#Baim#
Kalau bukan karena permintaan ibu hamil yang banyak banget maunya, untuk alasan apapun aku tidak akan pernah mau mengendarai mobil tengah malam begini hanya untuk mengantar sebungkus mie setan dari Malang ke Surabaya. Ya, Intan adikku yang sedang hamil tujuh bulan tiba-tiba terbangun dari tidurnya dan meneleponku jam duabelas malam hanya karena tiba-tiba ingin makan mie setan. Dengan dalih nanti keponakanku akan ileran kalau apa yang diinginkan ibunya tidak kesampaian, disinilah aku melajukan mobil dengan menahan rasa kantuk.
"Kamu tuh ya dari kecil sampe mau jadi ibu tetep aja nyusahin aku." omelku begitu Intan membukakan pintu rumah.
Seringaian lebar muncul di wajahnya. "Makasi kakak ku yang paling ganteng." dia langsung meraih bungkusan plastik yang ku pegang tanpa memperdulikan omelanku lalu masuk ke dalam rumah.
"Lagian ngga bisa apa pengen makannya ditunda sampe besok? Aku baru tidur satu jam. Mana tadi lembur di kantor." aku mengikutinya masuk ke rumah sambil meneruskan omelanku yang belum selesai.
Jangan harap dia bisa makan puas tanpa dapat makanan pembuka dariku dulu.
"Yang pengen makan tuh ponakan Kak Baim, bukan aku. Ngomel deh sepuasnya, yang penting aku udah dapet mienya." dia terkekeh lalu melahap mie yang sudah dipindahkan ke piring.
"Namanya juga ibu hamil, Im. Anggap aja latihan, jadi nanti kalo kamu punya istri terus hamil kan udah ngga kaget." timpal Mama yang sudah duduk disebelah Intan.
Aku mendengus mendengar pembelaan Mama terhadap Intan. Punya istri katanya? Boro-boro, sakit hati akibat perceraian yang sudah hampir dua tahun aja belum kering, sekarang Mama ngomong soal istri lagi?
"Udah deh, Baim tidur dulu. Jangan diganggu." aku beranjak hendak menuju kamar.
"Besok bangun pagi ya." pesan Mama sebelum aku benar-benar meninggalkan dapur.
Aku berhenti lalu menoleh. "Apa lagi? Kan besok Sabtu, Mama." protesku.
"Besok antar Mama ke Jember." pintanya enteng.
What? Jember? Oh, no. Big no.
Aku terbelalak. "Ngga mau. Kenapa harus Baim? Mama kesana sama Papa aja, jangan ajak Baim." tolakku mentah-mentah.
"Papa sudah berangkat tadi habis maghrib. Mama ngga bisa ikut karena ngga mungkin ninggalin Intan sendiri dirumah. Besok Mbok Nur sudah Mama suruh nginep sini buat nemenin Intan." jelas Mama lagi-lagi dengan nada enteng. Mbok Nur adalah ART yang sudah bekerja disini selama bertahun-tahun.
God, kenapa Mama tidak mengerti? Haruskah aku bilang alasannya? Satu-satunya kota yang paling tidak ingin ku datangi adalah Jember.
"Mau apa sih Ma kesana?" tanyaku dengan menahan kesal.
"Pak De Nasir masuk rumah sakit." Intan yang menjawab.
Aku diam sejenak, berusaha mengontrol apapun jenis emosi yang mulai ku rasakan. "Sakit apa?"
Seingatku mantan mertuaku itu sehat-sehat saja. Tidak punya penyakit apapun yang diidapnya.
"Jatuh di kamar mandi, kepalanya terbentur. Tadi begitu dapat kabar, Papa langsung berangkat. Tadi juga Papa sudah telpon katanya beliau belum juga sadar sampai sekarang." jawab Mama lebih rinci.
"Makanya besok kita kesana." tambah Mama karena aku hanya diam saja.
Ku hela nafas panjang lalu aku kembali melanjutkan langkah menuju kamar tanpa memberi respon lagi atas informasi yang baru saja ku dengar. Tidak mungkin aku tidak kesana. Tapi pergi kesana itu berarti aku akan kembali bertemu dengan Sofia. Dan aku belum siap untuk bertemu dengannya lagi bahkan setelah hampir dua tahun kami berpisah.
KAMU SEDANG MEMBACA
3 RASA
RomanceIbrahim Hakam, pria yang harus rela menjadi duda bahkan di usianya yang belum genap memasuki kepala tiga, belum bisa melupakan mantan istrinya yang sudah menikah lagi dengan sahabatnya sendiri. Kini harus kembali berhadapan dengan perjodohan yang ti...