{Part 4}

17.1K 954 15
                                    

Carlo mengacak rambutnya frustasi karena kejadian beberapa jam yang lalu. Dia bahkan tidak bisa tenang saat ini. Apa yang dia lakukan. Kenapa dia mencium Icell yang seorang gadis.

"Arghh!!!!"

Carlo mengerang keras merasa putus asa. Dia sudah tidak mengerti lagi apa yang terjadi pada pikirannya dan juga debaran asing di dadanya saat berdekatan dengan Pricell. Ini tidak boleh terjadi. dia tidak boleh menghianati Javi kekasihnya.

Carlo kembali mengacak rambutnya gusar lalu meraih ponselnya yang tergeletak diatas nakas. Carlo menekan angka satu pada panggilan diatas layar ponselnya.

"Carlo?"

"Aku perlu bertemu denganmu.."

****

Seorang pria tampan dan gagah dengan tenang duduk sambil menikmati minumannya. Dengan sabar pria tampan namun dingin dikarenakan tekstur wajahnya yang keras itu sedang menunggu sang kekasih tiba.

Beberapa menit kemudian, seorang pria tinggi dengan badan yang sedikit kecil yang tak kalah tampan mendatangi meja pria dingin tersebut.

"Maaf, aku sedikit terlambat. Sudah lama menungguku?"

Pria tampan dengan wajah dingin itu mendongakkan kepalanya setelah mendengar sang kekasih yang dia tunggu sedari tadi sudah tiba didepannya dan sedang berbicara padanya.

"Lumayan lama." Wajah pria dingin itu seketika berubah menjadi lembut setelah melihat kekasihnya. Dia tersenyum tipis pada sang kekasih.

Pria yang baru saja datang balas tersenyum lebar pada pria didepannya itu lalu duduk disebelah kekasihnya.

"Aku merindukanmu, Javi."

Carlo menatap Javi yang berada disebelahnya dengan penuh rindu. Melihat sang kekasih menatapnya seperti itu, Javi segera menggerakkan tangannya untuk mengusap lembut rambut Carlo yang berantakan. Memang Javi sengaja memesan tempat khusus agar hubungan tidak wajar mereka tidak diketahui oleh siapapun.

"Kau sedang mengalami masalah?" Javi tetap mengusap rambut Carlo sambil mengangkat sebelah alisnya tanda dia sedang bertanya masalah apa yang dihadapi kekasihnya Carlo hingga membuat rambut kekasihnya yang biasanya begitu rapih menjadi berantakan seperti ini.

Carlo menatap dalam mata Javi. Dia sudah merasa kehilangan akal jika harus menghianati Javi. Dengan pelan Carlo menghentikan usapan tangan Javi pada rambutnya.

"Javi.. Kurasa aku mulai gila." Carlo masih menatap dalam mata Javi yang sekarang sudah menyipit bingung karena perkataan aneh kekasihnya.

"Gila? Apa maksudmu?" Javi menatap khawatir Carlo yang sedang menunjukkan ekspresi seperti frustasi.

"Apa kau.. Mencintaiku?"

Javi mengerutkan dahinya bingung dengan pertanyaan Carlo.

"Bukankah kau tahu jawabanku tanpa harus bertanya?"

Carlo menggelengkan kepalanya frustasi sedangkan Javi semakin menyerngitkan dahinya melihat sikap aneh Carlo saat ini.

"Bukan itu yang ingin kudengar. Aku ingin kau mengatakan bahwa kau akan tetap mencintaiku, walaupun suatu saat aku bukanlah Carlo yang kau kenal." Carlo menangkup wajah Javi dengan kedua tangannya memastikan Javi mengucapkan kalimat itu sambil menatap matanya.

Javi sebenarnya masih merasa bingung dengan ucapan kekasihnya namun dia meyakinkan dirinya untuk selalu percaya pada pria yang lebih kecil darinya itu. Javi tersenyum tipis lalu balas menatap mata Carlo dengan yakin. "Tentu saja. Aku akan selalu mencintaimu, Carlo Frankins."

****

Pricell menatap pantulan dirinya pada cermin didepannya. Dia masih tidak percaya bahwa Carlo menciumnya dibibir.

Kejadian tadi siang benar-benar tidak pernah masuk dalam benaknya. Apa Carlo mulai menyukainya. Pricell menepuk kepalanya sendiri merasa pemikiran itu sudah pasti tidak benar. Tidak mungkin Carlo menyukai gadis biasa yang hanya seorang anak dari panti asuhan. Tidak diketahui asal usulnya, bahkan tidak berpendidikan. Hanya lulusan sekolah menengah atas. Walaupun dia sempat berkuliah namun itu hanya satu semester karena kebutuhan panti asuhan yang sedang melunjak naik saat itu.

Suara pintu terbuka membuat lamunan Pricell terhenti. Pricell menatap pantulan di cermin untuk mengetahui siapa yang sudah memasuki kamarnya tanpa mengetuk pintu.

Dan seketika itu juga tubuh Pricell membeku saat melihat bahwa seseorang yang membuka pintu kamarnya tanpa mengetuk itu adalah orang yang sedari tadi Pricell pikirkan. "Ca-carlo...?"

Melalui pantulan cermin Pricell bisa melihat Carlo melangkah mendekati tubuhnya yang masih membeku ditempat. Hingga beberapa detik kemudian tanpa Pricell sadari Carlo sudah berada tepat dibelakangnya.

Perlahan dari belakang Carlo melingkarkan lengannya pada perut Pricell. Mendekap gadis itu dengan erat dan menenggelamkan kepalanya di ceruk leher Pricell yang jenjang, untuk menghirup aroma alami tubuh gadis itu. Lalu Carlo mengecup kecil ceruk leher Pricell hingga dia bisa merasakan tubuh gadis itu menegang karena kecupan kecilnya.

"Jadilah obatku, Icell."

Healer [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang