{Part 12}

14.9K 782 13
                                    

Setelah Aberto keluar meninggalkan mereka berdua, Javi menatap Pricell tajam. "Jangan banyak bertingkah. Kesabaranku sudah hampir habis."

Pricell mentap Javi dengan malas. "Memangnya kenapa? aku adalah menantu dirumah ini."

"Kau hanyalah mesin pembuat anak."

Pricell terkekeh pelan. "Heh.. bagaimana caranya aku bisa mempunyai anak selain dari ide konyolmu yang menyuruhku untuk melakukan Inseminasi? Ah.. Tapi sepertinya aku mengenal seseorang yang mengalami Gynephobia?." Pricell mengangkat sebelah alisnya mengejek.

Tubuh Javi membeku seketika. Rahasia yang selama ini disimpan rapat olehnya sudah diketahui orang lain. "Kau! Bagaimana bisa kau!."

Pricell tertawa dengan keras. "Jika kau bersedia memijat kakiku, aku berjanji akan merahasiakannya dari Ayah."

Javi menggeram marah. "Beraninya kau!"

"Hanya memijat kakiku dan rahasiamu akan aman. Apakah terlalu sulit untuk melakukan hal itu?"

Javi yang sudah muak ingin bergegas meninggalkan Pricell, namun sebelum dia sempat berdiri, Pricell sudah terlebih dahulu meletakkan kakinya diatas paha pria itu. Javi membelalak tidak percaya akan tindakan Pricell. Tubuhnya menegang dan nafasnya memburu karena trauma yang dimilikinya muncul kembali.

"Ada apa?"

Javi tidak menanggapi pertanyaan dari Pricell, pikirannya terasa kabur dan tubuhnya bergetar. Merasa khawatir akhirnya Pricell mengangkat tangannya lalu menyentuh dada Javi yang masih bernafas dengan berat. Javi langsung tersadar saat merasakan sentuhan didadanya.

"A-apa yang kau lakukan?" Nafas Javi bertambah sesak karena terkejut.

"Tenanglah.. Aku hanya ingin membantumu." Balas Pricell sambil mengelus lembut dada Javi bermaksud menenangkan. Javi yang seperti terhipnotis hanya menurut.

"Sekarang coba kau tarik nafas perlahan lalu hembuskan kembali perlahan. Jangan terlalu tegang! Lemaskan tubuhmu."

Entah kenapa Javi mengikuti intruksi dari Pricell, sedangkan Pricell terus memberi arahan sambil mengelus dada Javi untuk membuat pria itu tenang. Tanpa sadar tangan Javi sudah bertengger manis di pinggang Pricell sehingga sekarang posisi Pricell berada dalam pangkuan Javi seperti berpelukan. Perlahan nafas Javi mulai teratur dan tubuhnya tenang kembali."Bagus! Sudah mulai stabil!" Ucap Pricell semangat. Javi menatap Pricell dalam. Mata Pricell yang berbinar semangat itu tidak bisa dia hindari.

"Manis." Gumam Javi tanpa sadar. Seperti terhipnotis tangannya meraih tengkuk Pricell.

Membawa wajah Pricell mendekat dengan wajahnya.

Pricell yang masih fokus mengelus dada Javi tidak menyadari bahwa wajahnya sudah sangat dekat dengan wajah Javi hingga setelah beberapa detik dia baru tersadar dan menghentikan elusannya saat merasakan benda kenyal dan hangat melingkupi permukaan bibirnya.

"Hmmppp.....!!" Pricell tidak bisa mengucapkan satu katapun. Matanya terbelalak, tubuhnya seketika melemas. Namun baru saja Pricell menikmati sensasi hangat, Javi sudah mendorong tubuhnya hingga terjatuh dari pangkuan. Pricell meringis kesakitan ingin memaki, namun terhenti saat melihat Javi yang sudah berlari cepat menuju toilet.

Sampai pada kamar mandi Javi yang merasa mual hanya bisa memuntahkan cairan bening dari mulutnya. "Sepertinya aku kelelahan."

Setelah membersihkan mulutnya dari sisa muntahan, Javi kembali keruang kerja Aberto dan melihat Pricell yang tadi terjatuh karena dorongannya sudah kembali duduk di sofa sambil menundukkan kepala dengan wajah memerah. "Kenapa kau masih disini?" Suara Javi dingin.

Berbeda dengan auranya beberapa saat lalu.

Pricell mengangkat wajahnya ingin menjawab namun terhenti saat Javi kembali berlari menuju toilet. Pricell yang bingung segera menyusul Javi.

"Kau sakit? Dimana yang sakit? Katakan padaku." Tanya Pricell lembut.

Javi tidak menjawab, hanya bisa memuntahkan cairan bening kembali. Pricell yang inisiatif segara memijat tengkuk Javi hingga pria itu mulai berhenti mengeluarkan cairan bening. Setelah selesai tubuhnya lemas tidak bertenaga kemudian jatuh kelantai.

"Javi!" Panggil Pricell panik. Dengan susah payah Pricell membopong tubuh besar Javi keluar dari ruang kerja menuju kamar dan menidurkannya diranjang.

Karena teriakan Pricell tadi seluruh anggota keluarga menghampiri kamar Javi dengan tergesa. Aberto yang sigap langsung menelepon dokter sedangkan Serra yang melihat anaknya terbaring tidak berdaya langsung menatap Pricell tajam.

"Apa yang sudah kau lakukan pada anakku! Kau mencari kematian!" Serra menghampiri Pricell lalu menarik rambutnya dengan kasar.

"Hentikan. Tenanglah Serra, aku sudah memanggil dokter." Aberto menarik Serra menjauh dari Pricell.

Terpaksa Serra harus melepas rambut Pricell, beberapa rambut indah itu bahkan rontok ditangan

Serra. Setelah lepas Pricell dengan cepat berlari pada Aberto dan berlindung dibalik tubuh tinggi Ayah mertuanya. Entah kemana sifat pemberaninya yang dulu, bahkan sekarang Pricell sudah menangis, sejak dua bulan ini memang sifat Pricell berbeda.

Beberapa menit setelah suana menegangkan akhirnya seorang dokter pria datang memasuki kamar. Serra langsung memaksa dokter tersebut memeriksa Javi. Selama pemeriksaan dokter tersebut hanya menyerngit bingung.

"Sepertinya Tuan Javi hanya merasa kelelahan dan itu membuatnya merasa mual." Ucap dokter tersebut menyampaikan kondisi Javi.

"Javi hanya memuntahkan cairan bening. Apakah itu normal?" Pricell yang masih berlindung dibelakang tubuh Aberto menyembulkan sedikit kepalanya ke samping.

Dokter tersebut menyerngit setelah melihat Pricell. "Apakah anda istrinya?."

Pricell menganggukkan. "Benar, namaku Pricell Davoila."

"Maaf aku tidak mengetahuinya. Boleh aku memeriksa anda, Nyonya Pricell?"

Mendengar itu Serra bertanya dingin. "Untuk apa kau memeriksanya? Dia tidak sakit. Saat ini yang sedang sakit adalah anakku."

Dokter pria itu memberikan senyum pengertian. Dia sudah terbiasa akan sikap dingin Serra.

"Saya akan memberitahu Nyonya jika sudah memerikanya."

Serra hanya berdecih tidak suka. Pricell segera keluar dari perlindungan Aberto lalu berbaring disebelah Javi untuk diperiksa. Saat diperiksa oleh Dokter tersebut, Pricell kebingungan ketika Dokter pria itu meminta izin menyingkap sedikit bajunya dan memeriksa perutnya dengan alat pendengar jantung. Saat itu Pricell melihat senyuman lebar sang Dokter.

Dokter itu merapikan alatnya tanda dia sudah selesai memeriksa, dengan senyum yang terus tersungging di bibirnya sang Dokter berkata.

"Aku sudah selesai memeriksa, dan aku mempunyai kabar yang sangat menggembirakan untuk keluarga Laxious."

"Apa itu?" Tanya Aberto penasaran.

Seluruh orang yang berada diruangan itu menanti ucapan sang Dokter. "Selamat untuk seluruh anggota keluarga. Nyonya Pricell positif hamil."

"Apa? Hamil? Apa aku punya seorang cucu?." Serra masih dalam kebingungan belum bisa mencerna semua ucapan dokter.

"Aku sudah menduga ini Serra! Ternyata benar!." Aberto yang tanggap langsung memeluk istrinya yang masih bingung.

Pricell hanya bisa menegang diranjang setelah mendengar kabar ini. Kilasan malam itu terbayang dikepalanya. Dan hayalan dimasa depan juga membayang di kepalanya. Perasaannya saat ini bercampur aduk antara bahagia, takut, dan juga khawatir. Hingga lamunannya terhenti saat mendengar suara dingin dari seseorang yang masih terbaring lemah disebelahnya.

"Tidak. Bayi yang dikandungnya bukanlah anakku. Jangan tertipu oleh wanita itu. Beraninya dia hamil dari benih pria lain saat masih menjadi istriku. Aku sama sekali tidak pernah menyentuhnya. Bagaimana mungkin dia bisa hamil anakku?"


Healer [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang