Jilid 29 : Kabur

2.7K 42 1
                                    

Malu Blo'on bukan kepalang ketika pakaian hendak dibuka oleh dayang2 yang cantik dan muda. Jika ia marah, tenaga sakti Ji -ih cin kang dalam tubuhnya tentu akan memancar. Jangankan hanya selusin dayang2 cantik, sekalipun selusin si-wi atau prajurit bhayangkara istana, tentu akan terpental.

Tetapi anehnya Blo'on tak dapat marah. Ia memang malu. Maka untuk sekedar membebaskan diri dari serbuan selusin dayang2 cantik itu, Blo'on hanya bergeliatan kian kemari. Ia tak sampai hati untuk menampar atau memukul seorang anak perempuan walaupun hanya dayang.
Tetapi keduabelas dayang cantik itu tak peduli. Makin Blo'on bergeliat, makin kencang mereka menarik pakaiannya sehingga tak berapa lama, pakaian Blo'on rompal dan compang camping. Untunglah pakaian itu pakaian dayang.
Karena Blo'on tetap bergeliatan, ada beberapa dayang yang karena gemas, terus menarik pakaiannya sekuatnya. Braattt.... Blo'on memakai pakaian rangkap. Yang dalam, pakaiannya sendiri. Yang luar pakaian seragam prajurit bhayangkara. Karena pakaian seragam prajurit sudah hancur, maka yang robek itu adalah bajunya sendiri yang disebelah dalam.
Begitu baju robek, sebuah kantong kecil jatuh ke lantai.
"Hai, apa itu ?* teriak salah seorang dayang seraya memungut kantong, "kantong kulit !"
"Apa isinya?" seru kawannya. "Berikan kepadaku," tiba2 Blo'on mengulurkan-tangannya meminta kembali kantong itu.
"Apa isinya ?" tanya dayang itu.
"Entahlah, nanti akan saya buka."
"Tidak," sahut dayang yang rupanya agak genit, "kalau tak mau memberitahu isinya, kantong ini takkan kuberikan kepadamu."
B!o'on tertegun, ia sendiri sesungguhnya memang agak lupa apa isinya,
Tiba2 dayang genit itu hendak membuka kantong, tetapi kawannya berseru :
"Hai, jangan sembarang membuka kantong itu. Siapa tahu isinya ular \
"Ya, ya, benar isinya memang ular kecil," seru Blo'on menirukan saja.
Mendengar itu pucatlah dayang genit. Cepat ia lemparkan kantong itu kearah Blo'on. Blo'on-pun menyambutinya.
Bergegas ia membuka kantong itu untuk melihat isinya. Ia heran karena isinya butir2 merah sebesar kedele. Ia agak lupa apakah benda itu.
Belum sempat ia berpikir, tiba2 puteri Ing berteriak.: "Copot semua pakaiannya dan lemparkan dia kedalam kandang Kera-anjing!"
Beberapa dayang segera maju mengampiri Blo'on lagi. Tetapi Blo'on cepat mengangkat tangan, berseru :
"Tunggu dulu, apakah Kera-anjing itu ?" tanyanya.
"Anjing besar yang kepalanya menyerupai kera."
"Suka makan orang ?" tanya Blo'on, "Kalau kiongcu yang memerintah, anjing itu tentu makan juga,"
" O, sungguh kebetulan sekali," tiba2 Blo'on berseru girang.'
Para dayang itu tercengang. Salah seorang segera menegur: "Ih, mengapa engkau gembira ?"
"Karena aku suka makan anjing," seru Blo'on. "sekali gus aku dapat menikmati dua. Kera dan anjing."
Dayang2 itu tercengang. Ceng Giok segera memberi laporan kepada Ing Ing kiongcu.
"Setan," seru puteri itu, "kalau begitu lempar saja ke kandang harimau."
Ceng Giok segera menyamparkan titah puteri kepada para dayang : "Hayo, kita lemparkan dia ke kandang macan."
"Tunggu dulu," seru Blo'on, "mengapa kalian berlaku begitu kejam kepadaku ?"
"Itu titah tuan puteri, bung !"
"Mengapa puteri benci kepadaku ?"
"Karena engkau tak mau mengobati penyakit kiongcu."
"O," dengus Blo'on, "baik, daripada dilempar ke kandang macan, lebih baik kuobati saja penyakit puteri,"
Ia memutuskan hendak memberi puteri Ing Ing minum biji2 marah dalam kantong itu. Ia tak begitu ingat lagi, apakah benda itu. Hanya ia masih dapat mengingat bahwa kantong itu pemberian Sian-li.
"Bagus, bagus," teriak Ing Ing kiongcu, "Ceng Giok, ambikan pakaian bagus untuknya."
Ceng Giok mengiakan. Tak berapa lama ia datang dengan membawa seperangkat pakaian yang bagus. Pakaian itu adalah pakaian seorang thayswe-ya atau putera raja, salah seorang kakak dari Ing Ing kiongcu sendiri.
"Pakaikan !" titah puteri itu pula.
Blo'on segera dipaksa memakai pakaian seorang pangeran.
"Aduh, cakap juga mak," seru salah seorang dayang ketika melihat Blo'on dalam dandanan sebagai seorang thayswe atau pangeran.
"Sayang rambutnya hanya tumbuh dua ikat, kalau tumbuh semua, dia tentu benar2 seperti seorang thayswe-ya," seru dayang yang lain.
Blo'on jengah mendengar kata2 dayang2 itu. Segera ia berkata : "Sudahlah, mengapa kalian sebagai anak perempuan tak malu untuk menggoda seorang anak lelaki ?"
"Huh, siapa yang menggoda ?" dayang yang genit melengking pula, "aku hanya melakukan perintah kiongcu saja: Kalau tidak, uh, masa kami sudi memasangkan pakaian kepadamu."
"Ah, sudahlah," seru Blo'on, "engkau memang genit. Lekas sediakan secawan air putih untuk meminumkan obat ini."
Permintaan Blo'on itu segera dilakukan. Dan Blo'onpun mengambil tiga butir benda sebesar kedele itu, dihaturkan kepada Ing Ing kiong cu.
"Harap kiongcu minum obat mujijat ini." katanya, tentu penyakit kiongcu akan sembuh.
" Sungguh ?" puteri itu menegas.
"Hamba jamin dengan jiwa hamba. Kalau sampai tak sembuh, hamba bersedia mengganti dengan jiwa hamba."
Sebenarnya Blo'on lupa2 ingat apakah benda merah sebesar kacang itu. Ia hanya ingat kantong itu Sian-li yang menitipkan kepadanya tetapi ia lupa apakah gunanya benda2 dalam kantong itu.
Tetapi karena didesak oleh puteri dan dikerubut oleh selusin dayang, akhirnya ia terpaksa nekad memberikan benda2 dalam kantong itu sebagai obat untuk puteri.
Setelah meminum benda itu, beberapa saat kemudian puteripun tidur. Dan Blo'onpun berkata; "Biarkan puteri tidur. Besok apabila bangun, tentu sudah sembuh."
Ternyata benda2 merah sebesar kacang itu adalah Cian- lian-hay-te-som atau buah som dari dasar laut jang berumur seribu tahun. Buah itu diperolehnya ketika ia bersama Sian-li terbenam dalam sungai dan kesasar masuk kedasar laut, lalu bertemu dengan kakek tua penjaga keraton Hay-te-kiong dahulu.
"Lalu bagaimana aku sekarang ?" tanya Blo' on kepada para dayang itu."
"Engkau ?" kata Ceng Ciok, "engkau harus kembali menemui Sun thaykam. Tetapi ingat besok pagi engkau harus menghadap kemari lagi. Kalau ternyata kiongcu belum sembuh, engkau harus menerima hukuman. Tetapi kalau kiongcu bisa sembuh, engkau tentu akan diberi ganjaran besar." Blo'on mengiakan lalu melangkah keluar.
Saat itu sudah malam. Istana sunyi senyap. Dan Blo'on tak kenal seluk beluk istana. Dimana tempat kediaman Sui
thaykam, iapun tak tahu. Ah. asal mencarinya ke gedung yang besar dan mewah, tentu ketemu, pikirnya.
Dengan pelahan-lahan dan sebentar memandang kian kemari, Blo'on berjalan menyusur jalan yang terbuat dari batu graniet putih.
"Ah, betapakah indah dan luasnya istana raja ini," pikirnya," enak juga, jadi raja itu. Dihormati seluruh rakyat, tinggal dalam istana, memelihara banyak ponggawa dan prajurit, tiap hari makan yang lezat, tidur pulas dan dilayani oleh dayang2 yang cantik."
Tiba2 pula pikiran Blo'on membantah sendiri. "Ah, tetapi jadi raja itu harus tiap hari berpakaian baik, menerima mentri2 yang menghadap, memikir urusan negara. Dan yang tidak enak, raja tak leluasa keluyuran kemana-mana. Tidak bebas mau jalan2 melihat-lihat kota dan jajan di warung .... Ah, tidak enak juga. Tidak seperti diriku. Aku bebas pergi barang kemana pun yang senangi, aku makan apa saja yang kusukai, aku berpakaian bebas menurut yang aku suka dan punya. Aku bergaul dengan segala orang. Aku dapat tidur pada sembarang waktu dan sembarang tempat. Aku dapat menikmati pemandangan alam yang indah, mendengar burung2 berkicau, melihat pak tani bernyanyi sambil meluku sawahnya, aku tak takut dibunuh orang karena aku tak punya musuh. Dan kawanan orang jahatpun tak mau mengganggu diriku karena aku tak punya harta ......."
Karena melamun, tak terasa Blo'on telah tiba di tembok Kota Terlarang atau istana tempat kediaman baginda. Ia segera mencari pintu gapura.
Gapura dijaga oleh dua orang prajurit bersenjata. Demi melihat kedatangan Blo'on, kedua penjaga itu serta merta membungkukkan tubuh memberi hormat.
"Hamba berdua menghaturkan hormat kepada Ngo-thaysweya," seru kedua penjaga itu. Ngo-thayswe berarti pangeran yang nomor lima. Rupanya kedua penjaga itu menganggap bahwa Blo'on itu putera baginda yang kelima.
Blo'on terkesiap.
"Apakah ngo-thayswe itu?" serunya.
"Pangeran kelima putera sri baginda," sahut kedua penjaga itu,
"O. tetapi aku bukan thayswe," Blo'on membantah.
Kedua penjaga itu termasuk prajurit dalam istana, sudah tentu mereka mendengar juga tentang keadaan putera2 baginda. Ngo-thayswe itu jarang sekali keluar dari istana. Menurut kabar, ngo-thayswe itu memang berwatak aneh, seperti orang yang menderita kurang beres ingatannya.
Maklum akan hal itu maka kedua penjaga itu tak menghiraukan pengakuan Blo'on.
"Thayswe-ya," kata mereka dengan mengunjuk hormat pula, "hendak kemanakah thayswe pada malam hari begini ?"
Karena diberi keterangan, penjaga itu tetap menganggapnya sebagai putera raja, Blo'on pun dongkol. Lebih baik ia mengaku saja memang Ngo-thayswe, beres.....
"Aku hendak jalan2 mencari angin dan lihat2 pemandangan yang indah," katanya.
"Oh, apakah thaysvve-ya hendak mengunjungi taman Rumah Rahasia Hati ?" tanya penjaga itu.
"Rumah apa itu?"
Diam2 kedua penjaga itu terkejut. Mengapa ngo-thayswe begitu pelupa sekali. Masakan rumah2 bangunan indah seperti
Anglung-layar-jauh, Ang-lung-sambutan-harum dan Rumah-rahasia-hati yang terletak diluar tembok Kota Terlarang, pangeran itu sudah lupa. Bukankah rumah2 itu merupakan bangunan indah yang sengaja dicipta untuk menghibur baginda dikala hendak bercengkeraman ?
"Ah, mungkin karena penyakitnya maka Ngo-thayswe menjadi pelupa." pikir kedua penjaga itu.
"Rumah Rahasia Hati itu sebuah bangunan yang indah di tepi kolam. Biasanya banswe-ya juga berkenan berkunjung ke situ," kata kedua penjaga.
"'O, baiklah, aku juga ingin melihat-lihat tempat itu," kata Blo'on.
"Baiklah, thayswe ya," sambut kedua penjaga pintu, "silahkan thayswe mengunjungi taman indah. Karena kami masih ditugaskan untuk menjaga disini, kami mohon maaf tak dapat mengantar thay-swe-ya."
"Hm, engkau lebih berat menjaga pintu atau mengantar aku ?" dengus Blo'on yang saat itu makin garang karena menganggap dirinya benar2 Ngo thayswe atau putera kelima dari baginda.
Kedua penjaga itu gemetar.
"Sudah tentu hamba akan mengutamakan menjaga thayswe ya. Tetapi apabila Hong ciangkun kebetulan meronda dan tak melihat hamba berada di pos ini, tentu hamba berdua akan dijatuhi hukuman berat."
"Ho, jangan takut. Nanti aku yang menghadapi Hong ciangkun," kata Blo'on, "hayo lekas antar aku ke sana."
Karena ketakutan kedua penjaga itupun terpaksa mengiringkan Blo'on masuk ke taman.
Pemandangan dalam taman itu memang indah sekali. Lebih indah dari di dalam istana. Tiba2 Blo'on mendengar suara musik dan seruling mengalunkan lagu yang merdu.
"Hai, apakah itu ?" tanyanya kepada kedua penjaga.
"Itulah wanita2 cantik yang bertugas menghibur baginda, apabila baginda berkenan mengunjungi taman ini, thayswe ya."
"Kita ke sana," kata Blo'on. Terpaksa kedua penjaga itupun menginginkan. Blo'on memasuki sebuah bangunan yang indah. Lantainya terbuat dari batu pualam, tiang2 berukir lukisan dewa2. Empat penjuru diterangi, oleh mutiara yang memancarkan cahaya kilau kemilau. Ditengah ruang disiapkan suatu tempat duduk yang beralas permadani yang indah. Sebuah pembaringan dan meja dan kayu cendana yang selalu memancarkan bau harum.
Blo'onpun menghampiri tempat itu dan duduk. Memandang keluar, ia melihat sebuah kolam yang permai. Airnya dipancarkan dari sebuah patung Bidadari, bunga2 teratai merah dan putih bertaburan di permukaan air. Airnya bening dan sejuk.
Berada dalam ruang ritu, Blo'on merasa seperti berada dalam dunia lain. Indah, tenang, sejuk dan nyaman. Membawa perasaannya terbang melayang,
"Apakah tahyswe-ya hendak menikmati hiburan musik ?" tanya kedua penjaga itu.
Blo'on mengangguk.
Kedua penjaga itupun segera masuk kedalam. Tak lama kemudian, dua belas gadis2 cantik dalam pakaian yang indah, berbondong-bondong keluar dan menghadap Blo'on.
"Thayswe-ya, hamba hendak mempersembahkan nyanyian dan tari-tarian yang jelek, mohon thay-swe-ya sudi memberi ampun," seru mereka.
Blo'on hanya mengangguk.
Serentak kedua belas gadis2 cantik itupun mengeluarkan alat tetabuhan, khim, seruling dan genderang kecil. Dan pada lain saat mengalunlah suatu irama tetabuhan yang merdu, mengiring sebuah nyanyian yang memikat hati. Nyanyian dari lagu2 percintaan yang membuai.
Setelah dua buah lagu dinyanyikan, maka bermunculan pula selusin gadis2 ayu menari-nari dihadapan Blo'on. Lemah gemulai bagaikan tak bertulang tubuh dara2 ayu itu meliuk-liuk dalam gaya tarian yang mempesonakan.
Makin lama lagupun makin melengking tinggi dan gencar dan tiba2 pula dara2 ayu itupun mulai melepaskan pakaiannya. Mereka ternyata mengenakan pakaian berlapis-lapis. Setelah lapis demi lapis pakaian ditanggalkan sehingga sampai tujuh lapis, terakhir mereka hanya mengenakan pakaian yang sangat minim. Hanya bagian buah dada dan anggauta terlarang yang ditutupi dengan sehelai kain tipis.
Selama melihat gerak gerik kedua belas dara ayu menanggalkan pakaian itu, mata Blo'on menyalang dan makin menyalang lebar. Mulut melongo dan keringat bercucuran, jantung- mendebur keras.
Setiap kali menanggalkan pakaian, dara2 penari itu tentu melemparkan pakaiannya ke udara. Pakaian berhamburan melayang-layang. Seketika ruang itu semerbak dengan bau yang harum dan wangi sekali.
Ada suatu perasaan aneh yang menghinggapi benak Blo'on. Pada waktu mencium bau harum itu, pikiranyapun bergerak-
gerak, kepalanya berdenyut-denyut keras. Darahnyapun bergolak-golak merangsang hebat. Belum pernah selama hidupnya, ia menderita suatu perasaan yang sedemikian. Hampir ia sukar untuk mengendalikan diri. Matanya mulai merah karena melihat tubuh2 dara ayu yang hampir tak berpakaian itu.
Tiba2 muncul dua orang gadis cantik jelita dengan membawa penampan hidangan arak. Begitu tiba dihadapan Blo'on, salah seorang yang bertubuh lebih langsing segera mengambil botol arak dan menuangkan pada sebuah cawan.
"Thayswe-ya, mohon thayswe-ya suka menerima persembahan hamba ini. Arak dari perasan buah som yang berumur ratusan tahun. Arak ini bingkisan persembahan raja Ko-li-kok."
Dayang itu segera menyodorkan cawan arak kehadapan Blo'on. Blo'on masih terpesona melihat dara2 yang tengah melepaskan pakaiannya itu. Ia terkejut ketika mencium bau arak yang harum sekali. Tanpa banyak pikir, ia terus menyambut cawan itu dan meneguknya.
Gadis cantik itu mengisi lagi dan mempersembahkan lagi. Pun Blo'on tanpa melihat terus menyambuti dan meneguknya. Berturut-turut Blo'on sudah menghabiskan sepuluh cawan. Memang rasanya nikmat dan baunya harum sekali.
Tiba2 Blo'on rasakan kepalanya berputar-putar. Seluruh benda dalam ruang itu, bahkan dara2 penari yang sedang hendak melepaskan kain yang membungkus buah dadanya, terasa berputar-putar. Dalam pandang matanya, dara2 cantik yang sudah telanjang itu mirip dengan mahluk2 yang menyeramkan. Bukan lagi dara yang bertubuh putih mulus tetapi penuh dengan bulu2 panjang dan lebat macam kera.
Berpaling kearah gadis2 yang sedang memetik khim dan alat2 tetabuhan, juga wajah mereka tampak mengerikan. Bunyi musik yang melengking-lengking dalam nada tinggi itu, bagaikan rintihan iblis yang menyayat-nyayat hati.
Saat itu dara2 penari sudah melepaskan kain penutup buah dada dan setelah meliuk-liuk dalam gerak yang menonjolkan keindahan tubuhnya, mulailah mereka membuka cawat yang terakhir. Cawat yang menutup anggauta rahasianya.
Begitu cawat2 itu dilempar ke udara, Blo'on memekik sekeras-keras lalu loncat dan tempat duduk dan terus lari keluar.
Bum....
Rasanya Blo'on ingin Iari dan lari. Supaya terlepas dari hantu2 yang menyeramkan itu. Pandang matanyapun terasa gelap. Ia tak dapat membedakan mana jalan, mana tembok. la terus lari ke muka dan akhirnya tercebur kedalam kolam.
Kolam itu ternyata bukan kolam biasa. Baginda menitahkan ahli bangunan yang ternama untuk, membangun taman hiburan itu. Ahli bangunan memang lihay. Ia membuat terowongan dibawah tanah yang menggunakan alat penyedot dan alat pembuang air.
Sebenarnya air kolam itu hanya berasal dari sebuah sumber yang terdapat disebelah luar kota raja. Dengan pandai sekali, ahli bangunan itu telah mengalirkan air sumber ke taman istana Kota Terlarang, Dan air itupun lalu dibuat melalui saluran terowongan yang mengalir ke sebuah sungai di tepi kotaraja.
Begitu Blo'on kecemplung, tubuhnya terus tenggelam dan masuk kedalam terowongan. la tak ingat apa2 lagi.
Kedua penjaga pintu terkejut sekali menyaksikan peristiwa itu. Mereka memburu keluar untuk n enyusul pemuda yang mengira kira Ngo-thayswe. Dan alangkah kejut mereka ketika melihat Blo'on tercebur kedalam kolam. Cepat mereka memburu untuk memberi pertolongan. Tetapi tubuh Blo'on sudah tenggelam ke bawah.
Kedua penjaga itu makin sibuk. Mereka mencari kian kemari tetapi tubuh Bio'on tetap tak dapat diketemukan.
"Celaka," seru salah seorang penjaga itu, "kalau berita ini terdengar sri baginda, kita pasti di hukum."
Kawannya gemetar.
"Engkau mau menurut aku atau mau berjalan sendiri sendiri ?" tanya penjaga pertama.
"Ya, aku menurut saja."
"Peristiwa ini bukan kepalang besarnya. Ngo- thayswe mati tenggelam dalam kolam tentu akan menimbulkan kegemparan besar. Baginda tentu murka. Lebih baik kita lolos saja dari istana dan, melarikan diri ke suatu gunung yang sunyi. Setuju?"
Karena tiada lain jalan lagi, akhirnya penjaga yang seorang itupun terpaksa menurut.
Demikian kedua penjaga itu segera minggat dari istana dan melarikan diri ke hutan.
Keesokan hari, puteri Ing Ing terjaga dari tidurnya. Ia merasa matanya terang, pikirannya tajam.
"Ceng Giok, mengapa hari setinggi ini engkau tak menjagakan aku ?" teriaknya.
Ceng Giok, kepala dayang yang melayani puteri Ing Ing tergopoh menghampiri. Demi melihat wajah puteri berseri-seri terang, iapun girang sekali. Ia duga puteri itu tentu sudah sembuh dari penyakitnya yang aneh. Namun ia belum berani memastikan sebelum melihat perkembangannya lebih lanjut.
Tetapi tanda2 semakin membuktikan bahwa puteri Ing Ing memang sudah sembuh, Bicaranya sudah teratur dan genah. Semangatnyapun segar.
Ketika Sui thaykam datang untuk menghadap dan menjenguk keadaan puteri, ia terkejut melihat puteri berseri-seri wajahnya.
"Rupanya kiongcu sembuh," Ceng Giok menyambut thaykam itu dengan menerangkan keadaan puteri.
Sui thaykam mengangguk dan menghadap puteri.
"Sui lopek, mengapa sepagi ini datang kemari? Apakah ada keperluan?" tegur Ing Ing kiongcu.
"Hamba diutus banswe-ya untuk menjenguk kiongcu. Banswe-ya sangat memperhatikan sekali akan sakit kiongcu."
"Aneh." kata Ing Ing kiongcu, "siapa bilang aku sakit'! Sampaikan kepada hu-ong bahwa aku sehat walafiat tak kurang suatu apa."
Sui thaykam terkesiap. Diam2 ia mengakui bahwa puteri memang sudah sembuh.
"Maafkan hamba apabila hamba hendak menghaturkan keterangan kehadapan kiongcu," kata Sui thaykam pula." sesungguhnya kiongcu dalam beberapa waktu yang lalu telah menderita suatu penyakit aneh. Baginda telah menitahkan berpuluh tabib dan orang pandai untuk mengobati, tetapi tak berhasil. Sampai pada suatu hari baginda berziarah ke makan
Ong kuihui dan malamnya bermimpi bahwa yang dapat mengobati penyakit kiongcu itu seorang pemuda yang aneh."
"O," desuh Ing Ing kiongcu, "lalu ?"
"Berkat restu Thian Yang Maha Kuasa, akhirnya pemuda itupun telah diketemukan dan dititahkan untuk mengobati penyakit kiongcu."
"Tetapi Sui thaykam," tiba2 Ceng Giok menyela "mengapa pemuda aneh yang pertama datang mengobati itu malah membuat kiongcu sakit prajurit gi lim-kun yang dipaksa oleh pemuda itu untuk menyaru jadi dirinya."
"Mengapa dia memaksa prajurit gi-lim-kun itu?" tanya puteri.
"Karena pemuda itu memang agak limbung pikirannya. Dia melarikan diri tetapi akhirnya dapat ditangkap dan dibawa ke istana lagi. Bukankah dia telah dapat menyembuhkan tuan puteri ?' kata Sui thaykam.
"Entah bagaimana yang telah terjadi. Tetapi sekarang kurasakan tubuh dan pikiranku sudah sehat. Dimanakah pemuda itu sekarang?" tanya kiongcu.
Sui thaykam terkejut. Ia kira pemuda itu masih berada di istana Ing jun-kiong situ. Ia menerangkan bahwa pemuda itu tak berada di istana dalam.
"Sui lopek." kata Ing ing kiongcu, "aku ingin bertemu dengan orang itu untuk menghaturkan terima kasih. Akan kuberinya ganjaran. Dan kedua kalinya, harap disampaikan kepada hu-ong bahwa aku kepingin berziarah ke makam ibundaku."
Sui thaykam segera mengundurkan diri. Ternyata ia tak berhasil menemukan Blo'on. Juga di markas Gi-lim-kun, juga di tempat kediaman-para thaykam.
Pasukan Gi-lim-kiln segera dikerahkan untuk mencari. Akhirnya mereka mendapat keterangan dari para gadis2 penjaga rumah hiburan Rahasia Hati ditaman Kota Terlarang, yang mengatakan tentang kunjungan Ngo-thayswe. Tetapi entah bagaimana Ngo-thayswe telah lari dan mencebur kedalam kolam.
Sudah tentu berita itu mengejutkan sekali. Bergegas pasukan Gi-lim-kun memberi laporan kepada Hong ciangkun dan Hong ciangkunpun terus menghadap baginda. Baginda segera menitahkan untuk memanggil Ngo-thayswe. Tetapi ternyata putera yang nomor lima itu masih segar bugar tak kurang suatu apa.
Gi-lim-kun dititahkan untuk memanggil gadis2 penghibur Rumah Rahasia Hati itu. Mereka menerangkan tentang wajah dan pakaian pemuda yang dianggapnya sebagai Ngo-thayswe.
Setelah mendengar laporan mereka, barulah baginda menarik kesimpulan bahwa pemuda yang berpakaian Ngo-thayswe itu tentulah pemuda yang dititahkannya untuk mengobati Ing Ing kiongcu. Segera baginda menitahkan untuk mencari pemuda itu.
"Cari pemuda itu sampai ketemu. Dia akan kuangkat sebagai hu-ma (menantu raja) dan akan kunikahkan dengan Ing Ing kiongcu, sesuai dengan janjiku," titah baginda.
Hong ciangkun segera menyebar anakbuahnya untuk mencari kesegenap peloksok kotaraja. Tetapi tak berhasil menemukan Blo'on.
"Mungkin dia mati tenggelam dalam kolam," pikir kepala Gi-lim-kun itu. Ia segera memerintahkan untuk mencari ke dalam kolam. Tetapi juga tak dapat diketemukan apa2.
Kemudian Hong ciangkun menyebar surat sebaran yang mengatakan bahwa barang siapa yang melihat seorang pemuda aneh berpakaian seperti thayswe, supaya ditangkap dan dihadapkan ke istana. Ciri2 pemuda itupun diterangkan dengan jelas.
Seketika gemparlah kota raja karena berita dalam surat sebaran itu. Seorang anggauta Kay-pangpun segera melaporkan surat sebaran itu kepada ketua Kay-pang cabang kota raja yalah Ong Cun.
Sudah tentu Ong Cun terkejut sekali. Segera ia menyampaikan berita itu kepada Ceng Sian suthay dan Liok Sian-li.
Sudah tentu Sian-li bingung tak keruan. Belum usaha mereka untuk membebaskan Blo'on dari penjara di istana berhasil, kini ternyata Blo'on sudah lolos dan melarikan diri, Ia duga sukonya itu tentu membuat huru hara dalam istana.
Ceng Sian suthaypun terkejut. Setelah mendapat keterangan dari Sian-li, ia makin yakin bahwa pemuda itulah yang hendak dicarinya, yalah putera dari Kim Thian-cong yang telah menghilang sejak bertahun-tahu itu.
"Suthay." kata Sian-li, "bagaimana kita akan bertindak ?"
Ceng Sian suthay juga sibuk namun ia menghibur nona itu.
"Marilah lebih dulu kita menguraikan apa sebab sukomu sampai hendak ditangkap oleh kerajaan. Setelah menemukan alasan salahnya, walaupun hanya bersifat dugaan saja,
barulah kita dapat menentukan langkah kemana kita harus bertindak.
Sian li mengangguk, katanya :
"Menurut suthay, kemungkinan apakah yang paling mungkin terjadi pada suko?"
"Aku sendiri belum berani memastikan karena belum pernah bertemu muka dan belum tahu bagaimana perangai suko-mu. Tetapi menilik peristiwa menabuh genderang pertandaan waktu itu, dapatlah kutarik kesimpulan bahwa suko-mu itu memang seorang anakmuda yang nakal dan bengal."
"Benar, suthay," tiba2 Ong Cun ikut bicara "setiap kali Kim kongcu tentu menerbitkan onar. Sejak di kotaraja, ia sudah mengaduk dipesta ulangtahun Cian-bin-long-kun, lalu memukul genderang raksasa, ditangkap ke istana, melarikan diri dan sekarang menjadi buronan kerajaan."
"Ya, memang suko sering mengalami peristiwa2 yang aneh, 'Sian-li menerangkan." tetapi sesungguhnya dia seorang pemuda yang baik hati, jujur dan sederhana. Sering menderita hinaan dari orang karena bicara dan tingkah lakunya yang tak wajar. Pada hal menurut pengakuannya, dia menderita semacam penyakit lupa ingatan ....... , hai ..'! tiba2 Sian-li berteriak seorang diri.
"Mengapa ?" tanya Ceng Sian suthay heran. "Ya. sekarang aku ingat. Dia tentu hendak mencari otak naga," seru Sian-li pula.
"Otak naga ?" serempak Ceng Sian suthay dan Ong Cun berseru," apakah itu ?"
Sian-li lalu menuturkan apa yang telah terjadi. Karena terus mengeluh hilang ingatan, seorang nona mengatakan kepada sukonya bahwa sukonya itu tentu hilang otaknya. Obatnya tak lain hanya otak naga.
"Pada hal ia hanya berolok olok saja karena jengkel melihat keblo'onannya. Ah. siapa tahu, dia telah menganggap hal itu sungguh2."
"Dia benar2 hendak mencari otak naga itu," kata. Sian-li.
Ceng Sian suthay kerutkan kening.
"Soal ini-memang repot," kata Ceng Sian suthay," disatu fihak untuk mencari dan membawa Kim kongcu memang sebuah tugas yang harus dilaksanakan. Tetapi di lain fihak. aku harus kembali ke puncak Bidadari digunung Lo-hu-san sesuai seperti yang kita putuskan dengan para ketua tujuh partai persilatan. Sekarang sudah tanggal lima bulan delapan, jadi masih kurang tujuh hari lagi aku harus tiba di Wisma Perdamaian itu. Dan rasanya waktu sudah amat mendesak sekali. Jika terlambat, mereka pasti akan gelisah."
"Baiklah, suthay," cepat Sian-li menanggapi, "karena hilangnya suko itu sangat aneh, maka, biarlah aku tetap berada di kotaraja sini. Bersama Ong thancu aku akan menyelidiki peristiwa itu. Sedang suthay silahkan kembati ke Lo-hu-san. Apabila aku berhasil menemukan suko, tentu segera akan kuajak kegunung Thay-san. Bukan suthay dan sekalian cianpwe akan memenuhi undangan dari tokoh yang menyebut dirinya sebagai Kim Thian-cong dan bermukim digunung Thay - san itu ?"
Ceng Sian suthay mengiakan. "Tetapi baiklah li-sicu bertindak begini." katanya, "berhasil menemukan Kim kongcu atau tidak, baik li-sicu menunggu dikaki gunung Thay-san.
Dan harap jangan sekali-kali bergerak sendiri sebelum kami beramai-ramai datang."
Kemudian kepada Ong Cun, ketua Kay-pang cabang kotaraja, Ceng Sian suthay berkata :
"Kim kongcu telah menjadi tujuan yang diputuskan ketujuh partai persilatan, harus diketemukan. Maka kuharap Ong sicu suka membantu Liok sicu mencarinya. Sesungguhnya, akupun merasa berat hati untuk meninggalkan kota ini. Tetapi pertama, karena sekarang sudah jelas bahwa jejak Kim kongcu sudah dapat diketemukan, walaupun saat ini dia sedang menghilang. Kedua kalinya, akupun terpaksa harus hadir dalam pertemuan dengan para ketua tujuh partai persilatan di gunung Lo-hu-san."
"Harap suthay legahkan pikiran," kata Ong Cun," aku tentu akan membantu sekuat tenaga kepada nona Liok,"
"Pertemuan dari ketujuh partai persilatan mungkin merupakan yang terakhir dan yang paling penting sendiri. Karena kita akan memutuskan untuk menerima atau menolak undangan tokoh yang menamakan diri Kim Thian cong. Yang satu menetap di gunung Hong-san, yang seorang bermarkas di gunung Thay-san."
Demikian Ceng Sian suthay sagera minta diri.
Ahliwaiis
Kembali Wisna Perdamaian di puncak Giok-li-nia gunung Lo-hu-san menyambut kunjungan dari ketujuh ketua partai persilatan. Mereka yalah Hui Gong taysu ketua Siau-lim-si, Ang Bin tojin ketua Bu-tong-pay, Hong Hong totiang ketua Go-bi-pay, Ceng Sian suthay, ketua Kun-lun-pay,
Pengemis-sakti Hoa Sin ketua Kay-pang dan Pang To-tik wakil partai Hoa-san-pay, belum datang. Kedua tokoh itu ditugaskan untuk menyelidiki ke gunung Thay-san.
"Ah, mengapa Hoa sicu belum datang," kata Hui Gong taysu, "adakah sesuatu yang terjadi dengan kedua sicu itu ?"
"Rasanya kedua orang itu tentu akan datang juga. Hanya mungkin terlambat," kata Ang Bin tojin yang kenal baik kepada kedua tokoh itu.
Untuk mengisi waktu, maka merekapun berbincang-bincang tentang keadaan gunung Hong-san
"Kim Thian-cong di gunung Hongsan itu jelas, bukan Kim Thian-cong tayhiap yang aseli," kata Ang Bin tojin.
"Toheng," sambut Hong Hong tojin ketua Go-bi-pay, "hal itu masih sukar kita pastikan. Bukankah kita kenal bahwa di dunia persilatan terdapat semacam ilmu merobah paras muka."
"O, adakah toheng. memastikan dia benar2 Kim tayhiap yang aseli ?" balas Ang Bin tojin.
"Soal itu sukar diselidiki karena kepergian kita ke Hong-san tak berhasil bertemu dengan tokoh itu. Tetapi yang jelas, dia hendak mengembangkan agama Seng-lian-kau."
"Apabila hanya mengembangkan agama, itu sih dapat dimaklumi," sambut Sugong In ketua Kong-tong-pay, "tetapi mengapa dengan kekerasan hendak memaksa orang harus masuk ? Bukankah jelas dia mempunyai tujuan tertentu ?"
'"Benar." sahut Hong Hong tojin, "tujuannya tak lain hanyalah hendak menguasai dunia persilatan."
Ang Bin tojin menghela napas.
"Rupanya Seng-lian-kau sudah cepat sekali berkembang. Didaerah selatan, tokoh2 persilatan sudah tunduk dan masuk menjadi anggautanya. Walaupun kita belum tahu bagaimana tujuan pendirian Seng-lian-kau itu, tetapi dengan cara-caranya yang menggunakan kekerasan, jelas partai agama baru itu tentu hanya ingin mencari kekuasaan dan menguasai dunia persilatan. Setiap tokoh silai atau perkumpulan maupunpartai persilatan yang bertujuan demikian, tentulah tidak suci. Tentu akan membawa keiusakan pada dunia persilatan."
"Ya." sambut Hong Hong tojin pula, rasanya Kim Thiam cong dari gunung Thay-san itupun sama juga. Dia juga ingin mengembangkan agama Thian-tong-kau (agama Nirwana).
Ang Bin tojin menghela napas.
"Banyak nian peristiwa2 yang silih berganti muncul dalam dunia persilatan. Tetapi seperti yang kiia alami dewasa ini. rasanya sejak beratus tahun sampai sekarang, baru kali ini terjadi. Mayat seorang pemimpin dunia persilatan seperti Kim tay-hiap, telah hilang. Ketua partai Hoa-san-pay Kam Sian-hong sicu, dibunuh orang. Kemudian pada waktu yang serempak, muncul dua orang yang mengaku bernama Kim Thian-cong. Satu di gunung Hongsan dan yang satu di gunung Thaysan. Kedua-duanya menghendaki supaya tokoh2 dan partai2 persilatan tunduk kepada mereka."
Tiba2 terdengar derap langkah orang berjalan di halaman. Dan pada lain saat muncullah Hoa Sin ketua partai Pengemis.
Kelima ketua partai persilatan serempak berbangkit dan mengucapkan salam.
"Hoa sicu," seru Hui Gong taysu setelah ketua partai Pengemis duduk, "mengapa sicu seorang diri ? Dimanakah Pang To Tik sicu ?"
"Itulah yang menjadi pertanyaan bagiku," jawab ketua Kay-pang, "selama dalam perjalanan kami selalu berdua. Tetapi setelah tiba di kaki gunung Thay-san dan mendaki, barulah kami merancang rencana. Agar tidak menimbulkan kecurigaan dan agar penyelidikan itu dapat diiakukan dari dua jurusan, maka kami berpisah. Aku mengambil jalan dari timur dan Pang kiamhiap dari barat. Dua hari kemudian, hasil atau tidak, kami berjanji akan bertemu dengan di kedai kaki gunung. Apabila tak ada, supaya menuju ke kota Thay-san-koan, di rumah makan Heng-lok."
"Tetapi setelah tiba pada waktu yang kami janjikan, aku tak dapat menemukan Pang kiamhiap baik di kaki gunung Thay-san maupun di kota Thay-san-koan yang terletak di sebelah selatan gunung itu. Aku mulai gelisah, jangan2 Pang kiamhiap mendapat kesulitan di markas Thian-tong-kau. Malam itu aku kembali melakukan penyelidikan ke gunung Thay-san tetapi tak berhasil menemukan dia.
"Aku masih tak putus asa, Dengan jarih payah, dapatlah kutawan seorang peronda dari markas Thian-tong-kau. Walaupun kuancam dan dipukul, tetapi peronda itu tetap mengatakan bahwa dalam markas Thian-tong-kau tak terjadi suatu peristiwa apa2. Tak ada orang tawanan baru yang ditangkap selama dua hari itu."
"Terpaksa aku pergi," kata Hoa Sin, "dalam perjalanan pulang, mengingat waktunya masih cukup, akupun singgah di kotaraja untuk meninjau keadaan cabang Kay-pang disitu . ,..."
"Nanti dulu, Hoa pangcu." tiba2 Ceng Sian suthay menyela, "rencana untuk menyelidiki secara terpisah itu berasal dari Hoa pangcu ataukah dari Pang sicu ?"
"Pang tayhiap," kata Hoa Sin, "mengapa suthay mungajukan pertanyaan demikian ?"
Ceng Sian suthay menghela napas.
"Berprasangka adalah tidak baik. Tetapi menjaga suatu kemungkinan yang tak diinginkan, sama halnya dengan bertindak hati2."
"Maksud suthay ?" Hoa Sin menegas, "adakah terdapat sesuatu kecurigaan pada Pang tayhiap?"
Ceng Sian suthay mengemasi sikap.
"Dalam rangka bersikap dan bertindak hati2 itulah maka aku terpaksa harus meneliti setiap peristiwa dan setiap orang," kata rahib ketua partai Kun-lun-pay itu. "marilah kita kembali kepada saat2 kita berunding untuk mengurus jenazah Kim tayhiap yang lalu. Siapakah yang mengusulkan supaya jenazah Kim tayhiap disembunyikan dalam tempat rahasia?''
"Pang tayhiap ?" sahut Hoa Sin.
''Sebelum Pang sicu datang ke Lo hu san, bukankah dalam partai Hoa-san-pay telah timbul peristiwa yang menggemparkan ?"
"Ya, Kam Sian-hong pangcu telah terbunuh! oleh seorang pemuda tak dikenal," sahut Hoa Sin pula.
"Ah, mungkinkah seorang tokoh sesakti Kam pangcu dapat terbunuh oleh seorang pemuda yang kabarnya agak sinting ?'
Hoa Sin terkesiap.
"Memang hal itu sukar dipercaya," katanya sesaat kemudian, "lalu apakah hubungan pembunuhan itu dengan Pang tayhiap?"
"Hoa pangcu,,, sahut Ceng Sian suthay, "telah kukatakan bahwa tak baik untuk mencurigai orang. Tetapi dalam rangka berhati-hati untuk menjaga hal2 yang tak diinginkan, kitapun harus waspada dan meneliti. Aku tak mengatakan bahwa Pang tayhiap tersangkut dalam pembunuhan itu. Tetapi akupun tak memastikan bahwa ia bebas dari peristiwa itu."
"Ah," Hoa Sin mendesah, "sesungguhnya Pang tayhiap itu sudah lama mengundurkan diri dan menyerahkan pimpinan partai Hoa-san-pay kepada Kam pangcu yang menjadi sutenya."
Ceng Sian suthay menghela napas.
"Dunia penuh debu kotoran, dunia pesilatan penuh akal siasat," ujarnya. "Hoa pangcu,! bagaimana menurut wawasanmu selama pangcu menempuh perjalanan bersama Pang tayhiap?"
"Selama itu dia mengunjuk sikap yang baik dan bersahabat," kata Hoa Sin.
"Apakah selama itu Hoa pangcu tak menemukan sesuatu yang aneh, misalnya dalam hal2 yang kecil mengenai gerak gerik Pang tayhiap."
"Tidak, suthay," kata Hoa Sin tetapi sesaat kemudian ia tampak kerutkan dahi seperti berpikir. Beberapa saat kemudian ia berkata pula, "hanya pernah aku melihat suatu peristiwa kecil yang agak mengherankan, Tetapi kuanggap hal itu tak penting."
"Apakah itu ?" Ceng Sian suthay mendesak.
"Pada hari itu kami tiba di Khay-hong, sebuah kota yang ramai. Karena hari amat panas, kami singgah disebuah rumah makan. Tengah menikmati hidangan, tiba2 datanglah
sekelompok opas kerumah makan itu. Kami terkejut ketika mereka menghampiri ketempat kami lalu mempersilakan kami ikut menghadap pada Te-koan (kepala kota). Kukira kami ditangkap ternyata Te-koan itu memang hendak mengundang Pang tayhiap."
"Untuk apa ?"
"Dahulu sewaktu mengadakan perjalanan ke kota raja, Te-koan itu telah dihadang oleh kawanan penjahat. Untunglah Pang tayhiap muncul dan dapat membasmi penjahat2 itu. Maka sekarang Te-koan hendak membalas budi kepada Pang tayhiap dengan menjamunya dan memberi hadiah2 berharga. Tetapi Pang tayhiap menolak pemberian itu."
"Itu sudah jamak bagi seorang pendekar yang luhur," kata Ceng Sian suthay, "apakah yang Hoa pangcu rasakan aneh dalam peristiwa itu ?"
"Tak lain karena kuperhatikan Pang tayhiap tampak gelagapan ketika menghadapi pertanyaan dari Te-koan. Pang tayhiap seperti tak kenal dengan Te-koan itu walaupun Te-koan sudah menceritakan peristiwa yang dialaminya dahulu. Akhirnya Pang tayhiap mengatakan bahwa ia tak ingat lagi."
"Berapa lamakah peristiwa itu terjadi ?" tanya Ceng Sian suthay.
"Menurut keterangan Te-koan, peristiwa itu terjadi pada sepuluh tahun yang lalu."
Ceng Sian suthay kerutkan dahi.
"Sepuluh tahun yang lalu, tak mungkin orang dapat melupakan, hm, memang aneh," kata rahib dari Kun-lun-pay itu, "pada hal Pang tayhiap belum terlalu tua untuk mengingat kejadian sepuluh tahun yang lalu."
Setelah itu maka Hoa Sinpun melanjutkan penuturannya ketika berada di kotaraja.
"Aku bertemu dengan Ong Cun kepala Kay-panu cabang kotaraja dan juga nona Liok Sian-li, murid dari Kim tayhiap."
Agak heran Hoa Sin ketika melihat para ketua partai persilatan tak memberikan reaksi kejut atas keterangannya itu. Bahkan Ceng Sian suthay tampak mengangguk-anggukan kepala.
"Juga menurut keterangan dari Ong thancu, putera dari Kim tayhiap yang hilang itu, berada di kotaraja,"' kata Hoa Sin pula.
Eh, para ketua partai persilatan itu tak terkejut.
"Putera Kim tayhiap itu menamakan dirinya dengan nama Blo'on," kata Hoa Sin.
Para ketua itupun tenang2 saja.
"Ditangkap di istana !" akhirnya Hoa Sin berseru agak keras untuk mengejutkan mereka. Tetapi merekapun tetap tenang2 saja.
"Eh, mengapa kalian tak terkejut ?" akhirnya Hoa Sui sendiri yang tak kuasa menahan keheranannya.
"Mengapa harus terkejut, Hoa pangcu ?" Ceng Sian suthay tersenyum," aku sudah menceritakan hal itu kepada para pangcu disini."
"Oh," Hoa Sin mendesuh, "apakah suthay juga ke kotaraja ?"
Ceng Sian mengiakan.
"Tetapi bukankah suthay ikut dalam rombongan yang ke Hong-san ?"
"Kurasa empat orang sudah cukup dan atas persetujuan para pangcu, aku mengundurkan diri karena hendak mencari jejak putera Kim tay hiap yang hilang itu, Akhirnya akupun mengunjungi juga kotaraja."
"Selama dalam perjalanan itu, apa sajakah yang suthay ketemukan ?" tanya Kim Sin.
"Tidak ada yang penting kecuali bertemu dengan Hiang Hiang niocu."
"Hiang Hiang niocu?" seru Hui Gong taysu serentak," Omitohud ! bagaimanakah dengan keadaan niocu ?"
"Hiang Hiang niocu juga mendengar tentang kemunculan dua orang yang mengaku sebagai Kimtayhiap. Dia ketarik juga perhatiannya. Ia hendak membantu kita secara diam2 untuk menghadapi kedua Kim Thian cong itu."
"Omitohud !" seru ketua Siau-lim-si itu pula," apibila Hiang Hiang niocu mau membantu, kekuatan kita tentu lebih besar.'"
"Dan selama dalam perjalanan itu, kudengar juga tentang pembicaraan yang ramai dalam dunia persilatan tentang kemunculan beberapa tokoh yang aneh. Antara lain, Bu Ing lojin, Bu Beng lojin, Hong-sat koayceng dan lagi pula seorang paderi Thian-tiok (India) yang sakti.
"Paderi Thian-tiok ? kata Hoa Sin, "bagaimanakah gerak gerik paderi itu.
"Dia tak melakukan tindakan apa2, kecuali hanya berkelana dari daerah kelain daerah. Tetapi anehnya, setiap kali paderi Thian Tiok itu datang disebuah desa atau kota, tentulah orang gempar karena kehilangan anak gadisnya."
Beberapa ketua partai persilatan itu terkejut.
"Tindakannya itu mirip juga dsngan Hong Sat koayceng. Bukankah suthay pernah menghadapi Hong Sat koay-ceng dirumah Cian-bin-long-kun dalam kotaraja ?" kata Hoa Sin.
"Ya," kata Ceng Sian suthay yang lalu menuturkan peristiwa yang terjadi rumah kediaman Cian-bin-long-kun. Adalah karena Kim kongcu membuat gara2 maka pesta ulang tahun dari Cian-bin-long-kun sampai kacau."
"Dan tahukah suthay peristiwa putera Kim tahiap itu ditangkap kedalam istana ?" tanya Hoa Sin pula.
"Ya, aku dan nona Liok bersama Ong than-cu berusaha untuk masuk kedalam istana, tetapi penjagaan terlalu ketat sekali, sehingga kami gagal menolong Kim kongcu. Tetapi Kim kongcu memang bengal, pun juga lihay sekali. Dia telah berhasil lolos dari istana. Pihak isiana lalu menebar pengumuman untuk menangkap Kim kongcu."
"Ha, ha, ha," tiba2 Hoa Sin tertawa gelak2, "tahukah suthay mengapa fihak istana hendak menangkap Kim kongcu ?"
"Dia lolos dari tahanan di istana." sahut Ceng Sian suthay.
"Benar," seru Hoa Sin, "memang Kim kongcu itu lihay sekali. Sayang aku belum pernah berjumpa dengan dia. Kurasa adatnya cocok sekali dengan aku. Tetapi suthay, tahukah mengapa istana hendak menangkap Kim kongcu?'
"Sudah tentu akan dihukum!"
"Salah !" sambut Hoa Sin, "bukan dihukum tetapi akan mendapat ganjaran besar."
"Ganjaran besar ?" Ceng Sian suthay terbeliak, "Hoa pangcu. harap jangan berolok-olok Kim kongcu penting bagi kita karena sebagai penghormatan dan balas budi kepada Kim
tayhiap kita harus mengurus puteranya. Oleh karena itu kita harus mencarinya sampai ketemu."
Hoa Sin tertawa riang.
"Suthay, siapa yang berolok-olok? Masakan Hoa Sin berani berolok-olok kepada suthay. Memang Kim kongcu akan diberi ganjaran besar oleh bagmda raja karena telah berhasil menyembuhkan penyakit dari Ing Ing kiongcu."
"Oh," serentak lima ketua partai persilatan mendesuh kejut, "benarkah itu, Hoa pangcu ? Dan apakah kiranya ganjaran yang akan diberikan kepada Kim kongcu ?"
"Sungguh mati," seru Hoa Lin dengan nada bersungguh, "memang raja memberinya ganjaran, yang luar biasa yang belum peruah diterima orang lain."
Kelima ketua partai persilatan itu makin ingin tahu.
"Harap. Hoa pangcu segera memberitahu ganjaran apakah yang akan diberikan kepada Kim kongcu," akhirnya seorang kepala gereja Siau-Iim-si yang sabar seperti Hui Gong taysu tak dapat menahan hatinya.
"Hoa pangcu, jangan menggoda hati kita lekaslah engkau katakan," seru Hong Hong tojin.
"Ya, ya," seru Hoa Sih, "akan kukatakan kepada para pangcu. Ganjaran dari raja itu tak lain, Kim kongcu akan dipungut sebagai menantu raja....."
"Hu-ma ?" seru kelima ketua partai persilatan itu serempak.
"Benar, puteri Ing Ing yang disembuhkan oleh Kim kongcu itu akan diberikan kepada Kim kongcu."
"Omitohud !" segera Hui Gong taysu berseru memanjatkan doa, 'besar sekali nian rejeki Kim kongcu itu."
"Hoa pangcu," tiba2 Ceng Sian suthay berseru, "ketika aku masih di kotaraja, memang kubaca juga pengumuman dari istana. Tetapi pengumuman untuk menangkap Kim kongcu, bukan pengumuman untuk menjadikan dia huma.'
"Ya, memang begitu. Tetapi aku telah menyelidiki kedalam istana dan memperoleh berita itu. Sayang dulu2 aku tak bertemu dengan Kim kongcu."
"Kalau bertemu lalu Hoa pangcu hendak mengapa ?" tukas Ceng Sian suthay.
"Aku cocok sekali dengan perangai dan tingkah lakunya. Coba pangcu sekalian bayangkan, siapakah yang telah membikin geger seluruh penduduk kotaraja karena harus bangun pada jam 3 pagi ? Ha, ha, ha. Kim kongcu telah membangunkan seluruh penduduk kotaraja dengan memukul genderang-waktu beberapa jam lebih pagi. Dan siapakah yang mampu mengobati penyakit aneh dari Ing Ing kiongcu kalau tidak Kim kongcu. Pada hal raja sudah memanggil seluruh tabib pandai diseluruh kerajaan. Wah, wah, aku Hoa Sit orang mengatakan seorang pengemis yang bertingkah aneh. Tetapi kalau mendengar cerita nona Liok tentang pengalaman2 yang dialami Kim kongcu selama berkelana ini, orang sungguh tak mungkin mau percaya. Coba bayangkan saja, kalau Kim kongcu pernah masuk kedasar laut dan bertemu dengan kakek penunggu istana Hay-te-kiong, bertempur dengan ular naga dan beberapa binatang aneh. Seumur hidup, baru pertama kali ini aku mendengar kissah perjalanan hidup yang begitu aneh dan luar biasa."
"Dan Hoa pangcu mau apa dengan Kim kongcu ?" seru Hong Hong tojin.
''Karena adatnya sama, aku ingin mengangkat Kim kongcu sebagai anak-angkat ..... ,"
"Omitohud," seru Hui Gong, "mudah-mudahan maksud Hoa pangcu yang baik itu akan terlaksana dengan baik."
"Aku tak setuju," tiba2 Ceng Sian suthay menyelutijk, "kabarnya Kim kongcu itu agak limbung dan aneh tingkah lakunya Seharusnya ia mendapat pimpinan ayah yang keras dan disiplin seperti Kim tayhiap, Kalau mendapat ayah angkat yang kukway seperti Hoa pangcu, apa nanti jadinya ? Ayah dan anak sama-sama.....?'
Ceng Sian tuhay tak selanjutkan kata-katanya, Ia teitawa geli.
"Justeru begitu baru serasi," seru Hoa Sin menanggapi olok2 Ceng Sian sutthay, "bukankah suthay kenal akan sebuah pepatah yang berbunyi ; "Guru kencing berdiri, murid kencing berlari. Ha, ha, ha....."?
Demikian kelakar sekedarnya dari tokoh2 yang menjadi ketua partai2 persilatan. Ada kalanya tokoh2 semacam itu juga suka berkelakar sekedar pelepas waktu.
"Tetapi apakah Kim kongcu sudah dapat di-ketemukan", tiba2 Ceng Sian suthay bertanya dengan nada bersungguh.
Wajah riang dari Hoa Sin suram seketika, "Justeru itu yang menjadi pemikiranku. Ketika berada di kotaraja, Kim kongcu masih belum dapat diketemukan jejaknya. Kabarnya ia telah menjadi Ngo-thayswe dan menceburkan diri ke dalam kolam taman hiburan dalam istana. Sampai sekarang dia menghilang tak dapat diketemukan."
Mendengar itu semua ketua partai persilatan terkejut dan gelisah. Kalau putera Kim Thian-cong itu benar2 mati tenggelam daiam kolam, sia2 -lah jerih payah mereka untuk membalas budi Kim Thian cong,
"Soal Kim kongcu sudah kuserahkan kepada Ong Cun kepala partai Kay-pang cabang kotaraja yang telah sanggup membantu nona Liok untuk mencari Kim kongcu sampai ketemu," kata Hoa Sin lebih lanjut, "yang jadi persoalan sekarang yalah bagaimana kita harus mengambil keputusan terhadap kedua Kim thian-cong palsu itu."
Kelima ketua partai persilatan yang lain seperti disadarkan. Akhirnya Hui Gong taysu membuka suara.
"Para kaucu kalian," katanya membuka pembicaraan," menurut pendapat pinto, kita harus menjalankan siasat seperti yang.pernah kita bicarakan dahulu. Yakni mengadu domba antara kedua Kim Thian-cong itu. Mengingat bahwa kedua Kim Thian-cong itu entah mana yang lebih ganas dan sakti, maka kitapun terpaksa harus memecah kekuatan kita menjadi dua. Sebagian menuju ke Hong san dan sebagian menuju ke Thay san.
Kepada Kim Thian-cong di Hong-san kita mengatakan bahwa terpaksa sebagian dari ketujuh partai harus memenuhi undangan Kim Thian-cong di Thay-san karena takut akan kekuatanya. Demikian kita katakan juga seperti kepada Kim Thay-cong di Hong-san .....:"
"Bagaimana andaikata Kim Thian-cong di Hong-san maupun Kim Thian-cong di Thay-san tidak mempan terhadap siasat kita itu dan keduanya menerima begitu saja menurut keadaannya. Bukankah berarti dunia persilatan akan dikuasai oleh dua orang Kim Thian-cong ?" selutuk Hong Hong tojin.
"Toheng benar," sahut Hwat Gong taysu, "tetapi pinto lebih cenderung untuk memastikan bahwa kedua Kim Thian-cong itu tentu marah dan saling gempur sendiri. Karena biasanya, setiap tokoh persilatan yang sudah memiliki kepandaian sakti dan berani melaksanakan cita2 untuk menjagoi dunia
persilatan, tentu tak kan membiarkan timbulnya fihak kedua yang akan menyainginya."
Dan andaikata apa yang dikuatirkan Hong Hong toheng itu menjadi kenyatakan," kata Hwat Gong taysu lebih lanjut "kitapun masih mempunyai daya lain. Kita harus menggeragoti kekuatan mereka dari dalam. Setiap ada kesempatan terbuka, harus kita gunakan sebaik-baiknya untuk menghancurkan kekuatan mereka."
"Bagaimana kalau kesempatan itu tak ada?" tanya Hong Hong tojin pula.
"Kita adakan," sahut Hui Gong taysu dengan nada yakin.
Tiba2 terdengar Ang Bin tojin ketua Bu-tong-pay menghela napas.
"Apa yang diucapkan Hui Cong taysu memang merupakan kemungkinan yang paling dapat kita laksanakan," kata ketua Bu-tong-pay itu, "tetapi kitapun harus menjaga kemungkinan yang paling buruk diantara kemungkinan2 itu."
Kelima ketua partai persilatan yang lain tampak kerutkan wajah.
"Bagaimana maksud toheng ?" akhirnya Hwat Gong taysu mengajukan pertanyaan.
"Yang pinceng maksudkan," kata Ang Bin tojin, "yalah kemungkinan apabila semua siasat kita gagal. Bukankah dunia persilatan akan menderita masa2 yang menyedihkan karena harus dikuasai oleh tokoh2 yang jahat ? '
Kelima ketua partai persilatan mengangguk-angguk dan kerutkan kening. Rupanya merekapun dapat membayangkan apa yang dikuatirkan ketua Bu-tong-pay itu.
"Ya, kemungkinan itu memang ada," akhirnya Hui Gong mengakui.
"Oleh karena itu, wajiblah kita memikirkan juga persiapan2 untuk menghadapi kemungkinan seperti itu."
"Lalu menurut toheng, bagaimana kita harus mengadakan persiapan menghadapi kemungkinan buruk itu?' tanya Hui Gong pula.
"Siau-lim-pay sudah berdiri beratus-ratus tahun, Bu-tong-pay. Kong-tong-pay, Kun-lun-pay, Go-bi-pay, Hon-san-pay dan Kay-pangpun mempunyai sejarah yang lama dalam dunia persilatan. Ilmu silat dari ketujuh partai persilatan itu, merupakan sumber ilmu silat dari dunia persilatan Tiong-goan. Bukankah sayang sekali kalau sampai ilmu silat warisan dari para leluhur kita itu lenyap?" kata' Ang Bin tojin."
"Maksud toheng, kemungkinan kita akan menghadapi kehancuran dibawah tindasan dari kedua Kim Thian-coug palsu itu?'* tanya Hui Gong.
"Benar, taysu," jawab, Ang Bin tojin, "penyerahan kita kepada mereka tentu disertai dengan anakmurid dari partai persilatan masing2. Kalau sampai tokoh2 yarig tergolong kojiu (jago sakti) dari masing2 partai persilatan dibunuh oleh kedua atau salah satu dari Kim Thian-cong itu, bukan kah ilmu silat dari masing2 partai persilatan akan ludas ?"
Terdengar desis tertahan dari mulut kelima ketua persilatan demi mendengar hal yang dibayangkan Ang Bin tojin itu. Mau tak mau mereka harus membayangkan kemungkinan itu juga.
"Ya, apa yang toheng kemukakan itu memang tepat sekali: Kemungkinan begitu memang dapat juga terjadi," akhirnya Hwat Gong taysu mengakui, "oleh karena itu harap toheng
suka mengemukakan pendapat yang tepat untuk mengatasi hal2 itu."
"Ah, harap taysu jangan keliwat memuji diri pinceng," buru2 ketua Bu-tong-pay itu merendah diri, "pertama-tama, ingin pinceng menanam kesadaran bahwa sejak berada dibawah pimpinan Kim tayhiap, kita ketujuh partai persilatan ini sudah seperti tergabung dalam satu kesatuan. Setiap salah satu dari ketujuh partai persilatan itu menderita, yang lain2 pun untuk satu."
Berhenti sejenak ketua Bu-tong-pay itu melanjutkan pula.
"Menurut bendapat pinceng yang picik, agar jangan sampai ilmu silat dari ketujuh partai persilatan itu hilang musnah di tangan musuh, maka kita harus memberikannya kepada seorang murid yang benar2 kita anggap dan telah tahu akan peribadi, bakat dan kejujurannya. Kita berenam memberikan seluruh kepandaian kita kepada orang itu dan suruh dia melarikan diri bersembunyi. Kelak apabila keadaan sudah mengizinkan. dia harus membangun lagi ketujuh partai persilatan itu. Artinya, dia harus mencari sisa2 murid setiap partai persilatan itu, memilih yang baik sifat peribadi dan bakatnya dan memberikan ilmu pelajaran silat dari partai perguruannya kepada murid itu. Misalnya, kepada anakmurid Bu-tong-pay dia harus memberikan seluruh ilmu silat yang telah kuberikan kepada murid Bu-tong-pay itu. Demikian seterusnya terhadap keenam partai persilatan yang lain.'
"Suatu pendapat yang bagus sekali." Tiba2 Ceng Sian suthay berseru, "tetapi sukar pelaksana annya. Karena untuk mencari tokoh yang sesuai seperti yang kita inginkan, tentu sukar''
Ang Bin tojin mengangguk.
"Apa yang su-thay katakan memang tepat sekali" kata ketua Bu-tong-pay itu. "andai kita memilih salah seorang murid yang paling menonjol di antara ketujuh partai persilatan, tentu yang lain akan keberatan. Maka untuk jalan tengah kita harus mencari pemuda berbakat yang diluar dan ketujuh partai persilatan."
"O," seru Ceng Sian suthay "bagus sekali pendapat toheng itu. Tetapi mungkin toheng sudah mempunyai bayangan tentang calon itu".
"Benar," jawab Ang Bin tojin, "dan andaikata calon yang pinceng ajukan itu tidak sesuai, harap jiwi sekalian suka menyanggah".
Setelah kelima ketua partai persilatan memberi kesanggupan maka Ang Bin tojin pun mengemu-kan calon pilihannya.
"Menurut hemat pinceng, kita wajib membalas budi kepada Kim tayhiap. Sebenarnya kita akan berusaha untuk menolong putera Kim tay-hiap yang hilang itu dan mendidiknya supaya menjadi seorang pendekar yang berguna. Tetapi berita, terakhir yang dibawa Hoa pangcu tadi benar2 mencemaskan sekali. Bagaimana andaikata Kim kongcu benar2 telah meninggal terbenam dalam kolam. Bukankah usaha kita akan sia2 ? Nah, dengan cara yang hendak pinceng ajukan ini, kemungkinan kita akan mencapai dua tujuan dalam satu kali bertindak. Pertama, demi melanjutkan cita2 untuk membalas budi kepada Kim tayhiap. Kedua, karena kita tahu bahwa pilihan Kim tayhiap itu tentu memberi jaminan yang cukup meyakinkan kepada kita. Jelasnya, pinceng hendak mengusulkan supaya salah seorang murid dari Kim tayhiap itu yang kita angkat jadi calon ahliwaris dari ketujuh partai
persilatan. Soal peribadi dan bakat, pinceng percaya Kim tayhiap tentu sudah pernah mengujinya".
Kelima ketua partai persilatan terkesiap lalu mengangguk.
"Aku setuju dengan usul Ang pangcu, tiba2 Hoa Sin berseru, "tetapi sayang, calon yang hendak kuajukan itu, masih menjadi pertanyaan apakah masih hidup atau sudah meninggal."
"Putera Kim tayhiap?" seru Ceng Sian suthay.
"Benar, suthay" sahut Hoa Sin, "kurasa dia lah satu-satunya pemuda yang tepat menjadi ahli waris kita berenam. Sayang dia sudah tak ada. Ataupun kalau masih hidup, sukar diketemukan"
"Dan sayang pula," Ceng Sian suthay menambahkan, "bahwa kehendak Hoa pangcu yang baik itu tentu ditolak oleh Kim kongcu. Karena menurut pengakuan nona Liok, putera Kim tayhiap itu menolak untuk belajar silat. Jangankan kita yang akan memberi pelajaran, bahkan ayahnya sendiri, mendiang Kim tayhiappun ditolaknya. Memang putera Kim tayhiap itu aneh sekali wataknya. Ayahnya seorang pemimpin dunia persilatan tetapi puteranya tak mau belajar silat".
"Oleh karena itu," kata Sugong In ketua Kong-tong-pay, "kita hanya mempunyai dua pandangan yang dapat kita jadikan calon. Murid pertama dari Kim tayhiap atau murid perempuannya."
"Kurasa murid pertama dari Kim tayhiap yang bernama Tio Goan-pa itu lebih sesuai," kata Ang Bin tojin. "karena dengan menjadi murid pertama atau calon ahliwaris, sudah tentu Kim tay hiap telah menguji peribadi maupun bakat dari pemuda itu".
"Tetapi bagaimana untuk mencari pemuda itu?" tanya Hong Hong tojin ketua Go-bi-pay.
"Yang penting, apakah kita sudah setuju akan rencana yang pinceng kemukakan ini," kata Ang Bin tojin, "dan kalau sudah, apakah juga sudah setuju akan calon pilihan pinceng itu. Apabila kedua-duanya sudah disetujui maka kita segera dapat mengatur langkah untuk bertindak".
Kelima ketua partai persilatan yang lain tampak diam merenung. Rupanya mereka merenungkan persoalan itu dengan serius. Mereka menyadari bahwa saat itu keadaan sudah sangat mendesak dan bahaya sudah mengancam di depan mata. Ibarat bahaya kebakaran, harus lekas2 soal itu diatasi.
Akhirnya karena tiada lain jalan, kelima ketua partai persilatan itu memberi persetujuannya.
"Nah, jika begitu, pinceng serahkan kembali persoalan ini kepiada Hui Gong taysu untuk memutuskan langkah2 yang perlu." kata Ang Bin.
Hui Gong taysu segera bicara.
"Tio Goan-pa sicu, murid pertama dari Kim tayhiap saat ini sedang berkeliling untuk menghubungi partai2 persilatan yang lain dan tokoh2 persilatan yang tak menggabungkan diri pada suatu partai persilatan. Apabila kita mencarinya, jelas akan memakan waktu. Paling tidak, tentu akan lewat dari waktu kita harus menghadiri undangan kedua Kim Thian-cong itu. Dan andaipun ketemu, tentu juga makan waktu yang cukup lama bagai Tio sicu untuk menerima ilmu pelajaran dari kita bertujuh partai persilatan."
Berhenti sejenak, ketua Siau-lim si itu melanjutkan pula :
"Pada hakekatnya, kita setuju keputusan untuk memberikan ilmu kepandaian ketujuh partai persilatan kepadanya. Tetapi karena hal itu terhalang oleh keadaan dan waktu, maka kita harus mencari jalan lain. Dua hari lagi kita segera berangkat ke Hongsan dan ke Thaysan. Dalam waktu yang singkat itu, lebih baik kita memilih murid dari partai perguruan kita masing2 dan memberikan ilmu pelajaran kepadanya. Setelah itu kita suruh dia menyembunyikan diri ke gunung yang sepi untuk berlatih hingga dapat memahami pelajaran itu."
"Waktu dua hari terlalu singkat untuk menyerap semua ilmu pelajaran dari setiap partai persilatan," sambut Ang Bin tojin, "misalnya ilmu siat dari perguruan Siau-lim si yang memiliki 72 buah pelajaran silat yang sakti. Jangankan dalam waktu dua hari, bahkan berpuluh tahun, bahkan pula seumur hidup tak mungkin selama ini terdapat tokoh Siau-lim-si yang mampu menguasai seluruh ilmu pelajaran itu."
Hui Gong taysu menghela napas,
"Apa yang toheng kataknn memang benar " katanya," lalu bagaimana menurut pendapat toheng untuk mengatasi persoalan ini !"
"Menurut hemat pinto," kata Ang Bin tojin, "yang terutama yalah harus menyelamatkan kitab2 pusaka ilmu pelajaran dari masing2 partai persilatan. Yang kedua, kita masing2 menggunakan waktu dua hari yang amat singkat ini untuk menulis, semua ilmu pelajaran yang kita miliki. Kitab itu kita berikan kepada salah seorang murid kita yang kita anggap paling berbakat dan baik kelakuannya, untuk bersembunyi di gunung dan mempelari ilmu itu sampai sempurna."
Pandangan ketua Bu tong-pay itu ternyata disetujui. Keenam partai persilatan itupun segera berkemas-kemas
untuk menuliskan ilmu kepandaiannya dalam sebuah kitab. Dan sehari itu merekapun mulai menulis.
Tiba2 pada hari kedua, Tio Goan Pa muncul. Sudah tentu keenam ketua partai pesilatan itu terkejut, Sesaat mereka tertegun karena harus menghadapi persoalan lagi. Apakah tetap akan memberikan ilmu silat mereka kepada Goan Pa ataukah tetap melanjutkan tulisan mereka pada kitab yang akan diberikan kepada murid mereka.
Tio Goan Pa pun melaporkan tentang usahanya untuk menghubungi partai ataupun perguruan persilatan, tokoh2 ternama.
"Mereka menyatakan akan berdiri dibelakang kita, dalam menghadapi ancaman kedua manusia yang menamakan dirinya Kim Thian-cong itu," katanya mengakhiri laporan.
Hui Gong taysu memberi pujian kepada pemuda itu.
"Kalau tak.salah, besok kita harus sudah berangkat untuk memenuhi panggilan mereka," kala Goan Pa pula.
Hui Gong taysu mengiakan.
"Benar, Tio sicu, "katanya, "justeru itulah yang menggelisahkan kita."
Kemudian ketua Siau-lam-si itu menceritakan hasil keputusan dari para partai persilatan yang berada dalam Wisma Damai disitu.
"Keputusan ciapwe sekalian memang tepat sekali, "kata Goan Pa," walaupun wanpwe seorang pemuda yang tak berguna, tetapi demi menyelamatkan kelangsungan hidup dari ketujuh persilatan, wanpwe bersedia untuk melakukan tugas itu."
Dalam membawakan cerita tentang hasil keputusan keenam ketua partai persilatan, Hui Gong taysu baru tiba tentang keputusan untuk menyerahkan warisan ilmu silat dari ketujuh partai persilatan itu kepada Goan Pa. Belum lagi ketua Siau-lim-si itu melanjutkan ceritanya mengenai perubahan keputusan itu, Goan Pa sudah mendahului dengan menyatakan kesanggupannya menerima beban kewajiban dari ketujuh partai persilatan itu:
"Tetapi Tio sicu," kata Hui Gong taysu, karena tertumbuk akan waktu undangan dari kedua Kini Thian-cong dengan waktu untuk mencari sicu, demikian pula dengan pertimbangan bahwa tak mungkin sicu akan dapat menampung ilmu pelajaran ketujuh partai peisilatan dalam waktu hanya dua hari maka kamipun merobah keputusan itu. Akan menulis ilmu yang kami miliki masing2 dalam sebuah kitab ......"
"Ketepusan yang tepat sekali," cepat Goan Pa menyambut, "memang apa yang cianpwe katakan itu benar. Tak mungkin wanpwe dapat menampung sekian banyak ilmu pelajaran dalam waktu dua hari saja. Dengan ditulisnya ilmu itu dalam kitab, wanpwe akan mendapat waktu yang cukup untuk mempelajari dan berlatih. Wanpwe berjanji akan berlatih sungguh2 untuk memenuhi harapan sekalian cianpwe."
Kembali keenam ketua partai persilatan itu terkesiap. Untuk beberapa saat mereka tak dapat mengucap apa2"
"Tio sicu," akhirnya Hui Gong taysu yang membuka pembicaraan, "dalam hal keputusan itu, setelah terdapat perobahan tentang cara, pun juga perobahan tentang orangnya. Bermula kami memang memilih seorang yang diiuar dari ketujuh partai persilatan sebagai ahlivvaris penyambung ilmu pelajaran ketujuh partai persilatan. Tetapi akhirnya kami
putuskan, akan menyerahkan kitab itu kepada murid masing2 yang kami anggap paling berbakat dan paling baik".
"Ah," Goan Pa mendesah, "soal itu wanpwe tak menyesal karena hal itu merupakan hak dari para cianpwe disini. Hanya saja ..."
"Hanya saja bagaimana, harap sicu katakan."
"Wanpwe ikut perihatin akan nama baik dari para cianpwe dan ketujuh partai persilatan. Apa bila peristiwa ini sampai terdengar oleh orang persilatan, bukankah mereka akan melontarkan cemoohan kepada para cianpwe sekalian karena dianggap telah menarik kembali kata2 yang sudah diucapkan?
Hui Gong taysu terkesiap. Demikian pula dengan kelima ketua partai persilatan yang lain.
"Soal gengsi atau nama, pada saat ini tak perlu kita hiraukan". tiba- Hoa Sin menyeletuk, "yang penting kita harus menyelamatkan ilmu pelaran warisan masing2 partai persilatan. Memberikan ilmu warisan kepada murid sendiri, bukanlah suatu hal yang layak dicemohkan. Itu sudah wajar"
"Kalau para cianpwe disini belum melatahkan keputusan yang pertama, memang tak ada orang yang akan mencemohkan. Tetapi ternyata cianpwe sekalian sudah menyetujui pernyataan untuk memilih orang yang diluar dari ketujuh partai persilatan itu", cepat Goan Po menukas.
"Dalam hal ini, bukan wanpwe hendak mendesak dan menonjolkan diri supaya diberi ilmu pelajaran dari ketujuh partai cianpwe sekalian. Tetapi wanpwe hanya hendak menjaga nama baik cianpwe sekalian dan ketujuh partai persilatan yang dia junjung tinggi oleh seluruh kaum persilatan".
Keenam ketua partai persilatan itu terdiam. Mereka memang mengakui bahwa apa yang dinyatakan Goan Pa memang beralasan.
Akhirnya, Ang Bin tojin ketua Kong-tong-pay memecahkan kemacetan itu.
"Begini sajalah " katanya, "mengingat waktu sudah amat mendesak dan kita sudah terlanjur menuliskan ilmu kepandaian kita kedalam kitab, maka pemecahannya adalah begini. Kita tetap lanjutkan penulisan itu, kemudian kita tentukan siapa murid kita yang berhak menerima kitab itu. Dan untuk menyerahkan kitab tulisan kita itu, kami akan minta bantuan Tio sicu yang menyerahkannya. Dengan begitu tak mengurangi arti dari keputusan kita. Jadi Tio sicu tak perlu berjerih payah untuk mempelajari ilmu kepandaian kita berenam, tetapi tetap dapat, melaksanakan tugas yang kami harapkan".
Pernyataan Ang Bin tojin kembali mendapat persetujuan kelima ketua partai persilatan yang lain.
Demikian mereka melanjutkan lagi pekerjaannya. Besok mereka harus sudah berangkat.
Tio Goan Pa mewajibkan diri sebagai tuan rumah. Ia mewakili mendiang gurunya, untuk menyediakan hidangan bagi keenam ketua persilatan itu dan menyiapkan pula tempat penginapan bagi mereka.
Saat itu sudah malam. Keadaan di puncak Giok-li-nia sunyi senyap sekali. Tetapi di kamar masing2 keenam ketua persilatan itu masih sibuk menulis ilmu kepandaian mereka dalam sebuah kitab.
Waktu dua hari memang terlalu sempit. Maka merekapun tak dapat menuliskan seluruh kepandaian mereka. Mereka
hanya menulis saja ilmu kepandaian silat yang penting dan sakti.
Tengah malam telah lewat. Suasana makin lelap. Sedemikian sunyinya sehingga daun kering yang gugur ke tanah, pun dapat terdengar.
Tiba2 Hui Gong taysu dikejutkan oleh suara yang aneh. Seperti langkah kaki orang yang berjalan menghampiri ke tempat penginapan. Begitu halus dan hampir tak bersuara langkah kaki orang.
Diam2 Hui Gong taysu terkejut. Jelas pendatang itu memiliki ilmu ginkang atau meringankan tubuh yang hebat sekali.
"Siapa ?" tanya Hui Gong taysu dalam hatil "hanya ada dua kemungkinan. Jika bukan Goan Pa tentu Pang To Tik. Tetapi kalau Goan Pa tentu tak sedemikian sempurna ilmu gin-kangnya. Apakah Pang To Tik ? Ah, mungkin jago dari Hoa san-pay itulah yang datang."
Hui Gong hentikan pekerjaannya. Ia kerahkan semangat untuk mendengarkan suara pendatang itu.
Saat itu dia sudah tiba di Wisma Damai. Makin keras dugaan Hui Gong taysu bahwa pendatang itu tentu Pang To Tik. Segera dia berkemas hendak menyambut keluar.
Tetapi pada lain saat ia batalkan rencananya Orang itu tengah memasuki Wisma Damai lalu, menghampiri ke belakang dimana tempat penginapan keenam ketua partai persilatan itu berada.
"Ah, tentu Pang tayhiap," akhirnya Hui Gong mengambil kesimpulan. Dia terus terbangkit hendak keluar. T'etapi tiba-
tiba langkah kaki terhenti di halaman lalu terdengar desir angin pelahan di udara.
Hui Gong taysu terkejut. Jelas orang itu tentu melayang keatas wuwungan rumah. Seketika timbul kecurigaan dalam hatinya. Jika Pang To Tik, tak mungkin akan berbuat begitu Tentu akan mengetuk pintu, Hui Gong taysu segera kerahkan seluruh perhatiannya untuk mengikuti gerak gerik pendatang itu.
Beberapa saat tak terdengar suara apa2. Tentu orang itu sedang menunggu suatu perobahan dalam rumah penginapan. Karena sunyi2 saja, ia segera bergerak.
Hui Gong taysu mendengar suara atap dibuka dengan pelahan-lahan. Kini semakin jelas bahwa pendatang itu tentu termaksud buruk.
Tengah Hui Gong taysu menunggu perkembangan lebih lanjut, tiba2 terdengar suara Ang Bin tojin membentak:
"Hai, besar sekali nyalimu, berani mengintai ke sarang naga!"
Dan pada lain saat terdengar Ang Bin mendesis kejut. Hui Gong tak dapat berpeluk tangan lebih lanjut. Serentak ia membuka jendela lalu melayang keluar.
Tetapi belum kakinya menginjak tanah, setiup angin tajam telah menyambarnya. Cepat ketua Siau-Iim-si itu kebutkan lengan jubahnya. Tring, tring, terdengar suara benda tertampar jatuh ketanah.
"Ha, ha, ha," orang itu tertawa," hayo, kejarlah aku kalau mampu, kalian berenam !"
Orang itu mengenakan kain cadar hitam, sehingga tak dapat diketahui raut wajahnya. Sedangkan saat itu ternyata
keenam ketua partai persilatanpun sudah keluar dan mengepung.
Hui Gong taysu ketua Siau-lim-si, Ang Bin tojin ketua Bu-tong-pay, Hong Hong tojin ketua Go-bi-pay, Ceng Sian suthay ketua Kun lun pay Sugong In ketua Kong-tong-pay dan Hoa Sin ketua Kay-pang, adalah tokoh2 persilatan yang termasyhur. Mereka merupakan tokoh2 silat yang menentukan kehidupan dunia persilatan Tiong-goan. Sudah tentu ilmu kepandaian mereka amat tinggi.
Tetapi walaupun dikepung oleh keenam tokoh yang begitu sakti, orang tak dikenal itu tetap ganda tertawa.
""Siapa engkau !" bentak Sugong In. Orang itu tertawa hina.
"Tiada guna engkau mengetahui namaku. Yang penting kedatanganku kemari ini hendak menguji ilmu kepandaian silat dari tokoh2 di Tiong-goan. Apakah benar2 sehebat yang dipuji orang ?
Keenam ketua partai persilatan itu terkejut. Diam2 mereka dapat membedakan bahwa logat bahasa yang digunakan orang itu, berlainan dengan logat orang Tiong goan.
"Jika tak mau mengaku jangan menyesal kalau akan kutindak dengan kekerasan," seru Sugong In pula.
"Memang itulah yang kuharapkan. Silahkan kalian bertujuh .maju !" tanjang orang itu.
"Baik," secepat berkata, secepat itu pula Sugong Inpun sudah melayang kemuka dan melepaskan sebuah pukulan dahsyat.
Tetapi sebelum tangan sempat diayun, tiba2 orang itu sudah mendahulu taburkan serangkum benda kecil kearah Sugong In.
Sugong In terkejut. Untuk menghindar sudah tak sempat lagi, Terpaksa ia tamparkan lengan jubahnya.
Tetapi alangkah kejut ketua Kong tong pay itu ketika benda2 kecil yang tertampar itu berubah berhamburan menjadi asap. Dan seketika pula ia rasakan kepalanya pening, mata berkunang kunang.
Melihat itu beberapa ketua persilatan yang lain serentak menerjang maju. Tetapi orang itu pun menyambutnya pula dengan taburan benda putih.
"Jangan ditangkis !" teriak Hui Gung taysu seraya loncat ke samping.
Tetapi orang itu memang ganas sekali. Ia tak memberi kesempatan lagi kepada para ketua partai persilatan itu. Setelah mencecer dengan empat lima kali taburan benda kecil, yang terakhir, orang itu melontar peluru. Bum, bum, peluru menghantam tanah dan asap tebalpun segera menyelubungi tempat itu.
"Mundur dan tutup pernapasan !" seru Hui Gong taysu pula. Keenam ketua paitai persilatan berhamburan loncat ke belakang. Mereka bersiap2 hendak menerjang. Tetapi setelah asap menipis, ternyata orang itupun sudah lenyap.
Pengejaran dan pencarian segera dilakukan jauh sampai ke kaki bukit tetapi tak berhasil menemukan jejak orang itu. Terpaksa mereka kembali ke Wisma Damai.
Hui Gong taysupun kembali kedalam rumah penginapannya. Ketika membuka pintu maka menjeritlah ia dengan nada yang amat kaget :
"Hai, kemana kitab yang kutulis tadi .....!"  

Pendekar Blo'onTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang