{Part 7}

13.6K 802 26
                                    

Pricell sadar bahwa dia mencintai Carlo, dan selama itu pula Pricell menunggu ucapan cinta yang tak kunjung diungkapkan pria itu. Sudah satu tahun setelah Pricell dan Carlo bertemu. Sejujurnya Pricell merasakan sakit saat merasa bahwa hubungannya dengan Carlo hanya sebatas teman. Pricell sangat ingin Carlo mengetahui bahwa dirinya sangat mencintai pria itu, bahwa dia ingin Carlo juga mencintainya, dan ingin Carlo menganggapnya sebagai kekasih. Karena tidak tahan lagi, akhirnya Pricell memberanikan diri untuk mengungkapkan perasaannya.

Pricell mendongak menatap Carlo yang juga sedang menatapnya dan mengelus lembut rambutnya. "Ada yang mengganggu pikiranmu?" Tanya Carlo saat melihat kerutan di dahi Pricell.

"Sebenarnya ada yang ingin aku katakan padamu." Pricell menunduk ragu.

Carlo tersenyum lalu mendongakkan dagu Pricell untuk kembali menatapnya. "Katakanlah jangan ragu. Aku akan mendengarnya, sayang."

Pricell tertegun sejenak. Sudah beberapa kali Carlo memanggilnya seperti itu, tapi belum ada status apapun diantara mereka. Pricell takut jika Carlo hanya mempermainkannya. Dengan tekad yang kuat Pricell mulai mengungkapkan isi hatinya. "Carlo, Sebenarnya aku.. Aku... Menyukaimu." Dengan takut Pricell kembali menunduk. Seluruh tubuhnya gemetar takut akan reaksi Carlo namun dengan cepat Pricell kembali mendongak setelah mendengar tawa merdu Carlo.

"Aku juga menyukaimu." Carlo mengecup dahi Pricell.

Dengan kecewa Pricell mencoba menjelaskan.

"Ini berbeda Carlo. Aku menyukaimu bukan sebagai teman saja, aku menyukaimu lebih dari temen. aku mencintaimu!" Kali ini Pricell menatap Carlo sungguh-sungguh dengan penuh keberanian.

Carlo yang tidak siap akan mendapat pernyataan seperti ini hanya bisa diam mematung. Beberapa menit kemudian hanya ada keheningan yang mencekam diantara mereka. Carlo dengan canggung kembali tertawa. "Jangan bercanda seperti itu Icell-"

"Aku tidak bercanda!" Tegas Pricell memotong perkataan Carlo.

Carlo menghela nafas lelah lalu berdiri dari sandarannya di kursi balkon kamarnya.

"Sebaiknya kau pulang. Aku sedang lelah, dan saat kita bertemu lagi aku anggap ucupanmu hari ini tidak pernah ada." Carlo menatap dingin.

Kedua mata Pricell mulai berair.

"Carlo, kau memintaku menjadi obat dan terapimu? kau tidak pernah memberitahuku apa maksud dari perkataanmu itu? jika kau tidak mencintaiku, lalu kenapa kau menciumku?"

"Tolong pulang Pricell. Aku tidak dalam kondisi baik untuk berbicara saat ini." Carlo membuang pandangannya dari Pricell.

"Kau mempermainkanku, Carlo! aku membencimu!" Sambil menangis Pricell berlari meninggalkan kamar Carlo.

"Apa yang harus aku lakukan? Aku tidak mengerti diriku lagi." Gumam Carlo pada dirinya sendiri.

****

Javi memandang kekasihnya yang tiba-tiba datang ke kantor dengan keadaan murung. "Ada apa?"

Carlo yang masih memikirkan ungkapan cinta Pricell tadi seakan tersadar bahwa waktunya terus tersita untuk Pricell dan bukan untuk Javi kekasihnya. Perasaan bersalah pada Javi menjadi semakin besar dalam diri Carlo.

Dengan gontai Carlo berjalan mendekati Javi untuk duduk diatas pangkuan Javi sambil mengalungkan tangannya pada leher kekasihnya itu lalu menyembunyikan kepalanya dengan nyaman di lekukan leher Javi.

Sifat manja Carlo yang jarang ditunjukkannya itu membuat Javi gemas dan mencium pipi Carlo dengan sayang. "Kau merindukanku?" Tanya Javi masih terus mencium pipi kekasihnya.

"Hm..." Carlo menghirup aroma maskulin dari leher Javi.

Dengan lembut Javi menarik pipi Carlo agar menatapnya.

"Apa yang membuat wajahmu murung? Ceritakan padaku." Javi tersenyum lembut penuh kasih sayang.

Menatap Javi yang sangat sayang padanya, membuat perasaan bersalah Carlo pada kekasihnya itu semakin besar. "Javi.. Sepertinya aku akan melanjutkan sekolah di Negara A."

Mendengar itu Javi sempat terkejut. Javi tahu dari dulu kekasihnya itu tidak tertarik untuk mengambil progam pendidikan lanjut.

"Bukannya kau tidak tertarik untuk melanjutkan pendidikanmu? setelah kau lulus dua tahun lalu kau hanya ingin fokus dengan restoran."

Carlo menghela nafas dan menguatkan hatinya. "Sekarang aku tertarik untuk melanjutkan pendidikanku. Sepertinya menyenangkan."

Bohong. Carlo ingin melanjutkan pendidikannya bukan karena tertarik namun karena Carlo ingin menenangkan hatinya dari perasaan bersalah terhadap Pricell dan juga Javi.

Carlo sudah membulatkan tekad untuk menjauh dari dua orang yang sudah membuat hatinya bimbang. Carlo ingin menenangkan diri untuk belajar melupakan Pricell dan kembali pada Javi suatu saat nanti setelah hatinya siap.

Carlo tidak ingin menghianati Javi lagi. Javi sudah membawanya keluar dari trauma masa lalu yang diciptakan oleh orang tuanya. Javi selalu ada untuknya, sangat menyanginya. Carlo tidak akan membiarkan Javi kecewa.

Karena bagi Carlo, Javi adalah malaikat yang membawanya keluar dari lubang kegelapan.

Healer [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang