{Part 13}

14.7K 843 43
                                    

Semua terdiam mendengar pernyataan dingin Javi. Bahkan Aberto dan Serra yang tadinya melompat riang sambil tertawa juga ikut terdiam. Semua mata tertuju pada Pricell yang sudah berkeringat dingin.

"Jelaskan semua ini Pricell. Anak siapa yang sedang kau kandung?" Tegas Aberto dingin. Entah pergi kemana sifat penyayang Aberto.

"Te-tentu saja ini anak Javi." Pricell mulai gugup, tangannya bahkan sudah basah oleh keringat.

Javi menggeram marah sambil berusaha duduk bersandar diranjang. "Kau jangan berbohong wanita murahan! Aku sangat yakin aku tidak pernah, Argh!" Javi tertatih berlari ke toilet untuk memuntahkan cairan bening kembali. Serra yang sigap langsung menyusul anaknya dan mulai memijat tengkuk Javi.

Aberto mengabaikan kondisi Javi dan kembali bertanya pada Pricell. "Kau tidak berbohong? Selama ini aku percaya padamu. Jangan membuatku kecewa." Suara Aberto terdengar putus asa.

"Aku berani bersumpah aku tidak berbohong. Bayi yang aku kandung adalah anak dari Javi. Jika aku benar berbohong kalian boleh mengusirku dari rumah ini." Kedua mata Pricell memancarkan keyakinan.

Dokter yang sedari tadi melihat drama keluarga Laxious yang memanas itu akhirnya memberi usulan. "Tuan Aberto, menurut dugaan saya, sepertinya Tuan Javi merasa mual bukan karena kelelahan melainkan disebabkan oleh bawaan bayi yang dikadung oleh sang istri, terkadang memang bisa terjadi seperti itu."

"Namun aku belum yakin itu adalah anak dari Javi. Aku ingin tes DNA." Final Aberto.

Pricell hanya menunduk mendengar keraguan Aberto. Sedangkan sang Dokter menatap prihatin pada Pricell. "Baiklah, saya akan melakukan tes DNA saat kandungannya memasuki bulan ketiga karena kandungan Nyonya Pricell masih sekitar dua bulan jadi belum bisa melakukan tes DNA lewat darah."

Aberto mengangguk mengerti. ''Aku akan menunggu satu bulan lagi untuk melakukan tes. Sekarang kau bisa pergi. Bayaranmu akan aku transfer."

Sang Dokter mengucapkan salam kemudian pergi dari kamar Javi. Sementara itu Javi yang sudah selesai membuang mualnya kembali bersandar pada ranjang lalu menekan pundak Pricell keras hingga Pricell meringis kecil. "Katakan padaku siapa anak yang ada didalam perutmu."

Pricell tetap menunduk tidak berani menatap Javi. "A-anakmu... Ja-Javi--"

"Kau berbohong! Katakan dengan jujur pelacur!."

Aberto yang merasa kasihan menarik Pricell menjauhi Javi yang sedang meletupkan amarahnya.

"Tenang Javi. Kita bisa mengetahui kebenarannya saat melakukan tes DNA satu bulan lagi."

"Baik. Selama satu bulan, sebelum kebenaran terungkap, aku tidak ingin melihat wajahmu." Suara Javi sangat dingin membuat tubuh Pricell bergetar.

"Aku tidak sudi dia masih tinggal satu bulan disini jika benar itu bukan anak Javi." Kini Serra yang meluapkan amarahnya.

Pricell yang tadinya merasa takut malah menggeram marah merasa direndahkan begitu dalam. "Aku tidak berbohong! Bayi ini anak Javi! Jika aku benar maka aku memintanya untuk berlutut sambil meminta maaf padaku, Javier Laxious!"

Javi mendengus. "Aku terima tantanganmu. Tapi jika itu bukan anakku maka kau yang akan berlutut memohon dibawah kakiku."

Pricell menatap lurus tepat dikedua mata Javi. "Kau akan menyesali kata-katamu."

****

Sudah dua minggu berlalu dan Javi benar-benar tidak ingin melihat wajahnya begitu pula dengan Aberto. Bahkan seluruh anggota keluarga selalu meninggalkan meja makan jika Pricell datang.

Pricell mulai tertekan. Karena diabaikan akhirnya Pricell selalu memakan makanannya didalam kamar.

Pagi buta Pricell sudah berada ditoko bunga tempatnya bekerja tidak mau menggangu acara makan pagi keluarga Laxious. Walaupun sebenarnya dia juga masih bagian dari keluarga Laxious.

Akhirnya pagi tadi dia melewatkan jadwal minum susu Ibu hamilnya karena terburu-buru.

Pricell sudah seharian berada ditoko bunga memang sengaja tidak ingin pulang. Lagi pula tidak ada yang mengharapkannya dirumah itu. Hingga malam Pricell belum juga pulang.

"Nyonya Smith.. Bolehkah aku menginap ditoko? Hanya semalam saja.. Bolehkah..?" Tanya Pricell ragu pada pemilik toko. Takut tidak di perbolehkan. Tetapi Pricell langsung merasa lega saat Nyonya Smith tersenyum lembut.

"Tentu saja boleh, bahkan kau boleh menginap kapanpun karena kamar diatas memang kosong bekas karyawan dulu." Pricell tersenyum berterima kasih.

Setelah Nyonya Smith pulang, Pricell menutup toko dan membersihkan diri. Tidak lupa Pricell untuk makan malam dengan lauk yang tadi dibelinya direstauran depan toko bunga.

Saat Pricell bersiap untuk tidur didengarnya suara ketukan pintu dibawah toko dan juga teriakan seseorang yang memanggil namanya. "Pricell, Aku tahu kau didalam. Cepat keluar. Beraninya kau tidak pulang kerumah."

Pricell segera melempar selimut yang tadi dipakainya dan berlari menuruni tangga lalu membuka pintu toko.

"Apa yang kau lakukan disini?" Tanya Pricell terkejut.

Javi meremas pundak Pricell. "Dasar bodoh! Apa yang kau pikirkan hingga larut malam belum juga pulang kerumah? Bahkan kau tidak meminum susumu pagi ini."

Bagaimana bisa Javi mengetahui dia tidak meminum susu Ibu hamilnya pagi ini. "Dari mana kau tahu aku tidak meminum susu pagi ini?" Tanya Pricell heran. Bahkan Pricell sendiri yang membeli susu hamil itu. Seharusnya Javi tidak tahu tentang susu hamil.

Javi berdecak merasa jengkel. "Tidak penting aku tahu dari mana, sekarang kau harus pulang kerumah dan meminum susumu. Kau itu sedang hamil, kenapa kau masih berada ditempat tidak jelas seperti ini. Bagaimana jika janinmu bermasalah, dasar bodoh."

Pricell terpaku dengan perhatian Javi hinggga tidak sadar pria itu sudah memasukkannya kemobil dan membawanya pulang kerumah. Selama diperjalanan Pricell hanya bisa diam terpaku karena terlalu terkejut. Sesampainya dirumah, Javi langsung membawa Pricell kedapur.

"Kenapa kau membawaku kedapur? Aku lelah, aku hanya ingin tidur." Tanya Pricell heran.

"Dasar wanita bodoh. Tentu saja kau harus meminum susumu." Javi mengumpat kemudian menyeduh susu hamil yang berada dilemari.

Pricell yang berdiri disamping meja ruang makan menatap Javi bingung. "Kenapa.. Kenapa kau sangat peduli hanya karena aku tidak meminum susu itu?"

"Karena aku tidak tega dengan janinmu yang kelaparan, mempunyai Ibu bodoh sepertimu." Javi selesai menyeduh susu itu lalu mendorong Pricell duduk dikursi ruang makan sambil menyodorkan susu ditangannya.

"Habiskan." Tegas Javi.

Pricell yang mengantuk dan masih bingung dengan sifat Javi hanya menurut dan meminum susu Ibu hamil itu hingga tandas dengan mata yang memeram karena mengantuk. Setelah habis, Pricell membaringkan kepalanya dimeja makan.

"Aku mengantuk.. Aku ingin tidur.. Gendong aku." Ucap Pricell setengah sadar.

Javi berdecih namun menuruti perkataan Pricell. Javi menggendong tubuh yang mulai berisi karena sedang hamil itu menuju kamar, membaringkan Pricell yang sudah tertidur pulas lalu menyelimuti tubuh berjanin itu hingga leher.

Setelah kejadian diruang kerja Aberto, sekarang Javi sudah tidak merasa sesak saat bersentuhan dengan Pricell. Entah mengapa rasanya seperti sudah pernah dan terbiasa untuk menyentuh Pricell. Namun saat ini selain Ibunya hanya Pricell wanita yang tidak membuatnya sesak saat bersentuhan.

"Dasar wanita bodo.. Beraninya dia membuatku khawatir hari ini karena berniat menginap ditempat tidak jelas itu dan juga tidak meminum susunya." Diam-diam selama dua minggu ini Javi rutin memperhatikan Pricell bahkan saat meminum susu Ibu hamil.

Tanpa berfikir dan digerakkan oleh hati Javi mengelus lembut puncak kepala Pricell. "Kau begitu rapuh. Entah kenapa sejak kau hamil aku merasa khawatir jika kau tidak meminum susumu dan tidak dirumah, padahal aku tahu yang kau kandung itu bukanlah anakku. Andai saja itu anakku, aku pasti akan menjagamu dan rela menjadi normal demi janin itu."


Healer [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang