#Sybil#
Terjebak dalam waktu dan saat yang tidak tepat itu sama sekali tidak mengenakan. Sejak malam dimana Baim bicara atau lebih tepat bersitegang dengan Mamanya, dia seperti menghindari ku. Entah hanya perasaanku atau memang dia menghindar karena tanpa sengaja dan tidak kuinginkan, aku berada disana, di tempat yang tidak tepat dan mendengar semuanya.
Sudah tiga hari ini Baim tidak hanya menghindari ku tapi dengan Tante Rahmi dan Intan pun dia terkesan menarik diri. Dia tidak banyak bicara dan lebih banyak menghabiskan waktunya didalam kamar. Entah apa masalahnya tapi sepertinya berhubungan dengan perempuan yang pernah dekat dengan Baim lalu mereka berpisah. Dan menurut analisa sok tahu ku, sepertinya Tante Rahmi tidak menginginkan perpisahan itu. Ah, tak tahu lah. Lagipula bukan urusan ku juga, kan?
Aku dan Intan keluar kamar cepat-cepat ketika mendengar suara pintu diketuk keras alias digedor. Kami melihat Tante Rahmi menggedor pintu kamar Baim dengan tidak sabar.
"Ada apa, Ma?" tanya Intan begitu sudah berdiri di sebelah Mamanya. Sedangkan aku memilih melihat apa yang terjadi dari jarak tiga meter dari kamar Baim, di ruang tengah.
"Buka pintunya, Im." teriak Tante Rahmi tanpa memperdulikan pertanyaan Intan.
"Ada apa, Ma?" tanya Baim begitu membuka pintu kamar, dengan wajah mengantuk khas orang bangun tidur terpaksa. Sejak pulang kerja tadi Baim mengurung diri di kamar hingga sekarang sudah jam sembilan malam.
"Apa ini?" Tante Rahmi mengacungkan sesuatu tepat di depan wajah Baim, membuatnya mundur selangkah.
Ekspresi wajah Baim sontak berubah, antara kaget dan gugup.
"Apa ini?" ulang Tante Rahmi dengan nada bicara sinis walau tidak membentak.
"Rokok." jawab Baim pelan.
Aku menggigit bibir bawahku, merasa sesuatu yang tidak baik akan terjadi. Selama ini aku tidak pernah tahu kalau Baim merokok. Aku tidak pernah melihatnya merokok.
"Punya siapa?" nada bicara Tante Rahmi semakin sinis.
Ku lihat Baim menghela nafas sebelum menjawab. "Punya Baim."
"Kamu ngerokok?" bentak perempuan setengah baya itu. "Sejak kapan?"
"Cuma sekali-kali, Ma. Bukan perokok aktif." jawabnya setenang mungkin.
"Sejak kapan?" tanya Tante Rahmi masih dengan nada tinggi.
Baim diam, dia melirik Intan. Dari ruang tengah aku bisa melihat pergerakan kepala Intan menggeleng, seperti memberi kode pada Baim.
"Kamu tahu?" kali ini pertanyaan itu ditujukan untuk Intan. Tapi Intan hanya diam, memilih menunduk.
"Ternyata anak-anak Mama tidak bisa dipercaya. Bisa-bisanya kamu menutupi keburukan kakakmu, Tan." geram Tante Rahmi pada Intan.
"Maaf, Ma." ucap Intan merasa bersalah.
"Sudah berapa lama kamu merokok?" fokus Tante Rahmi kembali pada anak laki-lakinya.
"Dua tahun." aku Baim.
Aku sudah akan meninggalkan ruang tengah ketika suara Tante Rahmi kembali meninggi. God. Aku benar-benar berada di tempat yang salah.
"Dua tahun? Kamu tahu kan kalau Mama dan Papa ndak suka kalau kamu ngerokok? Bisa-bisanya kamu merokok dibelakang kami. Sudah merasa hebat kamu sekarang, hah?" bentak Tante Rahmi.
"Ma udah dong." sela Intan sebelum mamanya kembali memuntahkan amarahnya.
"Diam kamu. Kalian berdua sama saja." tegas Tante Rahmi membuat Intan bungkam.
KAMU SEDANG MEMBACA
3 RASA
RomanceIbrahim Hakam, pria yang harus rela menjadi duda bahkan di usianya yang belum genap memasuki kepala tiga, belum bisa melupakan mantan istrinya yang sudah menikah lagi dengan sahabatnya sendiri. Kini harus kembali berhadapan dengan perjodohan yang ti...