagian lo masih mau aja chat dia. Udahlah lupain aja Kak Dhi."

"Mending gausah chat lagi aja mulai sekarang."

"Gua 'gak bisa berhenti chat dia." Aku hanya meringis mendengar ocehan yang keluar dari mulut teman-temanku ini.

"Tapi dia 'gak pernah bales. Sekali nya bales nyelekit gitu."

"Karena gua gabutuh balasan, gua cuma butuh respon. Dengan dia read chat alay gua aja, gua udah seneng. Mau bales apa 'enggaknya itu terserah dia."

"Terserah lo deh."

* * *

WHEN?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang