Part 17 - oma and grandson converstation

101 10 0
                                    

Davinne

"Dave..."

Aku menoleh ke arah tante Andriani. "Ada apa tante?" Tanyaku.

"Tolong jemput oma di bandara sekarang dong sayang" katanya sambil menunjukkan layar ponselnya.

"Oma ke Jakarta?" Tanyaku.

Tante Andriani mengangguk. "Terminal 3 ya sayang, oh iya pesawat oma mendarat jam 11 siang"

sebenernya tanpa harus dijelaskan aku juga udah bisa lihat sendiri di layar ponsel tante Andriani.

Aku melirik kearah jam tangan, menunjukkan pukul 9:30.
Whatt??? Setengah sepuluh??? Satu setengah jam mana cukup buat sampe ke Bandara??

"Yaudah aku berangkat sekarang ya tante" aku mencium punggung tangan tante Andriani, lalu bergegas meraih kunci mobil yang berada diatas meja kecil di sebelah kasur Dee.

"Hati-hati Ya Dave, jangan ngebut-ngebut" kata tante Andriani mengingatkan.

Aku bergegas pergi meninggalkan kamar inap Dee, lalu berlari ke arah parkiran, begitu sampai parkiran, aku menyebarkan pandanganku keseluruh sisi penjuru parkiran, berusaha mengingat-ingat lokasiku menaruh mobil sebelumnya.

Lalu pandanganku terhenti pada sebuah mobil pajero sport hitam yang terletak di sudut sebelah kiri tempat parkir rumah sakit.

Aku segera bergegas menghampiri mobil itu, lalu mengemudikannya dengan kecepatan tinggi.

Aku nggak mau oma kelamaan nunggu di Bandara, meskipun umur oma belum terlalu tua tapi tetep aja aku nggak tega kalo harus liat oma nunggu sendirian di Bandara.

Aku mengemudikan mobilku memasuki tol.
Shit!! Baru masuk tol udah kena macet, aku paling benci macet, ini nih yang bikin orang jakarta bisa ngalamin penuaan dini, gimana enggak kalo setiap hari harus berurusan sama kemacetan.

Setelah hampir satu jam terjebak macet akhirnya jalan di Tol udah mulai lancar, aku melirik ke arah jam tangan, jam 11.15.
Aku mempercepat laju kecepatan mobil, aku udah telat lima belas menit, dan jalan masih lumayan jauh.

Aku meraih ponsel yang berada di saku celana tanpa memberhentikan laju mobil.

menekan beberapa digit angka lalu menekan tombol 'Call'.

"Hallo oma?"

"Halo" jawab seorang wanita dibalik telepon itu.

"Oma, Dave kena macet nih, maaf ya oma, oma nggak apa-apa kan kalo harus nunggu sebentar?" Tanyaku pada oma.

"Dave..., Oma masih di Surabaya kok, pesawatnya di delay, ini pesawatnya baru mau terbang ke Jakarta, maaf ya oma nggak ngabarin kamu, oma kira pak wardiman yang jemput oma" jawab oma.

"Oh gitu? Yaudah bagus deh oma, daripada oma harus nunggu, yaudah hati-hati ya oma" kataku.

"Kamu nyetirnya jangan ngebut-ngebut, awas ya!" Kata oma mengingatkan.

"Iya oma sayang..." Jawabku.

Klik! Aku mengakhiri telponnya.

Syukur deh kalo pesawatnya di Delay, aku nggak tenang aja kalo oma sampai nunggu sendirian di Bandara.

Oma itu satu-satunya orang tua papa yang masih tersisa, bagiku oma itu adalah sosok wanita yang kuat, mandiri, sederhana, dan setia.

Sejak meninggalnya Oppa 8 tahun yang lalu, oma tinggal di Surabaya sendiri, anak pertamanya om Herman sekarang tinggal di Singapore, anak keduanya bokap gue, sekarang bokap gue dinas di papua, anak ke tiganya tante gue, tante Indira sekarang tinggal di makasar ikut suaminya, anak ke empatnya nyokapnya Dee, tante Andriani tinggal di Jakarta.

Goodbye HappinesTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang