Jilid 4 : Aneh bin Ajaib

4.8K 65 4
                                    

Walaupun menderita penyakit aneh sehingga pikirannya terasa hampa namun Blo'on mengerti apa yang dihadapinya saat itu. Ia hanya tak dapat mengingat apa yang telah terjadi pada masa yang lampau, bahkan apa yang terjadi pada hari
kemarin. Oleh karena itu ia tak mengenali dirinya sendiri, tak tahu siapa namanya.
Tetapi apa yang dialami saat itu, yang dilihat dan dirasakan saat itu, ia tahu dan mengerti. Demikianpun ketika keempat kakek Hoa-san-pay dan berpuluh-puluh murid Hoa-san-pay menghampiri ketempat ia berdiri dengan wajah bengis dan mata berapi-api. Blo'onpun tahu bahwa ia hendak dibunuh.
Namun apa guna ia tahu? Karena sekalipun tahu ia juga tak dapat berbuat apa-apa. Ia merasa tak mengerti ilmusilat. Bagaimana mungkin ia dapat menghadapi serbuan mereka
Sekalipun daya ingatannya hilang, namun nalurinya sebagai seorang manusia yang sayang akan jiwanya tetap masih dimiliki Blo'on. Tak dapat melawanpun harus mencari daya upaya. Dan satu-sa-tunya dava hanyalah melarikan diri. Ya, lari paling selamat.
Tepat pada saat ia mempunyai keputusan begitu, tiba-tiba dua orang murid Hoa-san-pay yang menjaga pintu markas berlari-lari dan menjerit-jerit :
"Haya, anjing gila . . . monyet gila . . . burung gila.."
Baik keempat Tiang-lo maupun murid-murid Hoa-san-pay yang hendak menyerbu Blo'on, terpaksa harus berhenti dan memandang kepada kedua orang yang berlari-lari mendatangi itu. Mereka heran mendengar teriakan kedua anak murid itu. Kalau anjing gila, itu masih dapat diterima. Tetapi monyetpun gila, burung juga gila, ah, benar-benar mengherankan sekali !
Cepat sekali kedua murid Hoa-san-pay itu tiba di hadapan keempat Tiang-lo dengan napas terengah-engah mereka berkata : "Tianglo . . kami diamuk . . . diamuk anjing, monyet dan burung rajawali ..."
Naga-besi Pui Kian suruh kedua orang itu tenangkan diri dulu. Setelah itu baru bicara.
Beberapa saat kemudian barulah kedua murid Hoa-san-pay itu dapat memberi laporan yang jelas "Ketika tecu (murid) sedang berjaga di pintu, tiba-tiba muncullah tiga ekor binatang, seekor anjing bulu kuning yang besar dan galak, seekor monyet yang kutang ajar dan seekor burung rajawali yang ganas. Ketiga binatang itu menyerang tecu berdua se hingga tecu kalang kabut dan terpaksa melarikan diri masuk kemari ... "
"Hm, tak malu engkau melapor !" dengus Naga-besi Pui Kian, "masakan manusia kalah dengan binatang begitu saja !"
"Harap lo-cianpwe sudi memberi ampun. Tecu berdua sudah melawan sekuat tenaga, tetapi ketiga binatang itu hebat sekali. Mereka dapat bersatu dan bekerja-sama dengan bagus. Kalau yang satu diserang, yang dua tentu akan menyerbu."
Naga-besi Pui Kian memberi perintah kepada dua orang murid Hoa-san-pay tingkat dua untuk memperkuat penjagaan pintu markas. Belum ke empat murid Hoa-san-pay itu melangkah, sekonyong lonyong dari arah pintu markas, tampak Gui Tik dan Li Cong-bun berlari-larian kencang seperti orang dikejar setan. Mereka cepat menghampiri ke hadapan keempat Tiang-lo.
"Tianglo . . tianglo . . ce . . cela . celaka.. "
Keempat Tiang-lo itu terkejut.
"Mengapa ?" tegur Naga-besi Pui Kian.
"Suhu . . suhu . . "
"Jangan bicara dulu sebelum engkau tenang," lentak Naga-besi kepada kedua murid itu.
Gui Tik dan Li Cong-bun berusaha untuk menenangkan diri tetapi sampai sekian saat belum juga berhasil. Dada mereka masih tampak bergelombang naik turun, wajah pucat lesi.
"Mengapa engkau ?" tegur Naga-besi pula. "Ketika tecu masuk kedalam guha, ternyata . . . jenazah suhu . . hilang . . "
"Hai . . !" keempat Tiang-lo serempak berteriak dan melonjak kaget seperti mendengar halilintar berbunyi disiang hari.
"Apa katamu ?" teriak Naga-besi.
"Jenazah suhu . . lenyap . . " Gemparlah sekalian murid Hoa-san-pay demi mendengar berita itu.
Sesaat kemudian Naga-besi Pui Kian memanggil si Walet-kuning Hong-ing : "Hong-ing, apakah engkau tahu jelas bahwa suhumu telah binasa didalam guha itu ?"
"Benar, sucou," sahut Hong-ing. Ia berbahasa sucou atau kakek guru kepada keempat tianglo.
"Mengapa Gui Tik dan Li Cong-bun mengatakan jenazah suhumu hilang ?"
"Benar, Hong-ing su-ci. Kami berdua tak melihat suatu apa didalam guha itu," seru Gui Tik.
"Hm, aneh," gumam sidara, "apakah engkau sudah menyelidiki keadaan guha itu ?"
"Sudah."
"Apa yang engkau ketemukan dan lihat ?"
"Darah merah yang sudah mengental dan bercampur dengan tanah. Hanya itu. Tetapi jenazah suhu tak ada ... "
"Aneh sekali !" lengking Hong-ing, "jelas jenazah suhu masih berbaring di tanah ..." cepat ia berpaling memandang "Blo'on, hai, Blo'on, bukankah mayat orangtua itu masih berada didalam Goha?"
"Ya, memang masih menggeletak di guha itu," sahut Blo'on, "kalau begitu, biarlah kuambilnya kemari ... "
Habis berkata ia terus hendak melangkah. "Hai, jangan gila-gilaan!" teriak murid-murid Hoa-san-pay seraya acungkan senjata memagari Blo'on.
"Heh, kurang ajar," teriak Blo'on, "aku hendak menolong mengambilkan jenazah suhumu, mengapa kalian malah hendak menusuk perutku"
"Jangan banyak mulut !" bentak Seng-tik. Tampak Naga-besi Pui Kian kerutkan jidat, merenung. Sesaat kemudian ia berpaling kearah su lenya : "Bok sute, mari ikut aku meninjau ke guha. lan sute dan Lim sute harap menjaga disini jangan sampai budak gila itu lolos !"
Demikian Naga-besi Pui Kian dan Serigala-Kigi-perak Bok Jiang segera menuju ke guha. Gui k dan Cong-bunpun diajaknya.
Setelah kedua Tiang-lo itu pergi maka Beruang-sakti Han Tiong bertanya kepada Blo'on : Hai, anak Blo'on, kemana engkau bawa mayat Kam sutit itu ?"
"Apa ? Aku membawa mayat orangtua itu ? Huh, jangan engkau menuduh semena-mena, kakek tua !" marahlah Blo'on karena disangka begitu,"tanyakan pada budak perempuan
itu!"
"Kurang ajar, engkau berani menyebut aku budak perempuan !" teriak Walet-kuning Hong-ing, "awas kutampar mulutmu kalau berani menyebut sekali lagi !"
"Bilang, kemana engkau menyembunyikan mayat itu !" bentak Beruang-sakti Han Tiong yang sudah hilang sabar.
"Aku tidak mencuri mayat itu, mau apa ?" Blo'on juga marah dan bercekak pinggang.
"Bukan engkau, tetapi konco-koncomu !"
"Konco ? Huh, apa itu konco ?"
"Setan, konco yalah kawan !"
"O, kalau bicara jangan gunakan bahasa daerah aku tak mengerti, eh . . kawan? Aku tak punya kawan. Kalau punya dia tentu akan datang ke mari menolong aku."
"Hm, kawanmu itu tentu bersembunyi. Walau dia mempunyai delapan tangan pun, tak nanti dia berani masuk ke dalam markas Hoa-san-pay !"
"Mengapa tak berani ? Bukankah aku juga berani ?"
"Kawanmu tentu seorang yang berotak. Beda dengan engkau yang tak punya otak sehingga tak tahu kalau Hoa-san-pay itu sarang naga dan harimau yang tak boleh dibuat main-main."
"Itulah, mengapa aku datang kemari. Disini sarang naga dan aku butuh otak naga " baru ia berkata begitu, tiba-tiba Beruang-sakti ayunkan tangan.
"Uh . . ." Blo'on menjerit dan terjungkal kebelakang. tetapi secepat itu juga iapun sudah melonjak bangun.
"Kakek, mengapa engkau menampar aku ?" teriaknya.
"Maka engkau harus jaga mulutmu jangan sembarangan bicara kepadaku!" seru Naga-besi.
"Sekarang engkau harus menjawab pertanyaanku yang benar, jangan bicara yang tak keruan!" kata Naga-besi pula.
"Hm ... "
"Mengapa engkau membunuh Kam sutit ?" Naga-besi mulai mengajukan pertanyaan.
"Aku tidak membunuh. Aku bangun, tahu-tahu aku berada dalam guha itu dan kulihat sesosok mayat disitu."
"Bukankah engkau makan rumput Liong-si itu ?"
"Tidak."
"Apakah rumput itu diambil kawanmu ?"
"Aku tak punya kawan."
"Hm, cukup, engkau harus mati !"
"Tidak mau !"
"Mau atau tidak mau, engkau harus mati. hanya sebelum mati, engkau kuberi kelonggaran untuk melawan, agar jangan mati sia-sia."
"Tidak cukup ! Aku minta kelonggaran lagi!" seru Blo'on.
"Apa ?"
"Mengajukan pertanyaan."
"Hm, tanyalah !" dengus Beruang-sakti.
"Nanti dulu," kata Blo'on, "bagaimana kalau engkau tak mampu menjawab pertanyaanku ?"
Beruang-sakti kerutkan alis : "Maksudmu suruh aku bagaimana ?"
"Harus malu ! Seorang kakek yang. sudah begitu tua, tentu harus malu kalau tak dapat menjawab pertanyaanku."
"Hm, mulai mengoceh lagi, ya ?" dengus Beruang-sakti, "kalau malu lalu bagaimana ?"
Blo'on tertawa : "Ai, ai, engkau seorang kakek tua, mengapa suka marah ? Maksudku begini, kalau engkau dapat menjawab pertanyaanku itu, cukup sebuah pertanyaan saja, engkau boleh membunuh aku. Tetapi kalau tidak bisa, bagaimana ?"
Beruang-sakti anggap dirinya sudah tua, banyak pengalaman, luas pengetahuan. Dan anak yang berada dihadapannya itu seorang anak blo'on. Ah, masakan ia tak dapat menjawab pertanyaannya !
"Terserah, engkau menghendaki bagaimana?" katanya.
"Baik," seru Blo'on, "aku tak menghendaki apa-apa melainkan engkau harus suruh anak murid Hoa-san-pay mundur dan membebaskan aku."
"Jangan sucou!" tiba-tiba Ang Hin-liong berseru "dia hendak main gila mempermainkan kita. Ha-lap sucou jangan memberi
hati."
"Ha, ha," Blo'on tertawa, "kalau memang tak berani, akupun tak memaksa. Karena orang Hoa-san-pay itu memang bodoh-bodoh, ha, ha !"
"Budak liar, sebutkanlah pertanyaanmu, lekas!" teriak Beruang-sakti Han Tiong. Walaupun sudah tua, tetapi mendengar ejekan si Blo'on, meluaplah kemarahannya. Andaikata yang mengejek itu lain orang, mungkin dia masih dapat menahan diri. Tetapi karena yang mengejek itu seorang
anak blo'on, Tianglo nomor dua dari Hoa-san-pay itu-pun malu.
Tetapi Blo'on tak segera mengeluarkan pertanyaan, melainkan berseru kepada murid-murid Hoa-san-pay : "Hai, kamu murid-murid Hoa-san-pay, aku hendak bertaruh dengan tianglo perguruanmu. Kalau dia dapat menjawab pertanyaanku, aku boleh dibunuh. Tetapi kalau dia tak dapat menjawab, aku bebas. Bagaimana kalian setuju atau tidak ?"
Karena Beruang-sakti sudah menerima tandingan itu, murid-murid Hoa-san-paypun terpaksa mendukung. Mereka setuju karena percaya Tiang-lo itu tentu dapat menjawab pertanyaan si Blo'on.
"Baik," kata Blo'on, "sekarang aku hendak mulai bertanya. Lo-cianpwe, siapakah diriku ini ?"
Seketika gemparlah murid-murid Hoa-san-pay mendengar pertanyaan yang diajukan si Blo'on. Sejak tadi hal itu sudah ditanyakan oleh Naga-besi tapi tiada seorang murid Hoa-san-pay yang tahu dan kenal si Blo'on.

Pendekar Blo'onTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang