Jeritan ngeri itu disusul dengan terlemparnya dua sosok tubuh yang terkapar di tanah dengan berlumuran darah.
Melihat nasib kedua kawannya sedemikian ngeri kedua prajurit yang lain segera tertegun dan pada lain saat terus lari terbirit-birit.
"Ah, kiranya nona Liok" seru Ong Cun dan Ceng Siau suthay ketika menghampiri ke tempat pertempuran itu.
Liok Sian-li tersipu-sipu malu. Ia merasa telah melanggar perintah Ong thacu dan Ceng Sian suthay.
"Ah, nona Liok" kata Ong Cun pula. "kutahu betapa gelisah hati nona memikirkan keselamatan jiwa suko nona. Tetapi telah kami minta, agar nona tetap tenang saja di markas.'*
Siau-li meminta maaf : "Maafkan Ong thancu dan suthay."
Ceng Sian suthay menghela nafas :
"Ah, tindakan nona itu secara tak nona sadari telah menghalangi usaha penyelidikan kita", kata rahib itu.
"Mengapa ?" tanya Sian-li heran.
"Kedua prajurit itu pasti akan melapor ke markasnya. Dan tak lama lagi barisan prajurit yang berjumlah besar tentu akan datang ke mari. Demikian pula penjagaan tentu akan lebih diperketat" Ceng Sian suthay menerangkan.
"'Ah," Sian- li menghela napas sesal.
"Sekarang karena sudah terlanjur, maka baiklah kita lekas2 tinggalkan tempat ini sebelum barisan prajurit datang" kata Ceng Sian suthay.
Mereka segera kembali ke markas Kay-pang.
"Kita harus berganti siasat untuk melakukan penyelidikan" kata Ceng Sian suthay.
Ong Cun membenarkan.
"Penyelidikan pada malam hari. agak lebih sukar karena penjagaan tentu diperkeras. Lebih baik kita melakukan penyelidikan pada siang hari saja,"
"Benar, suthay" seru Ong Cun, "kita dapat menyamar sebagai pedagang atau apa saja dan masuk ke dalam Istana Dalam."
Karena sudah menjelang terang tanah, mereka beristirahat dahulu. Siang baru mereka akan mulai masuk ke dalam Istana Dalam.
Usaha mereka untuk melakukan penyelidikan gagaI akibat tindakan Sian li yang ceroboh.
Pagi itu Hong Kim ciang, pemimpin pasukan bhayangkara Gi-lim-kun telah dititahkan menghadap baginda.
Hong Kim-ciang bergegas menghadap. Pikirnya, sekalian ia hendak melaporkan tentang diri pemuda Blo'on yang telah mengacau genderang pertandaan waktu dan mohon baginda menjatuhkan hukuman.
Baginda tampak murung wajahnya. Tak gembira dan tak bersemangat. Diam2 Hong ciangkun heran. Namun ia tak berani bertanya.
"Ciangkun", ujar baginda "akan kuberi tugas kepadamu untuk mencari seseorang".
"Sudah tentu mana2 yang paduka titahkan. hamba tentu akan melaksanakan dengan segenap tenaga" sahut jenderal pasukan bhayangkara keraton itu.
"Engkau tentu sudah mendengar tentang musibah yang telah menimpah keluarga raja dalam istana, bukan ?" ujar baginda.
Terkejut Hong Kim-ciang mendengar ucapan baginda. Ia duga baginda tentu hendak maksudkan tentang puteri baginda yang sakit itu. Ing Ing kiongcu tiba2 jatuh sakit. Tetapi penyakitnya itu aneh itu. Badannya panas, mata membalik dan mulut berteriak-teriak kalap seperti orang kemasukan setan.
Sudah berpuluh tabib pandai telah dipanggil kekeraton, sudah beberapa dukun atau hwat-su yang pandai dalam ilmu gaib, diundang ke dalam keraton. Namun mereka semua tak mampu menyembuhkan penyakit tuan puteri Ing lng kiong-cu.
Diam2 baginda gelisah dan malu. Kalau puterinya Ing lng kiongcu itu sampai gila, tentulah kewibawaan baginda akan cemar.
Diam2 baginda sudah memikir suatu daya. Jika segala pengobatan dari tabib maupun dukun serta ahli2 pengusir
setan tak mampu menyembuhkan, lebih baik puteri itu dilenyapkan saja. Betapapun sesungguhnya ia amat sayang kepada putrinya itu.
Sampai beberapa hari baginda selalu murung dan berduka sehingga kesehatannya terganggu. Baginda tak mau makan dan kurang tidur. Memang bukan hanya Ing lng kiongcu. puteri baginda itu. Baginda mempunyai banyak putera dan puteri. Tetapi Ing Ing kiongculah yang paling dikasihinya.
Walaupun Ing Ing kiongcu itu bukan dari permaisuri, tetapi puteri dari seorang selir, tetapi tidaklah mengurangi rasa sayang baginda kepadanya. Bahkan rasa sayang baginda itu makin lebih besar mengingat bahwa ibu dari Ing Ing kiongcu telah meninggal karena hendak menyelamatkan jiwa baginda. Ibu Ing Ing kiongcu telah mengorbankan diri.
Pada suatu waktu terjadi suatu persekutuan gelap dimana baginda hendak diracuni oleh seorang thaykam (orang kebiri). Tetapi untunglah rahasia itu telah didengar selir baginda dan sebelum baginda sempat meminum arak beracun yang dihidangkan oleh orang kebiri itu, dengan berani selir itu telah merebut dan meminumnya. Tak berapa lama setelah minum arak, selir itupun melayang jiwanya.
Untuk memperingati jasa selir Itu, baginda telah mengangkatnya sebagai permaisuri. Dengan demikian lng Ing kiongcupun mendapat hak dan kedudukan yang kuat dalam istana.
Sudah tentu baginda amat sedih karena penyakit yang diderita lng Ing kiongcu itu. Karena sudah kehabisan daya, akhirnya baginda mengumumkan sayembara. Barangsiapa yang dapat menyembuhkan penyakit Ing Ing kiongcu. jika lelaki akan dinikahkan dengan kiongcu itu. Tetapi jika orang perempuan akan diambil puteri angkat oleh baginda.
Memang banyak dari delapan penjuru, orang datang hendak mengobati penyakit puteri Ing Ing. Tetapi baginda karena sudah putus asa, mempunyai peraturan aneh. Agar jangan sembarangan orang hanya coba2 saja maka baginda menetapkan bahwa barangsiapa yang akan menghadap untuk mengobati penyakit tuan puteri, apabila gagal, akan dihukum mati.
Memang ada beberapa orang yang tetap berani untuk menghadap baginda. Tetapi akhirnya mereka harus menerima hukuman mati karena gagal mengobati penyakit puteri lng lng.
Sejak itu hampir tiada orang yang berani lagi mengajukan diri untuk mengobati.
Karena jengkel dan putus asa, dengan secara rahasia baginda dengan diiring oleh sekelompok prajurit Gi lim-kun telah berzlarah ke makam selir baginda atau ibu puteri Ing Ing.
Entah bagaimana pada malamnya, baginda telah bermimpi, selirnya itu berkunjung ke hadapannya.
"Baginda, yang dapat menyembuhkan penyakit puteri baginda itu tak lain hanya seorang pemuda yang setengah gila."
"O, kui-hui. banyak sekali pemuda yang setengah gila itu. Bagaimana aku dapat menemukan yang dapat mengobati penyakit puteri kita ?"
Roh dari selir baginda itu tertawa.
"Cobalah baginda periksa telapak tangan paduka ... "
Baginda buru2 menurut. Pada telapak tangannya ia melihat gambaran seorang pemuda yang tolol, mirip seperti orang yang tak waras pikirannya.
"Ya. sekarang aku tahu ... eh. kemana engkau ....". tiba2 baginda menjerit karena selir itu sudah lenyap. Dan bagindapun terjaga dari mimpinya.
Berhari-hari baginda masih memikirkan mimpinya itu. Belum sempat ia mengutarakan hal itu kepada para menteri kerajaan, tiba2 datanglah kepala pasukan Gi-lim-kun yang melaporkan tentang tertangkapnya pemuda yang telah mengacau gendang pertandaan waktu.
"Hukum mati saja pemuda Itu" titah baginda.
Hong Kim-ciang mengiakan dan terus hendak mohon diri.
"Tunggu dulu", tiba2 baginda berseru, "apa maksudnya dia memukul gendang waktu itu ?"
Hong Kim ciang memberi hormat : "Ampun Ong-ya, dia tampaknya seperti orang yang tak waras pikirannya sehingga sukar ditanya keterangannya. Dia mengatakan telinganya hampir pecah dan jantungnya berhenti karena mendengar penjaga gendang memukul gendang sekuat-kuatnya."
"Tidak waras ?" baginda mengulang.
"Benar, thay-ong-ya".
Baginda termenung. Beberapa saat kemudian ia bertitah : "Cobalah bawa anak itu ke hadapan ku".
Hong Kim ciang terkejut. Heran ia mengapa baginda menitahkan demikian. Namun karena titah raja, iapun tak berani membantah.
"Apakah aku akan dihukum mati sekarang*' tanya Blo'on ketika prajurit membawanya ke luar dari ruang tahanan.
"Mungkin" sahut prajurit Itu.
"Hai, bung prajurit." tiba2 pemuda itu bertanya, "benarkah seorang yang hendak dihukum mati itu boleh minta apa saja ?"
Prajurit mengiakan.
"Wah, enak juga" Blo'on tersenyum girang.
Prajurit itu melongo. Masakan orang yang hendak dihukum mati malah gembira.
"Aku akan minta menjadi raja. Boleh tidak?" tanya Blo'on pula.
"Mungkin boleh,"
"Setelah jadi raja, aku akan minta isteri puteri2 yang cantik, boleh tidak ?"
"Mungkin ".
"Aku akan mengadakan pesta besar, boleh tidak ?"
"Mungkin".
"Akan kubagikan uang kepada seluruh rakyat, boleh tidak !"
"Sudah, jangan melamun".
"Akan kusuruh tangkap kepala prajurit yang menangkap aku itu, tentu boleh, bukan ?"
"Hah ?" prajurit terkesiap.
"Akan kusuruh setiap prajurit dihukum rangket. Dan rakyat kusuruh memukul mereka, boleh kan?"
"Hm ... " prajurit itu mulai mendengus.
"Dan engkau, bung akan kuperintahkan dilemparkan ke dalam laut."
"Hai !" prajurit itu tak kuat menahan isi hatinya lagi, "engkau hendak membunuh aku ?"
"Ya."
"Gila !" teriak prajurit itu kejut2 pocat, "mengapa ?"
"Karena engkau menangkap aku".
"Aku hanya menjalankan perintah saja".
"Tidak peduli " sahut Blo'on. "pokoknya pemimpinmu dan engkau semua, akan kusuruh orang melemparkan ke laut".
"Jangan main2 engkau !" hardik prajurit itu dengan muka merah.
"Siapa yang main2 ?" Blo'on menyahut santai, "pokoknya, lihat sa|a nanti. Engkau tentu kusuruh lemparkan kedalam laut. ha. ha, "
Prajurit itu tertegun, gelisah dan mulai bingung, melihat pemuda itu seorang blo'on. Apa yang dikatakan tentu akan dilaksanakan. Dan memang ada satu peraturan, bahwa setiap orang hukuman yang dijatuhi hukuman mati, diperbolehkan minta apa saja.
Karena kebingurgan prajurit itu tak menyadari bahwa walaupun boleh minta segala apa, tetapi minta menjadi raja sehari, belum pernah terjadi. Dan tentu ditolak. Demikian pula minta supaya kepala Gi-lim-kun dan prajurit dilempar ke laut.
Tetapi pada pikiran prajurit itu, bahwa seorang hukuman yang akan dijatuhi hukuman mati, diperbolehkan minta apa saja. Maka ia ketakutan.
"Kongcu ... " akhirnya ia tunduk dan setengah membujuk, "harap jangan memerintahkan begitu. Aku mempunyai anak
isteri dan seorang ibu yang sudah tua. Kalau aku sampai mati, siapakah yang akan memberi makan mereka ?
Blo'on garuk2 gundulnya.
"O, kalau begitu, engkau harus kuberi hadiah, bagaimana ?"
"Terserah, kongcu, asal jangan suruh orang melempar diriku ke dalam laut".
"Engkau harus menurut perintahku."
"Baiklah "
"Begini" kata Blo'on, katakan kepada kepala prajurit bahwa siang ini aku tak dapat menghadap karena sakit perut, Nanti malam saja".
"Tetapi kongcu ... "
"Kalau engkau membantah, terpaksa besok akan kusuruh orang melemparkan engkau kelaut"
"Ah . , " prajurit itu menghela napas, "ya, baiklah, akan kulaporkan kepada ciangkun.*'
Semula Hong ciangkun marah tetapi prajurit itu memberi tahukan bahwa Blo'on memang benar2 sakit perut sampai kelintingan.
Akhirnya jenderal pasukan bhayangkara istana itupun tak dapat berbuat apa2. Ia pun menghadap baginda, dan melaporkan hal itu. Di luar dugaan baginda tidak murka bahkan berkenan menitahkan kepala Gi-lim-kun itu untuk mengantarkan obat kepada Blo'on.
"Aneh" benar, baginda ini." diam2 Hong Kim ciang membatin, "mengapa jauh sekali beda sikap baginda terhadap pemuda sinting itu."
Pada malam harinva, prajurit tadipun diperintahkan untuk mengambil Blo'on.
"Nah, sekarang engkau harus turut perintahku, mau ?"
Prajurit itu mengiakan.
"Kita tukar tempat" kata Blo'on.
"Tukar tempat bagaimana ?" prajurit tertegun.
"Engkau jadi aku, aku jadi engkau"
"Hah", prajurit itu melongo.
"Akan kuberi kesempatan kepadamu untuk menjadi raja sehari. Makan enak, diladeni puteri2 cantik ..."
"Lalu besok paginya dipenggal kepalaku !" tukas prajurit itu.
"Tidak. akulah yang akan menerima hukuman itu. Kita nanti tukar tempat lagi."
"Bagaimana mungkin?"
"Siapa bilang tidak mungkin ? Engkau berkuasa penuh pada hari itu. Suruh saja semua prajurit dan pegawai2 istana mencukur rambut sampai gundul dan sisakan seikat kuncir seperti aku ini. Mereka tentu sukar mengetahui bedanya aku dengan engkau "
"Dan lagi" Bloon menambahkan pula, "engkau berkuasa untuk suruh aku yang mengantarkan kembali ke kamar tahanan disini. Nah. kita nanti bertukar pakaian lagi"
"Tetapi ..."
"Engkau boleh minta apa saja, Boleh suruh memberi anak isteri dan ibumu uang banyak dan benda2 berharga. Pendeknya, engkau tentu akan kaya raya,"
Prajurit itu terdiam.
"Dan engkaupun dapat suruh prajurit untuk menghukum orang yang engkau benci dari musuh2 mu. Pendek kata gunakan waktu sehari itu sebaik2-nya ... "
"Tetapi , . "
"Jangan takut, besok paginya akulah yang akan menerima hukuman," setiap kali prajurit itu hendak berkata. Blo'on tentu cepat2 menukas.
Prajurit itu merenung. Rupanya mulailah hatinya terkecoh oleh bujukan Blo'on. Ya, apabila dia menurut apa yang dikatakan Blo'on, tentu keluarganya akan terjamin.
"Bagaimana ?" tanya Blo'on, "engkau mau tukar tempat dengan aku atau minta dilempar ke laut?"
Kebetulan sekali prajurit itu memang seorang yang jujur dan agak bodoh. Ia percaya penuh atas kata2 Blo'on. Akhirnya daripada mati konyol, lebih baik ia tukar tempat saja dengan pemuda hukuman itu.
"Wah. tetapi mereka tentu tahu kalau wajahku ini bukan engkau ?" tanya prajurit itu.
"Pakaian kain penutup kepala. Katakan kalau engkau masih takut angin", kata Blo'on.
"Tetapi kumisku ini?'
"Cukur sampai kelimis," sahut Blo'on santai.
Demikian setelah berganti pakaian, maka Blo'on yang saat itu menjadi prajurit Gi-lim kun segera mengantar blo'on palsu menghadap Hong Kim-ciang.
"Eh, mengapa engkau mengerudung kepalamu ?"' tegur jenderal pasukan bhayangkara itu.
"Dia masih sakit, takut kena angin." sahut Blo'on.
Hong Kim ciang terkesiap.
"Eh. prajurit, mengapa nada suaramu berobah ?" tegurnya heran.
"Maaf ciangkun, hambapun ketularan penyakitnya sehingga suara hamba parau dan perut hamba sakit. Hamba mohon beristirahat."
Karena prajurit Gi lim-kun itu memakai topi bulu burung maka tak dapatlah Hong Kim-ciang membedakan wajah Blo'on. Hanya ia melihat bahwa wajah prajurit palsu itu pucat maka ia kira tentu benar2 sakit perut.
"Ya, engkau boleh beristirahat dan lekas minum obat," kata pemimpin Gi-lim-kun itu.
"Celaka !" diam2 prajurit yang menyaru sebagai Blo'on itu menjerit dalam hati, "mengapa dia hendak pergi ? Kalau dia tak kembali, bukankah aku yang bakal menerima hukuman mati ?"
"Ikut aku," tiba2 Hong Kim ciang memberi perintah. Dia tak mau memeriksa lebih jauh apakah Blo'on itu benar2 pemuda yang dijebluskan dalam penjara siang tadi. Ia percaya saja, pemuda itu tentu Blo'on.
Dengan gemetar keras, Blo'on palsu itupun segera ayunkan langkah mengikuti di belakang Hong Kim-ciang.
"Ah. kali ini aku tentu mati." katanya daIam hati. Mengapa aku mau menurut perintah pemuda sinting itu ?" kembali timbul pertentangan dalam batinnya. Ia masih bingung untuk memutuskan. Lebih baik mengaku terus terang saja kepada Hong Kim-ciang atau tidak.
"Ah. kalau aku mengaku, aku tentu dihukum berat" bantahnya dalam hati sendiri, "ah lebih baik biar saja. Apabila
aku dijatuhi hukuman mati, aku tentu diberi kesempatan mengajukan permintaan apa saja. Aku akan minta menjadi raja sehari. Dan akan kulakukan seperti apa yang dikatakan pemuda sinting itu. Tentang dia, akan kusuruh orang untuk menangkap dan membawa ke hadapanku. Masakan dia dapat lari kemana ?"
Demikian setelah menghibur hatinya sendiri prajurit itupun tumbuh nyalinya. Ia mulai tenang dan berusaha untuk bersikap seperti Blo'on.
"Ban-swe-ya, " Hong Kim-ciang membungkuk dalam2 memberi hormat kepada baginda, "hamba telah membawa pemuda yang hamba tahan itu."
"O. apakah itu ?" ujar baginda,
"Benar, banswe-ya."
Baginda menitahkan supaya Blo'on palsu itu dibawa maju kehadapannya. Dengan gemetar Blo'on palsupun menurut. Ia duduk dengan kepala menunduk dihadapan baginda.
"Siapa namamu ?" tegur baginda.
"Mati aku", prajurit itu menjerit dalam hati "mengapa tidak kutanyakan kepada pemuda sinting itu siapa namanya ?"
"Hamba orang she Put, nama Ti-to " sahut prajurit itu seraya memberi hormat.
Baginda memandang tajam ke wajah Blo'on palsu lalu kerutkan dahi. Rupanya ada sesuatu yang meragukan hati baginda.
"Put Ti-to ?" ulang baginda, "apakah artinya itu?
"Entah, banswe ya. Hamba sendiri tak tahu" sahut Blo'on palsu.
"Mm, Put itu artinya tidak. Ti-to artinya tahu. Put Ti-to artinya tidak tahu. Aneh, sekali nama itu" gumam Baginda.
"Mohon banswe ya melimpahkan ampun yang se-besar2nya kepada orang tua hamba karena telah memberi nama begitu kepada hamba.
Tiba2 baginda tertawa. Kalau menurut bicaranya, pemuda itu memang agak kurang waras pikirannya. Ah, mungkin memang seperti pemuda dalam impiannya itu.
"Engkau orang dari mana ?" masih baginda menegas pertanyaan.
"Mati aku lagi", keluh prajurit itu dalam hati. Ia menyesal mengapa tak menanyakan hal itu kepada si Blo'on.
"Hamba berasal dari desa di pedalaman gunung yang jarang didatangi orang, banswe-ya. Entah apakah nama desa itu, hamba tak tahu"
Sebenarnya prajurit itu nekad memberi keterangan sekenanya saja. Di luar dugaan baginda tertawa.
"Bagus... bagus. Hampir sesuai dengan dia," seru baginda.
Blo'on palsu bahkan Hoag Kim ciang terlongong2. Mereka tak tahu apa yang dimaksud baginda. Namun mereka tak berani bertanya.
Sejenak merenung, baginda lalu memberi titah supaya Blo'on palsu itu membuka kain penutup kepalanya.
"Mohon banswe ya sudi melimpahkan ampun kepada diri hamba," prajurit itu terkejut dan buru2 menjawab, "sejak siang tadi hamba menderita sakit perut. Oleh karena itu kepala hamba terpaksa hamba selimuti dengan kain kerudung agar jangan masuk angin,"
"O, apakah kepala itu mempunyai hubungan dengan sakit perut ?" baginda meragu.
Karena sudah terlanjur memberi keterangan maka prajurit yang menyamar sebagai Blo'on itu pun terpaksa melanjutkan kebohongannya.
"Benar, banswe ya" sahutnya, "memang angin itu masuk dari ubun2 kepala dan terus menyerang perut."
"Oh," desuh baginda agak berseri wajahnya "engkau tentu mengerti ilmu pengobatan bukan?"
"Se ... dikit. banswe-ya" prajurit itu menjawab agak tersekat.
"Bagus," seru baginda, "engkau harus mengobati seorang puteriku yang sakit. Penyakit Ing Ing kiongcu itu aneh sekali. Sudah beratus-ratus tabib dan ahli2 pengusir setan, para hwesio, kutitahkan mengobati, tetapi gagal semua. Aku bermimpi bahwa hanya engkaulah yang dapat menyembuhkan penyakit puteriku itu."
Kejut prajurit yang menyamar Blo'on itu bukan alang-kepalang. Kalau saat itu dia dijatuhi hukuman mati, ia tak begitu kaget. Karena memang sudah diduga. Tetapi bahwasanya baginda menitahkan hal semacam itu, benar2 ia seperti disambar petir.
Tubuh prajurit itu gemetar keras, peluh dingin membasahi sekujur tubuhnya, Mukanya pucat seperti mayat. Bagaimana ia mampu mengobati puteri itu kalau sedikitpun ia tak mengerti ilmu pengobatan ?
Memang ia telah mendengar tentang diri Ing Ing kiongcu yang mengidap penyakit aneh itu dan tiada seorang tabib pandai dan orang sakti yang mampu menyembuhkan.
"Mengapa engkau ?" tegur baginda demi melihat prajurit itu gemetar.
"Mohon diampunkan diri hamba, ban-swe-ya," prajurit itu setengah meratap, "hamba tak mengerti ilmu pengobatan. Bagaimana mungkin hamba dapat menyembuhkan penyakit tuan puteri ?"
"Bukankah tadi engkau mengatakan sedikit2 mengerti ilmu pengobatan?" tegur baginda.
"Ya ... tetapi itu hanya mengenai masuk angin yang ringan saja, banswe-ya."
Baginda kerutkan dahi. lalu berkata pula dengan nada bengis : "Tidak biar bagaimana engkau harus mengobati puteriku. Karena mimpiku mengatakan hanya engkaulah yang sanggup menyembuhkan Ing Ing kiongcu"
"Banswe-ya ... "
"Hong ciangkun, bawa dia dan serahkan pada thaykam supaya dibawa ke keraton tempat tinggal Ing Ing kiongcu" baginda tak memberi kesempatan lagi kepada prajurit yang menyamar sebagai Blo'on itu untuk bicara lagi.
Hong Kim-ciang segera melakukan perintah. Prajurit yang menyamar sebagai Blo'on itu segera diserahkan kepada thaykam.
Pada saat itu, prajurit tersebut sudah mau mengaku siapakah dirinya kepada Hong Kim-ciang. Tetapi ia tahu bahwa urusan telah berkembang sedemikian jauh. Kalau ketahuan bahwa ia berani menyamar sebagai pemuda hukuman itu, tentulah akan dihukum, Begitulah pula karena ia telah berani mati memberi keterangan dihadapan baginda, tentulah dosanya takkan diampuni lagi.
Prajurit itu seperti menunggang punggung harimau buas. Kalau ia berhenti, tentu akan dimakan harimau itu. Tetapi kalau ia teruskan menunggangnya, kemungkinan harimau itu akan kehabisan tenaga dan rubuh. Atau mungkin akan bertemu dengan sesuatu tak terduga yang dapat menyelamatkan jiwanya.
"Kalau menurut baginda dalam mimpi hanya aku yang dapat menyembuhkan penyakit tuan puteri. Ah. siapa tahu ... ya, siapa tahu kalau memang sudah direstui Thian apa yang kuberikan tentu dapat menyembuhkan tuan puteri. Dan apabila berhasil, ah, alangkah hebatnya ganjaran yang bakal kuterima ... "
Demikian prajurit itu mulai merenung dan menimang dalam hati. Membayangkan ganjaran yang besar itu seketika timbullah nafsu yang kurang baik dalam hatinya ... : "Jika aku berhasil menyembuhkan tuan puteri dan menerima ganjaran pangkat, akan kusuruh orang untuk membunuh pemuda sinting itu agar jejaknya terhapus dan tak menganggu aku lagi ... "
Akhirnya prajurit itu menenangkan hatinya. Tiba2 ia dikejutkan oleh kata2 thaykam yang membawanya.
"Tunggu dulu, inilah keraton Ing Ing kiong tempat kediaman puteri Ing Ing." kata thaykam. "aku hendak menghadap tuan puteri untuk melaporkan kedatanganmu."
Thaykam itu segera masuk dan suruh prajurit yang menyamar sebagai Blo'on menunggu di luar.
Ing jun-kiong berarti Istana-musim-semi abadi. Di Istana, memang terdapat beberapa lstana2 kecil untuk tempat kediaman putera-puteri baginda yang sudah dewasa.
Tak berapa lama thaykam itupun keluar pula dan menyuruh Blo'on palsu masuk. Prajurit yang menyaru jadi Blo'on itu makin berdebar-debar keras.
Seumur hidup baru pertama kali itu ia masuk ke dalam istana seorang puteri raja. Walaupun ia menjadi prajurit bhayangkara, tetapi selama itu tugasnya hanya menjaga diluar Istana2 para putera puteri baginda.
Indah sekali ruang istana Ing-jun-kiong itu. Ia pernah mendengar cerita tentang Thian-tong atau surga yang indahnya sukar dilukiskan dengan kata2.
"Adakah Thian-tong itu seperti ini ?" tanyanya dalam hati.
Tetapi walaupun ruang istana Ing jun-kiong itu indah sekali suasananya agak merawankan. Duabelas dayang2 gadis yang cantik dengan pakaiannya yang indah, sedang duduk menghadap sebuah tempat tidur, Tempat tidur itu terbuat dari kayu cendana yang wangi, keempat tiangnya diukir dengan burung hong dan naga. Tiangnya dicat merah, ukirannya dicat kuning emas, Sedemikian indah ukir-ukiran itu sehingga tampaknya seperti hidup.
Seorang gadis yang cantik tetapi wajahnya pucat muram, tengah berbaring di dalam.
Ia duga gadis cantik itu tentulah puteri Ing Ing kiongcu. Puteri itu tengah pejamkan mata.
"Celaka. keadaan kiongcu sudah amat payah kalau aku keliru memberi obat, bukan sembuh mungkin bisa mati." seketika timbul bayangan ketakutan dalam hati prajurit yang menyaru sebagai Blo'on itu.
"Itulah tuan puteri Ing Ing kiongcu. "kata thaykam, "lekas engkau buka resep."
Prajurit itu terkejut dari lamunannya. Pada saat itu ia benar2 dihadapi oleh suatu ujian yang maha berat. Jika keliru memberi obat, puteri akan mati dan dia tentu akan dihukum.
Tetapi karena sudah tiada jalan untuk menghindar lagi, apa boleh buat. Terpaksa ia harus bulatkan tekad, besarkan nyali.
"Bagaimana aku dapat membuka resep kalau belum memeriksa keadaannya ?" serunya dengan nada seperti seorang tabib pandai.
"Bagaimana cara engkau hendak memeriksa", tanya thaykam.
Prajurit itu teringat sesuatu, cepat la menjawab: "Sudah tentu memeriksa denyut pergelangan tangannya."
"Hm, boleh" sahut thaykam, "hanya terbatas pada pergelangan tangan saja. Ingat, tak boleh memegang lain2 bagian, tahu !"
"Baik," prajurit yang menyaru sebagai Blo'on mengiakan. Ia dipersilahkan maju ke tempat peraduan tuan puteri Ing Ing.
"Ya, Thian yang Maha Pemurah, moga2 hamba dapat menyembuhkan penyakit tuan puteri diam2 prajurit itu mendoa dalam hati ketika ia memegang pergetangan tangan Ing Ing kiongcu.
Sesungguhnya la tak mengerti ilmu Bongmeh atau memeriksa denyut pergelangan tangan. Tetapi karena dipaksa oleh keadaan yang menentukan mati hidupnya, ia curahkan seluruh perhatiannya untuk mendengar denyut nadi Ing Ing kiongcu.
la bingung karena tak merasakan suatu apa. Dibolak balikkan tangan Ing Ing kiongcu kian kemari. naik turun namun belum terasa apa2.
Akhirnya ia tundukkan kepala, lekatkan telinganya ke pergelangan tangan puteri. Belum berapa jenak ia berbuat begitu dan belum sempat ia mendengarkan denyut nadi, se-konyong2 Ing Ing kiongcu membuka mata. Demi melihat sebuah benda berkerudung kain hitam merunduk di dekatnya Ing lng kiongcu menjerit kaget dan serempak menghantam.
Plak .....
"Aduh ... ", prajarit yang menyaru sebagai Blo'on itu menjerit kaget dan kesakitan sehingga ia loncat mundur.
Sesungguhnya tabokan puteri itu tak berapa keras tetapi karena ia memakai cincin permata yang besar dan gelang batu giok, cincin dan gelang itu tepat menghantam kepala Blo'on palsu sehingga kepalanya membenjul sebesar telur burung;
"Setan . , hih , . setan itu datang hendak memakan aku ... hih, bunuhlah . , bunuhlah, ia hu. hu, hu ... " tiba2 Ing Ing kiongcu menangis, la takut kepada Blo'on palsu yang disangkanya setan.
Beberapa dayang segera menghiburnya.
"Kiongcu, dia bukan setan" kata mereka, "tetapi pemuda yang dititahkan banswe-ya untuk mengobati penyakit tuan puteri."
"Aku sakit ?" Ing Ing kiongcu mengulang.
"Tuan puteri sering merasa pusing dan setempo dingin setempo panas."
"O, kalau begitu aku sakit," kata Ing Ing kiongcu "tetapi siapa bilang aku sakit ? Tidak, aku tidak sakit"
Tiba2 Ing Ing kiongcu menggeliat bangun dan terus turun dari peraduan. Menghampiri Blo'on palsu ia bercekak pinggang dan menuding mukanya.
"Mau apa engkau kemari? Siapa yang suruh engkau kemari !" bentak Ing Ing kiongcu seraya membelalakkan kedua matanya lebar.
Prajurit yang menyamar jadi Blo'on itu gemetar keras. Dia adalah seorang prajurit Gi lim-kun sehingga takut sekali kepada baginda dan pangeran serta puteri2 raja.
"Ampun, kiongcu ... "
"Ampun ? Apa salahmu ?" tanya Ing Ing kiongcu.
"Hamba hanya melaksanakan titah baginda untuk mengobati penyakit tuan puteri .. "
"Aku sakit ? Sakit apa ?"
"Itulah maka hamba tadi memeriksa denyut pergelangan tangan kiongcu untuk mergetahui penyakitnya."
"O, engkau akan mencari penyakit ? Pintar ya? Mari, cobalah engkau periksa." tiba2 Ing lng kiongcu ulurkan tangan kirinya.
Prajurit yang menyaru sebagai Blo'on itu terkejut melihat perubahan sikap Ing Ing kiongcu yang sedemikian anehnya. Namun karena terlanjur terpaksa ia memberikan diri untuk memeriksanya juga.
"Bagaimana ? Apakah penyakitku ?" tiba2 Ing Ing kiongcu menegur.
Prajurit itu gelagapan. Sesungguhnya ia tak mendengar denyut nadi tuan puteri dan memang tak mengerti untuk memeriksa denyut nadi itu.
"Tuan puteri tak menderita penyakit suatu apa yang berbahaya. Seteluh minum obat tentu sembuh," kata prajurit
itu dengan nada penuh keyakinan. Saat itu dia benar2 harus bersikap berani mati.
Ia segera berkata kepada thaykam minta kertas dan pit untuk menulis resep. Thaykam membawanya ke sebuah ruangan dan alat2 tulis serta kertaspun disediakan.
Prajurit itu teringat bahwa ketika dahulu isterinya sakit, ia pernah membawanya ke tabib pandai. Tabib itu membuka resep dan setelah diminumkan, ternyata penyakit bengap pada tubuh dan perut isterinya itu sembuh.
Ia masih ingat jelas ramuan obat itu, Waktu dekat dengan Ing Ing kiongcu. Ia melihat wajah puteri itu agak bengap. Masuk angin jahat, pikirnya.
Segera ia menulis ramuan obat dan diserahkan kepada thaykam, berikut petunjuk aturan minumnya.
Prajurit itu segera dibawa thaykam ke luar dari lingkungan istana Ing Ing kiongcu. Dia tidak dikembalikan ke tempat Hong Kim-ciang melainkan disuruh bermalam di sebuah ruangan khusus.
Malam ini prajurit yang menyamar sebagai Blo'on diperlakukan sebagai seorang tetamu agung. Dia di jamu daen dilayani oleh dayang2 cantik sesuai dengan titah baginda.
Dan malam itu obatpun segera diminumkan kepada Ing Ing kiongcu,
Obat itu terdiri dari ramuan jamu Kui sim, Jwan-kiong, Cek ci, Ngo sut, Tay-tong, Yan coh, Jwan-gu-theng. Suatu ramuan yang diperuntukkan mengobati penyakit wanita yang perutnya membesar seperti orang bunting tetapi sesungguhnya tak bunting.
Keesokan harinya terjadilah kegemparan dalam istana Ing jun-kiong. Ing Ing kiongcu menjerit jerit dan menampar-nampar perutnya.
"Aduh, celaka, mengapa parutnya sebesar ini?" teriak puteri raja itu.
Dayang2 kaget dan bingung tak keruan. Kepala dayang bergegas mencari thaykam dan melaporkan keadaan Ing lng kiongcu.
Thaykam terkejut. Cepat ia membawa prajurit yang menyaru sebagai Blo'on ke istana Ing-jun-kiong.
Bukan kepalang kejut prajurit itu melihat hasil dari ramuan obatnya. Dia memang tak tahu bahwa ramuan obat itu untuk penyakit wanita yang perutnya membusung besar. Tetapi apabila diminum oleh wanita yang tak menderita penyakit itu, malah akibatnya akan menyebabkan wanita menderita perut besar ... ,
"Bagaimana ?" tegur thaykam.
Prajurit itu pucat seperti mayat. Sampai beberapa saat ia tak dapat menjawab.
"Bagaimana ? Mengapa engkau diam saja !" thaykam itu mulai membentak keras.
"Sesungguhnya penyakit kiongcu itu harus sudah sembuh ..... tetapi kalau tak sembuh, tentu bukan penyakit biasa ... "
"Maksndmu ?"
"Ada roh jahat yang menyusup kedalam tubuh kiongcu. Obat yang kuberikan itu telah diselewengkan oleh roh jahat itu sehingga mencelakai kiongcu".
"Perlu apa roh jahat itu akan berbuat begitu ?"
"Agar aku tak dapat menyembuhkan penyakitnya dan dihukum mati. Dengan begitu roh jahat itu akan menang dan tetap mengganggu kiongcu."
Prajurit itu memang berani mati. Ia cari alasan untuk menutupi kesalahannya.
"Lalu bagaimana. Apakah engkau sanggup mengobati kiongcu ?"
"Kalau hanya penyakitnya, aku sanggup. Tetapi terhadap roh jahat itu, aku tak dapat mengusir, yang dapat mengusir segala roh jahat bauya-luh kaum imam atau paderi yang mengerti lima mantra untuk mengusir setan, iblis dan roh jahat"
"Lalu bagaimana sekarang ?" tanya thaykam
"Aku tak dapat berbuat apa2 lagi", prajurit itu mengangkat bahu.
"Baik, akan kulaporkan kepada baginda." kata thaykam.
Ketika baginda menerima laporan tentang pengobatan yang dilakukan Blo'on palsu terhadap Ing lng kiongcu, baginda kerutkan dahi.
"Salahkan impianku itu ?" tanya baginda dalam hati, "namun jelas Kui-hui telah datang kepadaku dan memberi petunjuk. Masakan impian itu hanya khayalan belaka,"
"Adakah engkau benar2 tak dapat mengobati penyakit kiongcu itu ?" baginda menegur.
"Mohon ampun, baniwe-ya." prajurit itu menghaturkan hormat, "hamba memang tak dapat mengobati penyakit kiongcu karena diganggu oleh roh jahat",
"Hm, baiklah" ujar baginda, "akan kutitahkan orang sakti yang dapat mengusir roh jahat, Tetapi engkau harus memberi obat agar perut kiongcu yang membusung itu dapat sembuh".
"Hamba akan berusaha sekuat tenaga hamba" kata prajurit itu pula walaupun dalam hati sudah kebat kebit karena tak tahu apakah dia mampu melakukan hal itu.
Baginda menitahkan supaya prajurit yang menyaru sebagai Blo'on itu dibawa ke markas Gi-lim-kun diserahkan lagi kepada Hong Kim-ciang. Ditempat itu, bolehlah Blo'on palsu itu menulis resep obat untuk kiongcu.
Blo'on palsupun berani mati untuk menulis resep dan peraturan minumnya. Malam itu ia tidur di markas Gi lim-kun dengan hati yang tak keruan rasanya. Apabila besok pagi penyakit busung perut dari kiongcu tetap belum sembuh, celakalah ia.
Tiba2 ia teringat kepada Blo'on.
"Hai, ke manakah gerangan pemuda sinting itu? Mengapa tak kelihatan berada dalam markas sini ?" ia mulai gelisah dan bingung. Tetapi apa daya ? Siapakah yang dapat ia tanyai keterangan tentang pemuda sinting itu ?
Malam itu ia benar2 seperti seorang hukuman yang tengah menanti keputusan. Hidangan malam, tak disentuhnya. Ia tak suka mukan, tak dapat tidur. Ia benar2 gelisah sekali memikirkan dua hal. Pertama, bagaimanakah hasil obat yang diberikan malam itu kepada Ing Ing kiongcu. Dan kedua, mengapa blo'on si pemuda sinting itu tak tampak batang hidungnya!
Malam makin kelam. Suasana dalam keraton sunyi senyap,
Sekonyong-konyong timbullah suara ribut di dalam markas. Dan suara itu makin lama makin gempar ketika terdengar suara Hong Kim-ciang memberi perintah kepada para prajurit Gi-lim-kun.
"Lekat tangkap prajurit hianat itu !" teriak Hong Kim ciang.
Apakah yang telah terjadi ?
Pada saat prajurit yang menyaru jadi Blo'on dibawa thaykam ke istana Ing Ing kiong. maka Blo'onpun menyelinap dari markas dan jalan2 menlnjau keadaan keraton.
Tengah dia menikmati keindahan keraton dengan bangunannya yang mewah, taman bunga yang indah, tiba2 ia dikejutkan oleh suara langkah kaki orang berjalan gopoh. Karena takut diketahui, Bloonpun menyelinap bersembunyi di balik sebatang pohon.
Seorang lelaki berpakaian indah bergegas jalan menuju ke sebuah gedung yang indah. Setelah mengetuk pintu, maka muncul seorang thaykam setengah tua yang bertubuh gemuk Lelaki berpakaian indah itu segera dipersilahkan masuk.
Karena ingin tahu siapa mereka mereka, Blo'on dengan langkah hati2 menghampiri jendela Dari jendela itu ia dapat menangkap pembicaraan yang terjadi dalam ruang.
"Gui tayjin" kata tetamu itu. "hamba diutus Cian-bin-long-kun Buyung Kiong toaya untuk menyampaikan surat kepada Gui loya disini."
Blo'on terkejut mendengar nama Cian-bin-long-kun disebut-sebut. Ia makin lekatkan telinganya untuk mendengarkan.
"Hai, mengapa terjadi begini !" tiba2 Gui Thaykam bereru keras, "Buyung Kiong harus bertanggung jawab atas kehilangan peti harta karun itu."
Kemudian Gui Thaykam menatap lelaki itu "Lalu bagaimana tindakan yang dilakukan oleh tuanmu ?"
"Buyung loya sudah mengirim orang untuk mencari ke pulau itu lagi." sahut lelaki berpakaian indah.
"Hm," dengus Gui thaykam, "sesungguhnya masih banyak sekali harta yang hendak kuserahkan kepadanya. Tetapi kalau dalam percobaan pertama itu. dia tak mampu menjaga, akupun tak mau menaruh kepercayaan kepadanya lagi."
Tetamu itu tertawa.
"Tetapi Gui tayjin harap ingat, bahwa banyak sekali rahasia tayjin yang diketahui Buyung loya . "
Gui thaykam berobah wajahnya.
"Adakah Buyung Kiong menceritakan hal itu kepadamu ?" tanyanya dengan gopoh.
"Tidak tayjin" sahut tetamu itu, "hanya Buyung loya menyampaikan pesan kepada hamba bahwa Buyung loya tetap akan setia kepada tayjin dan takkan membocorkan segala rahasia tayjin selama ini".
"Hm. " Gai thaykam mendengus. Dipandangnya orang itu dengan tajam, lalu bertanya, "Siapakah engkau ini ?"
"Hamba orang kepercayaan Buyung loya, nama hamba Utti Siang yang dikenal orang sebagai Cian jiu- sin git ... "
"O. engkau dari partai Kay-pang ?" tukas Gai thaykam.
"Bukan" sahut Utti Siang, "tetapi dari Jiong pang, partai Jembel, pecahan dari Kay pang".
"Apakah kedudukanmu ?"
"Hamba yang rendah ini telah dipercaya oleh kawan2 untuk menjabat sebagai ketua Jiong-pang cabang kota raja".
Terkejut Blo'on mendengar keterargan itu. Kini dia baru tahu bahwa Jiong-pang telah menjadi kaki tangan Cian-bin-long-kun dan Cian-bin-long-kun bersekutu dengan Gui thaykam.
Mengetahui hal itu, mulai timbul keinginan Blo'on untuk mengetahui lebih jauh, apakah yang hendak diberikan Gui taykam kepada Cian-bin-long kun.
Kemudian teringat akan peti2 harta karun di pulau kosong dahulu, seketika terbeliaklah Blo'on. Dari mana harta karun sekian banyak itu ? Apakah milik Gui thaykam sendiri?.
"Ah, tak mungkin." pikirnya.
"Baiklah," kata Gui thaykam, "besok pagi aku akan kirim orang membawa surat kepada Cian bin long-kun".
Ketika Utti Siang tinggalkan istana itu. Gui thaykam memandanguya dengan tajam dan wajahnya menampil hawa pembunuhan,
"Apabila aku gagal melakukan rencana, Cian-bin long-kun, Utti Siang itu harus dilenyapkan katanya dalam hati.
Gui thaykam masuk dan menutup pintu lagi. Blo'on pikir, itulah saatnya ia harus bertindak. Segera ia keluar dari tempat persembunyiannya dan langsung mengetuk pintu.
Pintu terbuka dan seorang bujang segera menyapa ; 'Siapa dan mau apa engkau ?"
"Aku prajurit Gi-Iim-kun yang diutus oleh Hong ciangkun untuk menghadap Gui thaykam" sahut Blo'on.
"Tunggu" kata bujang itu seraya masuk. Tak berapa lama ia keluar lagi dan menipersilahkan Blo'on, "Gui tayjm menunggu di ruang tengah," kata bujang itu.
Ketika berhadapan dengan Gui thaykam, terpaksa Blo'on memberi hormat : 'Hamba diutusi Hong ciangkun untuk mengundang tayjin ke gedung kediaman Hong ciangkun."
Gui thaykam kerutkan dahi. Tak pernah selama ini, Hong Kim ciang mengundangnya, biasanya kepala Gi-lim-kun ituo yang datang terkunjung kepadanya.
"Mengapa Hong ciangkun tidak datang sendiri?" tegurnya.
"Hong ciangkun sedang memeriksa seorang tangkapan penting maka terpaksa tak dapat menghadap tayjin," tiba2 Blo'on mendapat pikiran untuk mengelabuhi thaykam.
"Seorang tangkapan? Mengapa dia mengundang aku kesana?", Gui thaykam makin heran.
"Tangkapan itu seorang utusan dari Cian-bin-long-kun yang diketemukan masuk ke dalam istana ini tanpa seijin Hong ciangkun".
"Hai" serentak Gui thaykam melonjak bangun "tangkapan itu.... siapakah ?"
"Entah, tayjin" kata Blo'on "hamba tak tahu hal itu."
Bergegas Gui thaykam segera melangkah ke luar dan Blo'on pun mengikutinya dari belakang.
Dari gedung kediaman Gui thaykam ke gedung tempat tinggal Hong Kun ciang yang dekat dengan markas Gi-lim-kun, cukup jauh dan harus dilalui beberapa lorong.
Saat itu mereka tengah berjalan melalui sebuah halaman. Di kedua tepi lorong yang terbuat daripada batu marmar putih itu, tumbuh beberapa batang pohon go tong.
Melihat disekeliling tempat itu sunyi senyap tiada seorang penjaga ataupun dayang, BIo'on segera bertindak. Tiba2 ia loncat menerkam tengkuk Gui thaykam.
"Ua ..." erang kebiri itu menjerit kesakitan tetapi suaranya tak dapat meluncur keluar karena tercekik oleh tangan Blo'on yarg kuat.
"Hayo, engkau minta mati atau hidup ?" bentak Blo'on. "kalau minta mati segera kucekik lehermu. Kalau minta hidup, engkau harus menjawab pertanyaanku."
"Ya. ya ... hohan ... aku minta , . hidup" Gui thaykam menjawab dengan tersekat-sekat.
"Kalau minta hidup, jangan berteriak dan harus menjawab pertanyaanku dengan jujur."
"Siapa ... hohan ini ?"
"Tak perlu tahu, Engkau hanya harus menjawab tak boleh bertanya !"
Gui Thaykam adalah orang kebiri yang paling berkuasa dan berpengaruh dalam istana. Mentri2 pun takut kepadanya Tetapi saat itu. dia tak dapat berkutik menghadapi Blo'on.
"Dari mana engkau memperoleh harta karun yang engkau suruh Cian-bin-long-kun sembunyikan dalam pulau kosong itu ?" tanya Blo'on.
Kejut Gui thaykam bukan alang kepalang. Gemetarlah sekujur badannya seperti orang sakit demm. Bagaimana hohan atau orang gagah,yang dihadapannya itu tahu akan rahasia hartakarun itu?
"Hohan", katanya kemudian, "jika engkau mau bekerja sama dengan aku, aku bersedia untuk membagi harta itu kepadamu."
"Bekerja-sama bagaimana ?" tanya Blo'on.
"Akan kualihkan kepercayaanku dari tangan Cian-bin long-kun kepadamu".
"Oh ... ", tiba2 Bloon mendesis.
"Mengapa ?" tanya Gui thaykam.
"Karena aku kenal baik deugan Cian-bin-long-kun."
"O, diakah yang memberitahu rahasia itu ke padamu ?" tanya Gui thaykam.
"Bukan dia tetapi seorang sahabat lain".
"Siapa ?"
"Ketua partai Jong pang di kotaraja ini,"
"Utti Siang !* seru Gui thaykam terkejut.
"Ya, kenapa?"
"Mengapa dia memberitahu hal itu padamu?"
"Ham, rahasia itu sudah diketahui orang banyak. Cian bin-long kun dengan bangga malah memberitahu kepada setiap sahabatnya agar orang menganggap dia memang berpengaruh karena menjadi kepercayaan Gui thaykam."
"Oh ... " Gui thaykam mengeluh, "celaka benar manusia itu. Walaupun berpengaruh tetapi aku mempunyai banyak musuh yang bersembunyi. Mereka mencari kesempatan untuk menjatuhkan aku."
"Lalu bagaimana maksudmu?" tanya Blo'on.
"Apakah engkau sanggup membasmi Cian-bin-long-kun dan Utti Siang?" tanya Gui thaykam.
Blo'on tak mau segera menyahut. Beberapa saat kemudian baru ia berkata : "Ah, mungkin sukar. Kepandaianku seimbang dengan kedua orang itu. Kalau mereka berdua mengerubut, aku tentu kalah."
"Engkau dapat mencari orang yang berkepandaian tinggi untuk membunuh mereka. Berapa dia menghendaki pembayarannya, aku sanggup menyediakan"
"Ah, memang banyak jago2 sakti yang dapat membunuh kedua orang itu. Tetapi sukar untuk mencari yang mau melakukan pembunuhan itu"
"Mengapa ?" tanya Gui thaykam.
"Cian-bin-long kun besar pengaruhnya dan banyak sekali sahabatnya. Dia selalu terbuka tangan membantu keperluan setiap orang persilatan yang membutuhkan bantuan. Di kota raja, namanya harum sekali."
"Ah, memang dia seorang manusia yang licin, manusia seribu muka," Gui thaykam menghela napas.
"Tetapi engkau memang perlu dengan manusia semacam itu !"
"Tidak." sahut Gui thaykam, "dia berimulut besar, tak dapat menyimpan rahasia. Berbehaya orang semacam itu, harus lekas2 dilenyapkan".
"Ya. tetapi dia tinggi ilmusilatnya dan banyak sahabat."
"Apakah engkau benar2 tak mampu membunuhnya ?", Gui thaykam menegas.
"Kalau aku mempunyai ilmu kepandaian yang istimewa, rasanya tentu dapat membunuh kedua orang itu."
"Hai." Gai thaykam merenung sampai beberapa lama. Tiba2 wajahnya berseri-seri. serunya : "Ada sebuah jalan yang akan membuat engkau sakti dan tentu dapat mengalahkan Cian-bin-long kun".
"Apakah itu ?" tanya Blo'on.
"Tetapi engkau harus berjanji setia padaku."
Blo'on merenung diam.
"Bagaimana ? Apakah engkau tak mau bekerja sama dengan aku ?" desak Gui thaykam, "salah sekali kalau engkau menolak tawaranku ini. Engkau akan jadi seorang yang kaya, berkuasa dan berpengaruh dalam kota-raja."
"O, cobalah engkau ceritakan dahulu rencanamu itu. Kalau memang benar begitu sudah tentu aku mau saja bekerja-sama dengan engkau".
Gui thaykam memandang ke sekeliling tempat itu sejenak lalu berkata :
"Disini bukan tempat untuk bicara. Mari kita kembali ke gedung kediamanku lagi."
Blo'on terkejut. Kalau nanti tiba2 orang kebiri itu berbalik pikirannya dan memerintahkan penjaga untuk menangkap dirinya, bukankah ia akan celaka ? Tetapi jika ia tak mau menuruti kehendak thaykam itu, tentu ia tak dapat mengetahui rencana yang akan dilakukan thaykam jahat itu.
"Hm, pokoknya, apabila dia bertindak mencurigakan, tentu akan kuringkusnya dulu" akhirnya ia mengambil keputusan dan segera mengikuti thaykam itu kembali ke gedung kediamannya.
Blo'on dibawa ke dalam sebuah kamar rahasia dan mulailah Gui thaykam menguraikan rencananya .
"Harta karun yang ditanam dipulau kotong itu memang berasal dari istana ini," thaykam itu muiai menutur.
"O kalau begitu harta itu tidak halal," Blo'on menukas buru2.
"Ya, memang tak halal," sahut Gui thaykam "tetapi apakah harta itu juga diperoleh dengan halal juga "
"Entahlah, Kata orang raja itu tentu kaya raya"
"Sesungguhnya harta itu juga dari rakyat. Mereka diharuskan membayar pajak yang berat, menyerahkan barang upeti."
"Tetapi bukankah raja juga melindungi keselamatan rakyat dengan memelihara pasukan, membuat jalan, membangun kota dan memajukan kehidupan rakyat "
"Seharusnya begitu" kata Gui thaykam tetapi raja yang sekarang ini tidak begitu mengurus urusan negeri. Dia lebih banyak melewatkan hari2 mencari kesenangan dengan para selirnya yang cantik2. Maka setelah baginda wafat, kerajaan mengalami perobahan besar."
"Mengapa?" tanya Blo'on.
"Baginda mempunyai banyak sekali putera dan puteri. Tentu setelah baginda wafat, pangeran2 itu akan saling berebut tahta kerajaan. Oleh karena itu lebih dahulu aku mempersiapkan harta besar untuk membantu pangeran yang kuanggap layak dan bijaksana menjadi raja."
"Tetapi bukankah baginda masih segar bugar?"
"Sekarang" sahut Gui thaykam, "tetapi dalam beberapa tahun nanti, baginda tentu sudah... "
Sudah meninggal ?" Blo'on mulai curiga.
"Mungkin" Gui thaykam menghindar, "karena umur orang tidak dapat diduga2."
"Sekarang masih sehat tetapi beberapa bulan lagi sudah meninggal. Dan memang lebih baik baginda itu diganti dengan salah seorang puteranya," kata Gui thaykam.
"Tayjin menjadi thaykam disini, tetapi mengapa tampaknya tayjin tak senang kepada baginda ?" tanya Blo'on. Entah bagaimana saat itu pikiran Blo'on jauh lebih terang dari biasanya.
Memang ada suatu perobahan dalam diri Blo'on. Kalau dahulu dia benar2 seperti orang yang hilang ingatannya. Sekarang dia sudah agak maju. Setempo masih linglung, tetapi setempo ingatannya terang, Terutama kalau ia mempunyai keinginan untuk mengetahui sesuatu, makin keras keinginannya itu makin teranglah pikirannya.
Juga dalam halnya dengan Gui thaykam, Blo'on sangat bernafsu sekali untuk membongkar rahasia orang kebiri itu. Maka pikirannyapun terang.
"Ya, siapapun tentu akan mempunyai pikiran seperti aku apabila menderita nasib seperti aku pula", Gui thaykam menggeram.
"Apakah yang terjadi pada tayjin "
"Dahulu aku ini seorang lelaki normal seperti engkau. Aku bekerja dalam istana ini. Mungkin karena aku masih muda dan rupaku cakap, salah seorang selir baginda telah jatuh hati kepadaku. Tetapi aku tak mau karena aku takut kepada
baginda. Mengganggu selir raja, dapat dihukum mati bahkan seluruh keluarganya juga akan ditumpas".
"O," desuh Blo'on, "tetapi bukan salah tayjin karena selir itu yang suka kepada tayjin".
"Aku sendiri suka kepada salah seorang dayang yang kuanggap cantik. Hubungan kita berjalan secara diam2 tapi makin mesra. Rencana kita, setelah dapat mengumpulkan harta kita akan berhenti bekerja di istana dan akan hidup sebagai rakyat biasa. Dengan modal yang kita kumpulkan itu, aku akan berdagang".
"Pikiran yang baik" seru Blo'on.
"Tetapi ternyata selir atau Lo Kui-hui itu sakit hati kepadaku. Diam2 dia telah mengadu kepada baginda bahwa aku telah berlaku kurang ajar kepadanya. Berani masuk kedalam kamar Lo kui-hui dikala Lo kui hui sedang mandi."
„O." desuh Blo'on.
"Baginda sangat mencintai Lo kui-hui. Selain muda dan cantik memang Lo Kui-hui itu pandai menyanyi dan menggubah syair, memetik harpa dan pandai sekali mengambil hati baginda".
"Adakah baginda percaya pada pengaduan Lo kui-hui itu ?" tanya Blo'on.
"Sangat percaya" sahut Gui thaykam dengan geram, "aku segera ditangkap dan dititahkan supaya kelaminku dipotong. Sejak itu aku menjadi seorang kebiri dalam istana. Harapan untuk menikah dengan dayang kekasihku itupun lenyap. Karena putus asa, kekasihku itu bunuh diri"
"O, kasihan benar" seru Blo'on. "mengapa tayjin tak ikut bunuh diri saja ?"
"Sebenarnya saat itu akupun mempunyai pikiran begitu", kata Gui thaykam, "tetapi pada lain pertimbangan, kuputuskan aku harus hidup terus untuk membalas sakit hatiku dan kematian kekasihku itu. Oleh karena itu aku tetap hidup sampai sekarang. Akupun diam2 melakukan rencanaku. Mengumpulkan harta untuk kugunakan apabila sewaktu2 baginda wafat dan kerajaan timbul perobahan".
"Dan tayjin lalu bekerja-sama dengan Cian-bin-long kun itu ?*
"Ya, dialah yang kupercaya untuk menyimpan harta itu disebuah pulau yang tak diketahui orang." kata Gui tbaykam, "tetapi ternyata dia seorang yang tak dapat menyimpan rahasia. Utti Siang dan engkau dan mungkin banyak orang, telah mengtahui ranasia itu. Kalau baginda mendengar hal itu, aku pasti dihukum mati. Karena itu dia dan mereka2 yang tahu rahasia itu harus dilenyapkan".
"Ya, memang" Blo'on mengangkat bahu, "tetapi apa daya ?"
"Daya selalu ada," kata Gui thaykam. "hanya seperti telah kukatakan tadi, asal engkau benar2 mau setia kerjaasama dengan aku."
"Sebelum menyatakan setuju atau tidak, lebih dahulu ingin kudengar apa yang tayjin maksudkan dengan daya itu."
"Begini" kata Gui thaykam, "waktu kerajaan Lam Song jatuh, banyak sekali kitab2 pusaka yang diangkut oleh Kubilai Khan atau baginda Goan tiau ke kotaraja Pakkhia. Kudengar diantaranya terdapat banyak kitab pusaka ilmu kepandaian silat yang sakti".
"O". desuh Blo'on, "dimanakah sekarang kitab2 pusaka itu disimpan?"
"Di kuil Kuning."
"Lalu maksud tayjin ?"
"Asal engkau mendapatkan salah sebuah kitab pusaka yang berisi ilmu kesaktian, engkau tentu dapat mengalahkan Cian-bin-long-kun ... eh, kabarnya Cian bin long-kun itu mempunyai seorang guru, lhama dari Tibet yang sakti. Tetapi tak apa kuyakin kitab pusaka itu tentu ada yang mengandung ilmu ajaran yang sakti."
"Kata orang, ilmu silat itu tiada batasnya," sambut Blo'on.
"Bagaimana," tanya Gui thaykam, "apakah engkau setuju apabila mendapat kesempatan untuk mempelajari salah sebuah kitab pusaka itu?"
Blo'on tertegun. Sesungguhnya ia tak senang belajar silat. Sejak dulu sampai sekarang. Tetapi ia pikir, jika kitab pusaka itu tetap berada dalam Kuil Kuning, tentu tiada gunanya. Dan lagi itu memang bukan milik kerajaan yang sekarang melainkan milik kerajaan Hong.
Tiba2 ia teringar bahwa Sian-li telah berjanji untuk melakukan permintaan kakek penjaga istana di bawah laut. Yalah hendak memperjuangkan cita2 kerajaan Song. Alangkah baiknya apabila kitab pusaka itu ia berikan kepada Sian-li.
"Baik, tayjin," sahut Blo'on setelah mendapat pikiran begitu, "aku setuju. Lalu bagaimanakah caranya aku dapat mengambil kitab itu ?"
"Tentu saja harus membawa suratku," kata Gui thaykam. Ia suruh Blo'on menunggu, karena ia hendak masuk untuk mempersiapkan surat kepada paderi penjaga Kuil Kuning itu.
Setelah menerima surat, Blo'on segera mintadiri. Gui thaykampun segera masuk untuk beristirahat.
Belum berapa lama ia duduk, tiba2 muncullah bujang penjaga pintu lagi.
"Tayjin. diluar telah menunggu seorang prajurit Gi-limkun." kata bujang itu.
"Prajurit Gilim-kun lagi ? Mengapa yang datang hanya prajurit G-lim kun saja ?" Gui thaykam berbangkit dan melangkah keluar.
Tetapi baru melangkah dari pintu kamar, tiba2 ia rasakan kepalanya telah dipukul orang sekeras2nya. Pruk .....
Thaykam itu rubuh tak ingat orang lagi. Ternyata yang memukul itu adalah bujang tadi. Bujang itu tertegun dan sebentar memandang Gui thaykam sebentar memeriksa tangannya.
"Aneh, mengapa sekali pukul ia sudah pingsan?" gumam bujang itu, "ah, jangan2 thaykam ini hanya pura2 saja ... "
Prak ... ia menabok kepala Gui thaykam lagi. Gui thaykam makin lelap dalam pingsannya.
"Hm." thaykam ini harus diberi pelajaran yang sesuai." kata bujang itu Ia menyeret tubuh Gui thaykam kedalam kamar. Kedua tangan dan kaki thaykam itu diikat kencang2 pada kaki ranjang, mulutnya disumbat dengan kain robekan kelambu. Setelah itu baru ia tanggalkan pakaiannya sebagai bujang dan kembali dalam pakaian seorang prajurit Gi lim-kun. Ah, ternyata ia adalah Blo'on.
Sangguh di luar dugaan bahwa Blo'on mempunyai akal untuk meringkus Gui thaykam. Setelah keluar dan gedung kediaman thaykam itu, ia tak langsung menuju ke Kuil Kuning melainkan berhenti dau bersembunyi di balik sebatang pohon.
Setelah beberapa saat kemudian ia menuju kembali ke gedung thaykam itu dan mengetuk pintu. Ketika bujang membukakan pintu, tanpa berkata apa2 Blo'on terus menampar mukanya. Bujang itu menjerit dan dan rubuh dan tak sadarkan diri.
Blo'on melucuti pakaian bujang itu dan memakainya untuk menemui Gui thaykam. Setelah bertemu, iapun menghantam kepala thaykam itu sampai pingsan.
Demikian setelah membereskan Gui thaykam Blo'on lalu bergegas keluar dari istana. Berkat mengenakan sebagai prajurit Gi-lim-kun dan membawa surat dari Gui thaykam, dapatlah dengan mudah ia lolos dari pertanyaan para penjaga pintu Istana.,
Setelah bertanya pada seseorang yang dijumpainya di jalan akhirnya dapat ia mencapai Kuil Kuning itu.
Kepala kuil itu seorang imam tua. Namanya Thiat Bok tojin. Dia seorang imam yang berilmu tinggi. Sudah tiga turunan dia menjadi paderi penunggu Kuil Kuning. Pada jaman baginda Goan-sicou atau Kubilai Khan, baginda telah menitahkan seorang paderi Ihama dari Mongol untuk menunggu kuil itu. Kemudian paderi itu meninggal lalu puteranya yang menggantikan.
Memang aneh kedengarannya bahwa seorang paderi mempunyai putera. Tetapi Ihama itu memang menganut suatu agama aliran tersendiri. Beda dengan kaum lhama di Mongol maupun di Tibet yang menganut agama Buddha aliran Mahayana dan Hinayana, Dia lebih banyak cenderung menganut ajaran Syiwa.
Dan suatu keanehan lagi dari agama yang dianutnya itu. Dia boleh menikah. Tetapi kalau sampai tak punya anak, maka
dia harus bunuh diri. Pun kalau punya anak tetapi anak perempuan, isteri dan anaknya itu harus dibunuh. Dan setelah mempunyai seorang anak lelaki, isterinya harus diceraikan.
Thiat Bak tojin atau paderi Kayu Besi, mendapat pelajaran ilmu kesaktian dari ayahnya almarhum. Ilmu itu warisan pusaka dari mendiang ayah, kakek dan moyangnya. Semua keturunan padri itu memakai nama Bok. Kakeknya bernama Kim Bok atau Kayu Emas, ayahnya bernama Thong Bok atau Kayu Tembaga dan dia bernama Thiat Bok artinya Kayu Besi.
Sebenarnya Thiat Bok sudah pernah menikah dan punya seorang anak lelaki. Tetapi isterinya yang diceraikan itu, sakit hati lalu bunuh diri. Ketika Ang Bok, demikian nama anak itu, sudah berusia delapan tahun, dia tahu bagaimana nasib ibunya yang mengenaskan itu, dia marah lalu minggat dari kuil itu.
Thiat Bok tojin terlongorg-longong ketika berhadapan dengan Blo'on.
"Siapa engkau ?" tegurnya beberapa saat kemudian.
"Aku ?" balas Bloon, "aku disuruh .....
"Oh. Ang Bok ... " tiba2 paderi itu berteriak dan terus memeluk Blo'on.
Karena tak menduga-duga, Blo'on terdekap dalam pelukan paderi itu. Ngok, ngok .....
"Hasssying !" Blo'on berbangkis keras2. Ternyata Thiat Bok tojin telah mencium muka Blo'on. Karena kumis tojin itu menusuk ke dalam lubang hidung Blo'on, pemuda itu berbangkis seketika.
Ingus cair dari hidung Blo'on menyambar muka Thiat Bok sehingga paderi itu terpaksa ngusapnya dengan lengan jubah.
"Oh, Ang Bok, engkau sudah besar..." kembali tojin itu memeluk Bloon lalu memegang kuncir anak itu.
"Aduh , . , !"
"Aduh , ... !"
Terdengar dua buah jeritan keras yang mengumandangkan rasa kejut dan sakit. Yang pertama dari mulut Blo'on. Thiat Bok tojin menarik kuncir Blo'on yang tinggal satu itu. Sebenarnya ia hendak mengunjukkan rasa mesra tetapi karena batinnya diliputi oleh ketegangan, iapun menarik dengan menggunakan tenaga. Akibatnya kepala Blo'on seperti dicopot kulitrya. la menjerit kesakitann serentak ia menggigit juga tangan tojin itu. Maka meluncurlah jeritan kedua dari mulut Thiat Bok tojin karena kesakitan.
"Mengapa engkau menarik rambutku ?", teriak Blo'on seraya deliki mata.
"Ah, Ang Bot, sudah begini besar mengapa engkau masih terus memelihara kuncir seperti dulu?" kata Thiat Bok tojin dengan tersenyum.
"Apa katamu ? Siapa Ang Bok itu ?"
"Bukankah engkau ini Ang Bok?"
Blo'on tertawa mengekeh : "Heh, heh, siapakah Ang Bok itu ? Da manusia atau bukan ?"
"Ah, celaka anak ini" seru Thiat Bok tojin "mengapa namamu sendiri engkau tak tahu ?*
"Aku bernama Arg Bok ?" Bloon mendelik
"Ah. bagaimana engkau ini. Mengapa engkau berobah aneh sekarang. Padahal dulu engkau seorang anak yang cerdas dan pintar, mengapa sekarang engkau begitu blo'on"
"Gila. kiranya engkau sudah kenal namaku Mengapa masih memanggil Ang Bok !"
"Ang Bok itu kan namamu "
"Bukan !" teriak Blo'on, "aku bukan Ang Bok, Aku Bloon "
Thiat Bok tojin terbeliak. Matanya menyalang lebar2 tetapi pada lain saat ia tertawa : "Ah kulihat memang engkau banyak berobah. Tak apalah, nanti pe-laban2 engkau tentu akan sadar".
Blo'on menyengir.
"Mari kita duduk bercakap2 di dalam" Thiat Bok tojin segera memegang tangan Bloon, lalu dituntunnya masuk. Bloon diajak duduk didalam sebuah ruang yang bersih.
"Ang Bok, kemanakah engkau selama belasan tahun ini ?" Thiat Bok mulai bertanya.
Blo'on melongo, serunya : "Aku bukan Ang Bok, jangan panggil dengan nama itu"
Thiat Bok tojin kerutkan kening lalu tersenyum : "Baiklah, Blo'on, akan kupanggilmu dengan nama itu. Apakah artinya nama, yang penting aku sudah menemukan engkau lagi".
Kemudian ia ulangi pertanyaannya tadi.
"Aku berkelana ke-mana2" sahut Blo'on,
Ia menjawab menurut apa yang telah dialami selama ini. Tetapi celakanya, jawaban itu sesuai dengan apa yang ditanyakan Thiat Bok tojin.
"O, Ang Bok." kata Thiat Bok tojin, "engkau tentu menyalahkan aku berlaku kejam terhadap mamahmu. Tetapi aku tak dapat berbuat apa2. Memang bigitulah peraturan dari aliran agama kita. Engkaupun kelak harus berbuat begitu."
Blo'on makin melongo, serunya : "Berbuat bagairnana ?"
"Kelak engkau harus beristri. Kalau isteri-mu tak dapat melahirkan anak, engkau harus bunuh diri ... "
"Gila !" seru Blo'on.
"Kalau isterimu melahirkan tetapi anaknya pirempuan. bunuh mereka ... "
"Edan !" Blo'on berseru lebih keras.
"Kalau isterimu melahirkan anak laki, ceraikan isterimu itu dan ambillah anaknya ... "
"Bedebah". Blo'on menjerit sekuatnya sehingga Thiat Bok tojin melonjak kaget.
"Eh, mengapa engkau ini ?" tanyanya.
"Siapa yang engkau suruh beristeri itu ?"
"Engkau."
"Tidaaakkk !" Blo'on menjerit.
"Lho, engkau ini bagaimana" kata Thiat Bok tojin. "bagaimana engkau akan mempunyai keturunan kalau engkau tidak beristeri ?"
"Eh. tojin, engkau ini waras atau gila ?' tiba2 Blo'on deliki mata.
"Ah, janganlah engkau berlaku kurang adat terhadap ayahmu Ang Bok."
"Hah ? Siapa ayahku ? Engkau ?" Blo'on mendelik.
"Ya. mungkin engkau lupa karena sudah dua belas tahun engkau pergi. Tetapi aku tak lupa. Sejak kecil rambutmu memang dibuat begitu..."
"Bukan ... ! Aku bukan anakmu ! Aku tidak sudi mempunyai ayah seperti engkau!" Blo'on berteriak seperti orang gila.
Thiat Bok tojin menghela napas dan geleng-geleng kepala. Ia tetap menyangka bahwa Blo'on yang dalam pandangannya adalah Ang Bok, tentu masih marah kepadanya.
"Ya, ya, baiklah, aku takkan memaksa engkau" katanya sesaat kemudian, "lalu apakah maksud kedatanganmu kemari ?"
"Aku disuruh Gui thaykam untuk menyerahkan surat."
"Gui thaykam ? Apakah engkau bekerja ke padanya ?"
"Tidak ... ah, pokoknya, terimalah surat dari Gui thaykam." kaia Blo'on seraya menyerahkan surat dari Gui thaykam.
Thiat Bok tojin menyambutl dan membaca.
"O, baik," kata paderi Itu dengan tertawa gembira. "sekalipun Gui thaykam tak menyuruh begini, akupun tetap hendak memberimu kitab pusaka yang paling berharga dalam kuil ini."
"Mengapa ?" tanya Blo'on melongo.
"Karena ... '. karena engkau adalah Ang Bok".
"Tidak I Aku tidak sudi menerima kitab pusaka itu !"
"Eh, mengapa engkau ini ?"
"Karena kalau menerima aku lantas jadi Ang Bok anakmu," kata Blo'on seraya terus berbangkit, "sudahlah, aku hendak pergi".
"Hai !" Thiat Bok tojin terkejut dan buru2 mencegah, "lalu bagaimana dengan kitab pusaka yang diperintahkan Gui thaykam iiu ?*
"Antarkan sendiri kepadanya Aku hendak pergi merantau lagi" Blo'on terus hendak angkat kaki.
"Jangan," cepat Thiat Bok menghadang, "jangan engkau pergi lagi. Baiklah, kalau engkau tak mau kupanggil Ang Bok, akupun tak memaksa, tetapi engkau harus melakukan perintah Gui thaykam. Akan kupilihkan sebuah kitab dari kerajaan Song yang sekarang sudah tak ada keduanya lagi dalam dunia. Kitab pusaka itu berisi pelajaran ilmu tutukan jari yang luar biasa."
Blo'on tetap menolak: "Tidak, aku tak mau meterima kitab pemberianmu. Berikan saja kepada raja."
Thiat Bok mendapat kesan bahwa pemuda itu agak kurang waras pikirannya. Ia mengeluh. Kalau anaknya mempunyai penyakit, wah, kelak tentu tak dapat melanjutikan menjaga kuil itu. Kalau memang anak itu gila, harus diobati.
"Begini saja" katanya, 'aku tak memaksa engkau menerima kitab itu. Tetapi akan kuajak engkau melihat lihat dulu perpustakaan kitab pusaka itu. Selain dari kerajaan Song, juga dari kerajaan Tong dan bahkan Han. Banyak sekali kitab2 kuno yang berisi ilmu pelajaran yang sekarang sudah jarang terdapat di dunia lagi".
Blo'on tertegun. Ia teringat akan sumoaynya Sian-li. Agar Sian-li dapat melaksanakan janjinya kepada kakek penunggu istana Kay te-kiong, dia harus memiliki kepandaian ilmu silat yang sakti.
"Baiklah, " akhirnya Blo'on lunak juga hatinya, "aku ingin melihat-lihat".
Thiat Bok tojin segera metnbawanya ke sebuah ruang sembahyang. Tetapi ruang itu tak terdapat apa2, kecuali
sebuah meja sembahyang terbuat dari batu marmer putih dan beberapa arca dewa2.
Thiat Bok tojin menyulut dupa lalu berlutut di depan meja arca. Setelah itu ia berbangkit lalu mendorong salah sebuah arca. Terdengar bunyi berderak-derak dan meja marmer putih itupun mulai bergerak-gerak ke samping. Akhirnya terbukalah sebuah lubang.
"Hayo, kita masuk", kata Thiat Bok tojin teraya mendahului turun ke titian batu yang merun ke bawah.
Ternyata ruang perpustakaan yang menyimpan berbagai kitab pusaka kuna berada di sebuah ruang dibawah tanah. Baginda tahu bahwa kitab2 pusaka itu sudah tiada lagi di dunia maka baginda khusus menitahkan membuat sebuah ruang dibawah tanah yang hanya dapat dibuka dan ditutup dengan sebuah alat rahasia.
Blo'on hanya melongo ketika melihat beberapa rak lemari yang penuh dengan kitab2.
"Cobalah engkau pilih sendiri." kata Thiat Bok tojin. Sedangkan diapun memilih sebuah kitab pusaka yang berisi ilmu tutukan jari.
Tak berapa lama, tojin itu mengambil sebuah kitab yang kulitnya terbuat dari sutera kuning.
"Inilah kitab pusaka yang hendak kuberikan kepadamu itu, Judulnya It-ci-coat-sin-kang atau ilmu tutukan Sebuah Jari yang tak ada tandingnya di dunia.
"Hanya dengan sebuah jari?" tanya Blo'on Thiat Bok tojm mengangguk : "Ya, hanya dengan tutukan sebuah jari, lawan tentu sudah rubuh. Ilmu itu sudah jarang terdapat dalam dunia persilatan. Jika engkau dapat memahami kitab pusaka
itu, kelak engkau tentu menjadi seorang tokoh persilatan yang tiada lawannya".
Blo'on geleng2 kepala : "Sayang, aku tak suka belajar ilmusitat. Karena orang yang mengerti ilmusilat tentu akan sombong dan menganggap diriaya paling sakti lalu mencari2 musuh."
"Ya, memang agak benar." kata Thiat Bok tojin, "tetapi sesungguhnya orang yang benar2 mengerti ilmusilat tinggi, bahkan tak suka berkelahi dan tak mau menonjolkan diri. Hanya mereka yang kepandaiannya baru setengah matang tentu suka membanggakan diri. Tetapi engkau harus ingat. Hidup dalam jaman ini, orang harus mengerti ilmu silat untuk membela diri. Kalau tidak tentu sering dipermainkan orang."
"Pokoknya aku tak mau belajar silat !" tukas Blo'on.
Thiat Bok tojin menghela napas.
"Ya, pengalamanlah yang akan menyadarkan pikiranmu. Memang sukar dipaksa untuk belajar sesuatu apabila orang tak tahu kepentingannya. Kitab pusaka It-ci coat sln kang ini, harap engkau terima dan haturkan kepada thaykam. Sebagai terimu kasihku atas bantuanmu, silahkan engkau memilih kitab mana yang engkau kehendaki."
"Ah, buat apa ?"
"Eh, engkau ini bagaimana. Semua kitab pusaka disini berjumlah sepuluh ribu. Berasal dari berbagai jaman dan berisi berbagai macam ilmu pengobatan, silat, barisan, senjata gelap, Ya. pokoknya, banyak yang sekarang ini sudah tak terdapat di dunia. Pilihlah, mungkin berguna kepadamu. Kalau engkau tak suka belajar silat, pilih saja ilmu pengobatan, Engkau dapat menolong orang berbuat kebaikan kepada rakyat".
Pikir2 Blo'on merasa ucapan paderi Thiat Bok itu memang benar juga. Kalau ia dapat mengerti ilmu obat-obatan, ia dapat menolong orang yang menderita sakit.
"Ya." akhirnya ia mengalah, "pilihkan saja yang mana."
Diam2 Thiat Bok tojinu telah merencanakan. Dia menghendaki agar 'puteranya' itu memiliki ilmu sitat yang lihay. Maka segera ia menghampiri kasimpanan kitab pusaka ilmusilat dan mengambil sekenanya. Pikirnya, apapun yang diambilnya itu tentu memuat ilmu silat yang sakti".
"Inilah", katanya seraya menyerahkan kitab pusaka itu, "apabila engkau tekun mempelajari, engkau tentu akan menjadi dewa penolong manusia yang termasyhur."
Tanpa banyak bicara Blo'onpun menyambuti kitab tipis dan kecil itu lalu disimpan dalam bajunya.
Ketika keluar dari ruang rahasia itu, sekonyong-konyong diluar terdengar derap langkah beberapa belas oraag dan pada lain saat pintu kuil pan segera di debur.
"Buka pintu" teriak seseorang dengan nada keras
Thiat Bok tojin segera membuka pintu. Ia terkejut ketika melihat diluar pintu kuil telah siap berjajar-jajar puluhan prajurit Gi-lim-kun dengan senjata terhunus.
"Maaf tojin, kami hendak menangkap seorang pemuda yang menyaru jadi prajurit Gi-lim kun, Dimanakah dia sekarang ?"
Thiat Bok tojin terbeliak ....
KAMU SEDANG MEMBACA
Pendekar Blo'on
Casuale"Hai, sekarang aku tahu namaku!" bukan jawab pertanyaan tetapi blo'on itu malah berteriak semaunya sendiri. "Siapa?" seru dara itu yang tanpa disadari ikut terhanyut dalam gelombang keblo'onan. "Wan-ong-kiam !" Walet Kuning terkejut, hampir tertawa...