#Baim#
Baru saja ku akhiri telepon dari Mama, ponselku kembali bergetar. Incoming call Nina...
Sejak tawaran sintingnya itu dia belum menghubungi ku lagi, kami juga belum bertemu lagi. Mau apa dia sekarang?
"Apa?" tanyaku begitu menjawab panggilan telepon dari Nina.
"Halo kek, assalamualaikum kek. Ngga enak banget nerima teleponnya."
Aku menghela nafas. "Iya, mau apa?" ulangku dengan nada bicara lebih lembut dari sebelumnya.
"Nah gitu dong. Kan lebih enak didengar. Besok jalan yuk."
"Ngga bisa." tolakku langsung.
"Ayo dong Im, bosen nih. Udah dua bulan aku di Malang, masa cuma di kost aja."
"Aku ngga bisa."
"Besok kan sabtu, kamu libur kan?"
"Iya libur tapi aku mau ke Surabaya."
"Ngapain?"
"Ngapain? Orang tuaku ada di Surabaya dan kamu nanya ngapain aku kesana?" cetusku.
"Maksudku ada acara apa? Intan lahiran?"
"Ngga, aku disuruh pulang sama Mama. Udah ya Nin, kerjaan ku banyak." aku sudah siap memutus panggilan tapi Nina kembali memanggil ku.
"Tunggu, Im."
Aku kembali menempelkan ponsel ke telinga. "Apa lagi?"
"Kamu ke Surabaya naik apa?"
Sial. Semoga dia tidak bilang ingin ikut.
"Mobil." jawabku malas.
"Aku pinjem motornya ya?"
Fiuh.
"Oke. Ambil di kost."
"Anterin dong, Im."
"Ngelunjak banget. Udah pinjem, minta diantar lagi. Kalo mau ambil sendiri di kost ku. Kalo ngga mau, ya udah." ujarku kesal. Memangnya aku pesuruhnya.
"Ya udah aku ambil. Jam berapa?"
"Habis isya."
"Kamu berangkat habis isya?"
"Hmm."
Tentu saja tidak. Aku berangkat setelah maghrib. Sengaja menyuruhnya datang setelah isya agar aku tidak harus menemuinya. Malas.
"Ya udah aku kesana setelah isya. See ya."
"Oke." ku akhiri panggilan teleponnya. Kalau dia mengira aku akan menemuinya, dia salah. Ku titipkan saja kunci motor pada Pak Yon.
Sebenarnya aku enggan untuk pulang ke Surabaya. Kalau harus memilih, aku lebih memilih menemui Nina daripada Mama. Bukan karena aku ingin bertemu Nina tapi aku lebih tidak ingin bertemu Mama mengingat caranya menyuruhku pulang.
Feeling ku tidak enak mendengar nada bicara Mama tadi. Mama cuma bilang "pulang malam ini". Ku tanya ada apa tapi tidak ada jawaban. Caranya menyuruh ku pulang sekarang sama persis dengan caranya menyuruh ku pulang saat Sofia akan menikah dengan Fikri satu setengah tahun lalu. Kepulangan ku hanya berisi interogasi dan pemaksaan agar aku mau memberitahu alasanku menceraikan Sofia.
Aku tahu Mama kecewa, bahkan sangat kecewa dengan keputusan yang ku ambil dengan mengakhiri pernikahan ku. Tapi aku juga punya hak untuk diam, tidak memberitahukan alasanku memilih berpisah. Aku tidak ingin berbohong pada Mama tapi aku juga tidak bisa memberitahu alasanku.
KAMU SEDANG MEMBACA
3 RASA
RomanceIbrahim Hakam, pria yang harus rela menjadi duda bahkan di usianya yang belum genap memasuki kepala tiga, belum bisa melupakan mantan istrinya yang sudah menikah lagi dengan sahabatnya sendiri. Kini harus kembali berhadapan dengan perjodohan yang ti...