{Part 2}

22.3K 1K 6
                                    

Pricell menyisir lembut rambut halus berbentuk mangkuk milik Aron, salah satu anak panti asuhan yang masih berumur sepuluh tahun. Kegiatan sehari-hari Pricell membantu Leoni mengurus anak panti asuhan. Karena Pricell merupakan anak tertua, dia selalu berfikir bahwa semua merupakan adik-adiknya yang berharga.

"Sudah selesai." Pricell tersenyum puas atas hasil kerjanya.

Aron berteriak senang lalu menarik tubuh Pricell untuk duduk ditempat yang dia duduki tadi. "Sekarang Aron yang akan menyisir rambut, Icell." Aron berucap semangat sambil meraih sisir yang masih berada ditangan Pricell.

Aron dengan telaten bergerak kesana kemari dengan tangan kecilnya menyisir rambut panjang Pricell, gerakan tubuh kecilnya itu membuat rambut mangkuk Aron bergoyang mengikuti gerakan tubuhnya membuat Pricell terkekeh geli melihat tingkah imut Aron. Hanya kegiatan seperti ini saja sudah membuat Pricell sangat bahagia.

"Icell.. Carlo sudah datang." Suara Leoni menghentikan gerakan tangan kecil Aron.

Pricell mengingat Carlo yang menunggunya. Semenjak pertemuannya dengan pria lembut sebulan yang lalu, mereka  bertukar nomor dan menjadi dekat. Hampir setiap hari Pricell dan Carlo berkomunikasi lewat ponsel bahkan terkadang dia dan Carlo akan keluar bersama seperti saat ini. Pricell yang biasanya dikelilingi anak kecil menjadi lebih aktif saat berteman dengan orang yang lebih dewasa. Ini merupakan pengalaman pertamanya bisa berkenalan dengan pria.

"Aku segera kesana, Ibu." Pricell menjawab Leoni yang sedang berbincang dengan Carlo diruang tamu. Carlo tidak hanya baik dengan Pricell namun juga raman dan sopan saat bertemu dengan Leoni. Pricell merasa bangga bisa membawa Carlo ketempat dia di besarkan.

Pricell mengecup sekilas pipi gembil milik Aron. "Aku akan pergi sebentar."

"Aron, tidak boleh ikut? Apa setelah itu, Icell akan bermain lagi dengan Aron?" Menatap Pricell dengan sedih.

Pricell mendesah kecil lalu tersenyum lebar agar Aron tidak bersedih. Memang Aron merupakan salah satu anak termanja di panti asuhan.

"Tentu aku akan bermain denganmu lagi setelah pergi dengan Carlo. Tapi kali ini Aron tidak bisa ikut, lain kali aku akan mengajakmu bermain bersama, oke?" Pricell mengelus rambut berbentuk mangkuk Aron dengan lembut.

"Icell, berjanji?" Aron menatap sendu kearah Pricell.

"Aku berjanji." Pricell berucap dengan yakin lalu mencubit pipi Aron dengan lembut.

Aron meringis merasa perih pada pipinya yang dicubit, setelah itu dia tertawa senang merasa disayang seperti saudara walaupun Pricell bukanlah saudara kandungnya. "Baiklah, Aron akan menunggu." Aron mengecup kedua pipi Pricell dengan sayang.

Pricell mengelus pipi Aron lalu bangkit berdiri berjalan keluar menuju ruang tamu. Setiap langkahnya selalu diiringi debaran jantung yang kencang mengingat dia akan bertemu bahkan pergi bersama dengan Carlo. Wajahnya sudah memerah karena terlalu bersemangat.

Setelah sampai diruang tamu Pricell bisa melihat Carlo sedang berbincang ringan dengan Leoni. Carlo sangat mudah dekat dengan orang lain. Debaran jantung Pricell semakin tak terkendali melihat wajah Carlo yang tampan sekaligus manis.

Carlo yang menyadari kedatangan Pricell menghentikan perbincangannya dengan Leoni, lalu tersenyum manis. Pricell balas tersenyum dengan konyol.

Melihat itu Carlo sedikit geli lalu bangkit dari duduknya berjalan mendekati Pricell. "Hai.. Sudah siap?"

"Y-ya.. Ayo kita pergi." Sungguh Pricell mengutuki tingkah gugupnya.

Leoni hanya bisa menggelengkan kepala melihat kelakuan Pricell yang seperti dimabuk cinta.

****

"Icell, Sepertinya kau bertambah gemuk?" Carlo mencuramkan alisnya menatap seksama pipi Pricell yang gempal. Saat ini Carlo dan Pricell sudah tiba ditempat Ice Skating. Mereka sedang mengantri untuk memasuki arena yang penuh dengan es. Ini pertama kalinya Pricell bermain di arena es. Sebelumnya Carlo sudah berjanji untuk mengajarinya.

"Te-tentu saja! Aku masih belum dapat pekerjaan! Jadi aku makan banyak!" Wajah Pricell memerah karena malu, pertanyaan itu selalu menyinggung seluruh wanita tak terkecuali dirinya.

Carlo terkekeh geli melihat Pricell yang malu karena perkataannya. "Aku hanya bercanda, jangan marah seperti itu.. Lagi pula kau baru berumur delapan belas tahun. Jika terlalu sering marah kau akan cepat tua."

Carlo menepuk pelan kepala Pricell membuat gadis itu semakin salah tingkah dan dadanya terus berdebar.

"Sudahlah lebih baik kita masuk. Jika tidak waktu kita akan habis." Sambil mengalihkan pembicaraan tadi dengan semangat Pricell mengaitkan lengannya pada Carlo lalu menarik pria itu memasuki arena yang penuh dengan es.

Setelah masuk Pricell bisa merasakan hawa dingin mulai menusuk seluruh tubuhnya tapi itu tidak bisa menghilangkan rasa bahagia Pricell karena bermain bersama Carlo. Setelah setengah jam berlalu Pricell mulai terbiasa dengan arena es.

"Kejar aku!" Dengan semangat Pricell melepaskan lengan Carlo lalu menjalankan sepatu pisau itu diatas es yang beku dengan cepat kemudian tertawa senang sambil sesekali menoleh pada Carlo yang masih diam ditempatnya. Melihat tingkah kekanakan Pricell membuat Carlo terkekeh geli.

Dengan cepat Carlo mengejar Pricell yang sudah berani menantangnya. Carlo tertawa saat melihat ekspresi terkejut Pricell.

Gadis itu terpekik melihat Carlo yang sangat lincah mengejarnya dengan sepatu pisau. "Carlo, kau sangat cepat!" Pricell tidak bisa menahan suaranya yang hampir berteriak dan hal itu tidak luput dari Carlo. Pria tampan itu semakin tertawa melihat Pricell yang panik akan kejarannya.

Pricell menambahkan kecepatan laju kakinya tapi hal itu membuat Pricell kehilangan keseimbangan dikarenakan es dibawah sepatunya sangat licin.

Dan saat melihat Carlo yang sangat dekat dengannya membuat Pricell akhirnya terjatuh dengan posisi yang aneh membuat Carlo tertawa keras melihatnya.

"Jangan tertawa!" Wajah Pricell memerah karena malu terjatuh dengan posisi yang aneh, tubuhnya terjatuh kedepan. Pricell mulai berusaha berdiri namun dia selalu gagal untuk berdiri dan itu membuat Carlo semakin tertawa.

"Karena aku baik, maka aku akan membantumu." Carlo mengulurkan tangannya dengan kekehan yang terus keluar dari bibirnya dan itu membuat Pricell menajadi jengkel.

Pricell mengabaikan uluran tangan Carlo lalu mencoba kembali berdiri, namun usahanya sia-sia, dia tidak bisa berdiri dengan sepatu pisau di atas es selicin ini.

"Dasar gadis keras kepala, biarkan aku membantumu." Carlo tetap mengulurkan tangannya dengan kekehan yang tidak berhenti.

Pricell melirik jengkel pada Carlo lalu dengan terpaksa menerima uluran tangan pria itu namun ide jahil hinggap dikepala Pricell hingga gadis itu malah menarik kencang tangan Carlo kebawah membuat pria itu ikut jatuh dengannya.

Pricell meringis saat merasakan tubuh besar Carlo menimpa tubuhnya, kemudian Pricell tertawa karena bisa membuat pria itu ikut jatuh sepertinya, namun tawanya terhenti saat melihat tatapan tajam dari mata Carlo yang sekarang sangat dekat dengan matanya.

Carlo bisa merasakan tubuhnya benar-benar menempel pada tubuh Pricell yang berada dibawahnya bahkan hidungnya hampir bersentuhan dengan hidung gadis itu. Tubuh Carlo menegang saat menyadari bahwa dirinya seperti sedang berpelukan dengan Pricell. Sebelumnya tidak pernah ada satupun wanita yang sangat menempel pada tubuhnya seperti ini. Tiba-tiba Carlo merasakan dadanya berdebar tak beraturan, matanya saling bertatapan dengan mata indah Pricell.

Carlo perlahan memegang dadanya bingung. Ada apa dengan tubuhnya? Kenapa dadanya berdetak dengan kencang?

Healer [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang