3 rasa - part 29

2.6K 285 6
                                    

#Baim#

Aku keluar dari ruangan rapat, berjalan kembali menuju meja kerjaku. Kukeluarkan ponsel dari saku celana, mengaktifkannya kembali setelah tadi selama rapat sengaja kumatikan karena terus bergetar akibat telepon dari Sybil. Karena merasa terganggu di saat sedang presentasi laporan, terpaksa panggilan dari Sybil aku reject sekaligus kunonaktifkan ponselku. Tapi pikiranku sudah tidak lagi terfokus pada rapat karena terus menebak-nebak, ada apa Sybil menghubungiku pada jam kerja. Apalagi dia tidak pernah menghubungiku lebih dulu, tiba-tiba saja langsung menelpon, sama sekali bukan hal biasa. Seketika aku merasa firasatku tidak enak. Setelah pesanku tadi malam hanya dia baca tanpa dibalas, lalu tiba-tiba menelpon.

Begitu menyala, ponselku terus bergetar tanda pesan-pesan masuk. Hingga getarannya berhenti, barulah kucek aplikasi WhatsAppku. Kuabaikan pesan lainnya, aku langsung membuka pesan dari Sybil.

Sybil : sibuk ya?

Chat itu dikirim setelah dia menelpon, lalu berselang lima menit kemudian dia mengirim pesan berikutnya.

Sybil : kalo udah luang telepon aku ya

Sybil : penting...

Setelah membaca pesan itu perasaanku makin tidak enak. Hal penting apa yang ingin dia sampaikan? Jawaban atas kepastian yang kuminta kah? Tapi kenapa harus sekarang? Kenapa bukan nanti ketika baik aku maupun dia sudah tidak lagi berada di jam kerja? Mungkin dia tidak ingin mengulur waktu lebih lama untuk menolakku.

Aku menghubungi nomor ponsel Sybil tanpa membalas chatnya. Tapi hingga nada sambung yang terdengar hampir habis, panggilanku tidak juga dijawab. Kujauhkan ponselku dari telinga untuk memutus panggilannya.

"Halo." terdengar lirih suara dari speaker ponselku.

Aku kembali menempelkan ponsel ke telinga. "Halo," sapaku memastikan kalau aku tidak salah dengar. Memang Sybil yang menjawab teleponku bukan operator.

"Ya, Im. Kamu lagi sibuk ya?"

"Sorry, tadi aku lagi meeting makanya aku reject telepon kamu. Ada apa? Tumben telepon di jam kerja?" tanyaku penasaran.

"Maaf ya kalo aku ganggu. Aku mau kasi jawaban yang kamu pinta."

"Harus sekarang ya? Ngga bisa nanti aja?" tawarku. Bukannya aku ingin menolak, tapi rasanya akan lebih leluasa kalau kami mengobrol nanti tanpa harus mencuri waktu kerja.

"Sekarang aja ya. Aku ngga mau menunda-nunda."

"Ya udah. Jadi gimana?"

Terdengar helaan napas Sybil sebelum dia menjawab. "Aku udah ngomong soal kamu."

Aku masih menunggu kelanjutan perkataan Sybil tapi tidak ada satu katapun yang kudengar hingga beberapa saat. "Terus?" pancingku agar dia kembali bicara.

Dia masih diam, tidak ada jawaban.

"Bil."

"Mereka nolak," jawabnya pada akhirnya dengan suara lirih.

Aku memejamkan mata sembari menahan napas mendengar jawaban Sybil lalu menghembuskannya perlahan. Sudah kuduga akan seperti itu jawabannya.

"Karena aku bukan orang Arab atau karena aku duda?" tanyaku ingin tahu alasan penolakan itu.

"Dua-duanya," jawab Sybil masih dengan suara lirih seolah berat memberikan jawabannya. Rasanya kepalaku seperti dihantam beban berat.

"Ya udah, aku bisa apa," ujarku pasrah. Aku memang tidak bisa berbuat apa-apa kan?

3 RASATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang