#Sybil#
"Duh duh duh, siapa tuh tadi yang ngga fokus waktu mau dipakein cincin," goda Firza yang jelas ditujukan padaku.
Aku hanya diam, melanjutkan memasukkan sisa-sisa kue setelah acara tadi ke dalam kotak, untuk kubawa ke rumah Intan. Biar saja si tweety cerewet itu mengoceh sepuasnya.
"Kak." Firza memelukku dari belakang. Dia memang baru akan berumur delapan belas tahun tapi tinggi badannya hampir menyamaiku. "Marah ya? Za kan cuma bercanda."
"Apa sih, Za. Lepas." aku melepas paksa pelukannya.
Ini gara-gara Baim. Kalau saja dia tidak bicara macam-macam soal cinta tidak bisa tumbuh seiring berjalannya waktu, pasti aku tidak akan kalut seperti sekarang. Entah kenapa aku merasa takut tidak bisa mencintai Fahmi.
"Ma, Ila boleh nanya ngga?" aku duduk di sebelah Umma yang sedang serius menonton televisi yang sedang menayangkan film India. Keluargaku memang pecinta film Bollywood.
"Nanya apa?" tanya Umma balik tanpa mengalihkan perhatian dari layar plasma di depannya.
"Dulu waktu nikah sama Abi, Umma udah cinta belum sama Abi?" aku mengajukan pertanyaan itu ragu-ragu.
Umma menoleh lalu tertawa. "Kenapa memangnya?"
Aku menggeleng lalu tersenyum malu. "Nanya aja kok."
"Cinta yang gimana ya, La? Yang pengen ketemu terus deg-degan waktu ketemu. Gitu ya?" Umma terkekeh kecil.
Ini Umma bermaksud menggodaku atau memang serius tanya. Aku mengerucutkan bibirku karena Umma masih terus terkekeh.
"Idih, Umma kayak ngga pernah jatuh cinta aja," aku bergumam masih sambil cemberut.
"Umma ndak tau cinta versi Ila sama apa ndak dengan cinta versi Umma. Kalau cinta yang Ila maksud seperti yang Umma bilang tadi, berarti Umma ndak pernah ngerasa jatuh cinta sama Abi," jelasnya.
"Jadi Umma ngga pernah cinta sama Abi?" tanyaku terkejut.
"Cintalah," tegas Umma, "Kalau ndak cinta mana mungkin ada Ila, Zacky dan Firza." Umma tersenyum geli.
Jawaban Umma membuatku menghela nafas. Aduh Umma! Untuk punya anak kan bukan butuh cinta tapi cukup mempertemukan sel telur dan.... Ah sudahlah.
"Umma ndak pernah kepikiran akan nikah sama Abi dulu, La. Waktu Kak Rahma meninggal, semua keluarga baik dari pihak Abi maupun dari pihak keluarga Umma nyuruh Abi cepet nikah lagi. Tapi Abi bilang cuma mau nikah sama perempuan yang bisa sayang sama Azzam seperti anak sendiri. Kan susah kalau kriterianya seperti itu. Bukannya apa-apa, yang namanya anak kandung sama anak tiri kan jelas beda. Siapa yang tahu sama hati orang, kan. Padahal Jiddah bilang kalau Abi nikah lagi biar Azzam sama Jiddah aja."
Aku sering dengar cerita tentang Abi dan Umma tapi tidak pernah dengar secara detail seperti ini. Aku baru tahu kalau Abi sampai punya syarat seperti itu untuk menikah lagi. Walaupun semua orang pasti punya keinginan yang sama tapi biasanya ayah tidak begitu dekat dengan anak dibandingkan dengan ibu.
"Setelah Kak Rahma meninggal, Azzam memang bolak balik, kadang di rumah Jiddi Ahmad kadang di rumah Jiddi Fuad. Nah kalau lagi di rumah Jiddi Fuad, Azzam lengketnya sama Umma. Mungkin karena itu Jiddi Fuad berinisiatif untuk nanya ke Abi, mau ndak sama Umma. Abi ndak jawab iya atau ndak, cuma jawab coba tanya Afifah mau ndak sama Yassar." Umma bercerita dengan serius sementara aku senyum-senyum sendiri. Jiddi Fuad adalah kakekku dari Umma, sedang Jiddi Ahmad adalah kakekku dari Abi.
"Ya sudah terus Jiddi nanya ke Umma. Awalnya Umma ragu, masa abis nikah sama Kak Rahma terus sama Umma. Kesannya gimana gitu, walaupun mungkin di luaran juga ada yang menikah seperti itu tapi Umma ngerasa aneh aja. Tapi setelah dipikir-pikir, melihat gimana sabarnya Abi ngurus Kak Rahma selama sakit, gimana sayangnya Abi sama Azzam, Umma mantap untuk nerima Abi. Nikah sama laki-laki bujang belum tentu sebaik Abi. Jadi kenapa harus Umma tolak." kutangkap senyum tipis di bibir Umma.
KAMU SEDANG MEMBACA
3 RASA
RomanceIbrahim Hakam, pria yang harus rela menjadi duda bahkan di usianya yang belum genap memasuki kepala tiga, belum bisa melupakan mantan istrinya yang sudah menikah lagi dengan sahabatnya sendiri. Kini harus kembali berhadapan dengan perjodohan yang ti...