Pengacara baju merah terkejut atas peristiwa yang tak ter-duga2. Namun sudah terlambat. Tangannya telah ditelikung ke belakang dan tulang bahunya telah dicengkeram. Itu berarti bahwa apabila ia berani bergerak, pi-peh-kut atau tulang bahunya tentu akan dihancurkan. Akibatnya ia tentu akan lumpuh, seluruh ilmu kepandaiannya akan punah.
"Siapa engkau !" setelah kerahkan tenaga dalam untuk ber2siap2 menghadapi kemungkinan, pengacara baju merah itu berseru.
"Ha. ha ... Lam-kiong Wi yang engkau jadikan Kim Thian-cong palsu itu, sudah kuamankan," orang itu tertawa mengekeh.
"Siapa engkau ?" pengacara baju merah mengulang pertanyaannya.
"Heh, heh; engkau tahu siapa yang berkuasa di gunung Thaysan ?" orang itu balas bertanya.
"Thian-sat-cu ?" tiba2 pengawal baju merah berseru, "apakah engkau Thian-sat-cu si Algojo dunia dari Thay-san itu ?"
"Hong Sat koay-ceng, ternyata ingatanmu tajam sekali." sahut orang itu.
Pengacara baju merah itu terbeliak : "Bagaimana engkau dapat mengetahui diriku ?"
"Gunung Thaysan adalah daerah kekuasaanku" kata Thian-sat-cu, "mengapa engkau berani membuat rencana yang gila, menciptakan seorang Kim Thian-cong palsu lalu hendak mendirikan sebuah perkumpulan yang engkau beri nama Thian-long kau ?"
"Thian-sat-cu" balas Hong Sat-koay-ceng, "apa maksudmu menangkap aku ?"
"Engkau terlalu berani mati" kata Thian-sat cu, "mengapa engkau membuka pangkalan di sini tanpa meminta persetujuan dari aku ?'*
"Hm, dengus Hong Sat koay-ceng, "sebenarnya bukan aku yang mendirikan Thian-tong-kau tetapi Ngo-tok Sin-kun."
"Ngo-tok Sin-kun ?" ulang Thian-sat-cu agak terkejut. Ngo-tok Sin-kun berarti Datuk Panca-bisa, seorang tokoh persilatan
yang menguasai ilmu- lima jenis racun yang paling ganas di dunia '
"Dimana Ngo tok Sin Kun sekarang?" tanya Thian sat-cu.
"Mati".
'Engkau bunuh ?* tanya Thian-sat-cu.
"Kulempar kedalam jurang." jawab Hong Sat koay-ceng. "dia manusia yang paling berbahaya bagi manusia. Harus dilenyapkan."
"Dan apakah engkau manusia yang paling berguna pada manusia ?" ejek Thian-sat-cu.
"Thian-sat-cu, katakanlah maksudmu dengan terus terang !" tukasnya,
"Engkau telah mencelakai ber-puluh2 tokoh persilatan, apakah engkau merasa masih berhak hidup di dunia ?" tanya Thian-sat-cu.
"Telah kukatakan bahwa yang melakukan hal itu adalah Ngo-tok Sin-kun. Aku hanya memetik saja buah yang ditanamnya".
"Dan aku yang makan buah itu." sahut Thian sat-cu.
"Thian-sat-cu", kata Hong Sat koay-ceng, "kalau engkau mau membunuh aku, engkau tentu dapat melakukan karena caramu mengalahkan aku adalah secara licik."
"Racun untuk mengobati racun. Bukankah demikian ajaran Ngo-tok Sin-kun ?" kata Thian-sat-cu, "engkau mencelakai Ngo-tok Sin-kun dan sekarang aku yang mencelakai dirimu. Tidakkah hal itu sudah adil dan wajar ?"
"Adil dan wajar sekali," sahut Hong Sat koay teng, "karena sebentar lagi engkaupun tentu akan dibunuh oleh anak dari. Kim Thian-cong, pemuda gundul itu."
"Benarkah dia anak Kim Thian-cong?" tanya Thian-sat cu.
"Ya, memang dia anak Kim Thian-cong. Ketika di kota raja waktu aku berkunjung ke rumah Cian-bin long-kun, dia pernah membuat onar."
"Hm, jika begitu, dia harus kubunuh" dengus Thian-sat-cu dengan geram.
"Boleh saja, kalau engkau mampu" sahut Hong Sat koay-ceng, "tetapi ternyata dia amat sakti sekali. Ia memiliki ilmu yang luar biasa anehnya
Thiat-sat-cu terkesiap, la tahu bahwa Hong Sat koay-ceng atau imam aneh Pasir Kuning dari Tibet itu memiliki kepandaian yang sakti. Tetapi kalau ia sampai kalah dengan bocah gundul itu, jelas bocah itu tentu ada apa2nya.
"Dan jangan lupa, bahwa Pengawal Baju Putih serta Baju Merah itu akan membunuhmu juga. Mereka hanya mau mendengar perintahku," kata Hong Sat koayceng pula.
Thian-sat-cu termenung diam.
"Bagaimana, apakah engkau tetap akan membunuh aku ?" tanya Hong-sat koay-ceng.
"Hm," dengus Thian-sat-cu, "engkau kubebaskan dari kematian asal engkau mau menurut beberapa syaratku,"
"O, bagaimana syaratmu itu?" tanya Hong sat koay-ceng
"Pertama. Thian tong-kau tetap berdiri. Sebagai ketuanya adalah aku. Dan engkau kuangkat sebagai wakilku. Kedua, engkau harus memberitahu kepadaku cara untuk menguasai
kedua barisan pengawal Baju Putih dan Baju Merah itu. Ketiga, anak dan keluarga Kim Thian-cong harus kita basmi sampai se-akar2nya.
"Oh, rupanya engkau mempunyai dendam kesumat besar sekali kepada Kim Thian-cong" kata Hong Sat koayceng.
"Ya. dia adalah musuhku nomor satu didunia ini. Sayang sudah mati. Tetapi aku tetap akan membalas anak dan keluarganya," kata Thian-sat-cu.
Hong-sat koay-ceng menimang. Dalam keadaan seperti saat ilu dimana dirinya telah dikuasai, tak mungkin ia dapat lolos. Tadi ia telah coba2 untuk mengerahkan tenaga-dalam melepaskan diri dari cekalan orang. Tetapi ia terkejut ketika mengetahui bahwa Thian-sat-cu memiliki tenaga-dalam yang luar biasa hebatnya.
Setelah berpikir beberapa saat akhirnya ia mendapat akal, serunya : "Baiklah, aku mau menerima syaratmu itu, juga dengan syarat".
"Apa ?"
"Pertama engkau harus membuktikan bahwa engkau benar2 layak menjadi pemimpin Thian tong kau. Sebagai bukti, engkau harus mampu mengalahkan anak dari Kim Thian-cong, sipemuda gundul itu "
"Hanya itu ?" Thian-sat-cu menegas. "Ya, cukup itu saja jawab Hong-sat koay-ceng.
"Baik. tunggulah " tiba2 Thian-sat-cu menutuk punggung paderi lhama itu sehingga tak berkutik. Memang Thian-sat-cu si Algojo-dunia itu seorang yang licin dan ganas.
Ketika Ngo Tok Sin-kun mendirikan Thian-tong-kau di gunung Thaysan, bermula Thiat-sat-cu marah. Tetapi karena
kekuatan Thian-tong-kau amat besar dan Ngo Tok Sin-kun itu juga sakti, maka Thiat-sat-cupun tak berani gegabah bertindak. Ia hendak mencari kesempatan yang baik.
Setelah melakukan penyelidikan beberapa waktu, akhirnya ia menyaksikan suatu peristiwa yang tak di-duga2.
Saat itu ia hendak melakukan penyelidik pada waktu tengah malam ke markas Thian-to kau. Tiba2 ia melihat sesosok bayangan hitam menghampiri ke markas. Ia terkejut. Orang itu memiliki gerakan yang ringan sekali sehingga hampir tak timbulkan suara.
Segera ia mengikuti jejaknya dengan diam2. Ternyata orang itu menuju ke ruang kediaman ketua Thian-tong-kau yang menyamar sebagai Kim Thian cong. Dengan tiba2 ia taburkan segenggam pasir-kuning kearah ketua Thian-tong kau itu. Ngo-tok Sin-kun saat itu sedang membaca kitab untuk membuat ramuan obat yang dapat membuat orang kehilangan kesadaran dirinya. Ramuan itu bukan seperti yang terdapat di dunia persilatan umumnya, tetapi harus yang lebih istimewa. Dengan minum ramuan obat istimewa itu, setiap kali ia kerahkan tenaga dalam untuk menyembur, maka seketika lawan tentu akan kehilangan kesadaran pikirannya dan menurut apa yang diperintahkan.
Ada suatu kesulitan dalam mencari bahan ramuan obat istimewa itu. Pertama, harus menggunakan otak dari binatang buas seperti harimau, serigala dan ular untuk memperkuat sifat keganasannya. Kedua, menggunakan, otak dari binatang2 jinak yang dipelihara orang. Untuk mengembangkan sifat kejinakannya. Dan yang ketiga, adalah yang paling sukar. Yalah menggunakan otak dari orang gila, atau binatang yang kalap.
Untuk bahan ramuan yang pertama dan kedua, Ngo-tok Sin-kun telah berhasil mendapatkan. Tetapi untuk bahan ramuan yang ketiga, ia belum berhasil. Memang tampaknya mudah, tetapi sesungguhnya sukar sekali untuk mengumpulkan otak dari orang2 yang gila. Ia harus berkeliling ke seluruh kota dan desa untuk mencari orang gila.
Ketika ia sedang merenungkan rencana untuk menyelesaikan pembuatan obat istimewa itu, tiba-tiba ia mendengar suara desir yang halus, macam angin berhembus. Belum sempat ia memperhatikan desir angin aneh itu, tiba2 muka dan tubuhnya terlanda oleh benda2 lembut macam pasir. Seketika ia rasakan tenaganya lunglai. Merasa kalau ada orang yang mencelakai dirinya, cepat ia menyambar sebuah botol obat terus diminumnya Tetapi pada saat itu, muncullah sesosok tubuh berjubah kuning dihadapannya.
"Ngo-tok Sin-kun sudah lama aku mencarimu Ternyata engkau bersembunyi disini. Ho. hebat benar impianmu. Engkau menyaru sebagai Kim Thian cong dan mendirikan partai Thian-tong-kau untuk menguasai seluruh dunia persilatan," seru pendatang aneh itu.
"Siapa engkau !" seru Ngo-tok Sin Kun.
"Engkau lupa? Heh, heh, "orang itu tertawa mengekeh seram, "engkau lupa akan peristiwa dikuil Pek-liong-bio digurun Gumutak yang lampau."
"Peristiwa apa ?" masih Ngo Tok Sin-kun be lum teringat.
"Engkau telah mencuri kitab tentang ilmu racun dari kuil Pek-liong-bio. Engkau yang makan nangkanya, aku yang kena getahnya. Guruku marah dan menuduh aku yang mencuri."
"Bukankah hal itu atas petunjukmu ?" kini Ngo Tok Sin kun mulai teringat.
"Hm," dengus Hong Sat koay-ceng, "tapi engkau telah menghianati perjanjian kita. Engkau membawa lari kitab itu sedang aku telah dihukum guru.
Ngo-tok Sin-kun pucat, namun masih dapat ia membantah : "Kitab dari kuil Pek-Iiong-bo di Gumutak itu hanya berisi tentang racun dari binatang yang hidup di gurun pasir. Lain2 ilmu kepandaianku kuperoleh dan lain sumber."
"Tidak peduli" teriak Hong Sat koayceng, "tetapi pokoknya engkau berhianat kepadaku dan melarikan sebuah kitab pusaka dari kuil Pek liong-bio.
"Hm." dengus Ngo-tok Sin-kun "lalu apa yang engkau kehendaki sekarang ?"
"Jiwamu !" seru Hong-sat koay-ceng.
"O. itu mudah, asal engkau mampu menyambuti ini ... " serentak dengan kata2 itu, tangan Ngo Tok Sin-kun berayun. Tampak beberapa benda kecil panjang macam tali. bergeliatan melayang di udara lalu meluncur ke arah Hong Sat koay-ceng.
Tetapi Hong Sat koay-ceng atau lhama aneh yang memiliki ilmu pasir kuning, sudah siap. Selekas Ngo-tok Sin-kun ayunkan tangan, ia segera ia tahu bahwa tokoh lima Bisa (Ngo Tok) itu tentu melepaskan binatang beracun. Maka iapun segera menaburkan segenggam pasir kuning.
Disebut pasir kuning karena pasir itu bukan pasir biasa, melainkan pasir yang berasal dari sebuah guha terpendam yang secara tak ter-duga2 telah diketemukannya di tengah gurun pasir. Guha itu berisi pasir yang warnanya kuning. Setelah di selidiki ternyata guha itu merupakan sarang dari sejenis binatang yang mirip dengan trenggiling jaman purba. Tumpukan bangkai trenggiling gurun pasir, be-ratus2 tahun kemudian hancur lebur menjadi keping2 pasir warna kuning.
Pasir itu selain keras pun mempunyai daya yang aneh. Apabila menyentuh kuiit, kulit segera berobah kuning dan racun pasir itu akan segera melumpuhkan tenaga orang.
Ber-tahun2 Hong Sat koay-ceng melatih tangannya dibenam dalam pasir kuning itu, Setelah kebal lalu ia mulai meyakinkan ilmu pukulan Pasir Kuning. Jika ia kerahkan tenaga dalam maka dapatlah ia memancarkan arus tenaga yang membuat lawan lemas lunglai seperti orang yang terserang penyakit kuning. Dengan ilmu kepandaian dan senjata rahasia istimewa itu, Ihama dari kuil Pek-liong-bio yang semula bernama Panda Ihama, telah disebut orang sebagai Hong Sat koay-ceng.
Ayunan tangan dari Ngo-tok Sin-kun berisi dari lima ekor ular kecil berwarna kuning emas. Ular itu mengandung racun yang luar biasa ganasnya. Tetapi karena ditabur dengan pasir kuning maka ular emas itupun berhamburan jatuh. Melihat itu Ngo-tok Sin kun terkejut dan terus hendak melarikan diri tetapi Hong Sat-koay-ceng cepat dapat mengejarnya.
Dalam pertempuran itu tenyata Hong Sat koay-ceng lebih unggul. Ia berhasil memukul rubuh Ngo-tok Sin-kun lalu melemparkan kedalam jurang.
Tiba2 ia mendengar suara orang tertawa panjang : "Ha, ha, ... kata orang, manusia itu membanggakan diri sebagai mahluk yang tertinggi. Mahluk yang paling pintar dan paling baik. Tetapi nyatanya, pintarnya untuk memintari orang, kemanusian untuk melenyapkan manusia. Kalau seriga la makan kambing kalau harimau menerkam kerbau, itu jelas. Tetapi tidak ada serigala yang makan serigala, harimau yang menerkam harimau. Karena mereka adalah sesama jenis kaumnya. Tidak demikian dengan manusia. Manusia makan manusia, sahabat menggasak sahabat."
Hong Sat koay-ceng terkejut, teriaknya: "Hai, siapa itu !" Ia terus memburu ketimur, karena jelas suara itu dari arah timur. Tetapi hanya angin yang berhembus dari semak gerumbul yang diperolehnya.
"Ha..ha... manusia menganggap diri paling kuasa. Bisa melahirkan manusia dan berhak membunuh manusia. Tetapi ingat hukum karma, barang siapa berbuat tentu akan memikul akibat. Hutang jiwa tentu harus bayar jiwa. Karena manusia itu hanya dititahkan untuk hidup dan menghidupkan. Tetapi tak kuasa untuk mencabut jiwa lain manusia. Siapa bilang, di tempat sepi tiada orang yang tahu perbuatan jahat. Yang dibunuh tahu, yang membunuhpun tahu. Thian pun tahu. Jadi jangan menganggap kalau tiada orang yang tahu, ha, ha, ha .."
"Hai, siapa itu ! teriak Hong Sat koay-ceng dengan marah. Ia terus menyerbu kebarat. Kali ini ia yakin, orang itu tentu berada di sebelah barat. Tetapi untuk kedua kalinya ia kecele. Hanya angin yang ditemukan.
"Ha, ha. ha ... bayangan hanya dapat dilihat dari jauh, jangan didekati, dia akan menghilang. ha, ha, ha ... "
Suara itu makin lama makin jauh dan akhirnya lenyap ditelan kesunyian malam.
Hong Sat koay ceng terkejut, la tak menyangka bahwa di tempat yang sesunyi itu, terdapat seorang tokoh yang sesakti itu kepandaiannya. Siapakah dia ? Adakah dia tokoh dari Thian-long kau?. Ah. tak mungkin kalau orang Thian-tong-kau tentu akan membela Ngo-tok Sin kun. Lalu siapakah dia ? Dia mengatakan bayangan..."
"Hai. apakah dia bukan Bu Ing lojin ?" teriak Hong Sat koay-ceng ketika teringat akan seorang tokoh yang bergelar Bu Ing atau Tanpa bayangan.
"Ah peduli apa", akhirnya ia menggeram. Seorang lelaki berabi berbuat harus berani tanggung jawab." Dan Ngo tok Sin-kun itu memang seorang manusia jahat. Dia mempelajari ilmu racun untuk menguasai kaum persilatan. Manusia macam begitu harus dilenyapkan dari dunia !'
Kemudian ia hendak kembali ke markas. Thian-sat-cu yang selama itu bersembunyi untuk mengikuti gerak gerik Hong Sat koay-ceng tahu apa yang terjadi semua. Tetapi diam2 iapun terkejut ketika mendengar gelak tawa dari orang aneh tadi. Ia sendiri tak melihat suatu apa, hanya mendengar gelak tawa dan suaranya untuk mengejek Hong Sat koay-ceng. Seperti Hong Sat koay-ceng. ia sendiri juga bingung memikirkan siapa orang aneh itu.
Thian sat-cu tetap mengikuti gerak gerik Hong Sat koay-ceng di markas Thian-tong-kau, ternyata Hong Sat koay-ceng telah menyediakan rencana yang baru;. Ia mencari seorang tokoh silat yang tunduk padanya dan didudukkan sebagai ketua Thian-tong-kau. la suruh Cian-bin-long-kun untuk menghias orang ilu sehingga menyerupai Kim Thian-cong. Kemudian Hong Sat koayceng sendiri menjadi pengacara baju merah untuk memimpin upacara sembahyangan peresmian Thian-tong-kau.
Tetapi manusia boleh merencanakan Tuhan yang menentukan. Muncullah beberapa tokoh silat yang menentang upacara itu sampai akhirnya muncul beberapa orang kembar. Pengacara kembar. Blo'on kembar dan lain2 gangguan.
Blo'on kesatu, ternyata penyamaran dari Cian bin-long-kun. Hal itu memang diatur oleh Hong Sat koay-ceng untuk
memancing munculnya Blo'on yang aseli. Kemudian memang muncul Bloon kedua. Bermula diduga Blo'on kedua itu tentulah Blo'on aseli tetapi diluar dugaan ternyata muncul pula pemuda gundul yang mengaku Blo'on.
Dan betapa kejutnya ketika Blo'on kedua itu sadar lalu menggabung pada seorang kakek sinting yang mengaku bernama Lo Kun. Bermula Hong Sat koay-ceng sendiri heran, mengapa dia sendiri demikian juga sekalian anakbuah Thian-tong-kau seperti terkena suatu kekuatan gaib yang tak kelihatan tetapi menyebabkan mereka terpaku diam seperti patung.
Dan mengapa pula tiba2 kekuatan itu hilang sendiri dan terjadi suatu perobahan lagi. Sekalian anakbuah Thian-tong-kau seperti terbangun dari tidurnya dan Blo'on kedua itupun segera menyadari diri kalau dirinya bukan Blo'on, lalu bergabung pada kakek Lo Kun.
Jika Hong-sat koay-ceng tak tahu itu memang tak dapat dipersalahkan. Karena semua kekuatan gaib yang mencengkam suasana panggung tak lain dan pancaran ilmu dari Rajendra Singh yang bersembunyi dalam lingkungan celah2 batu karang, ilmu itu disebut Sip-hun-kang atau ilmu Pengikat jiwa sebuah ilmu dari Thian-tiok yang dapat digunakan untuk menguasai kesadaran pikiran orang,
Mengapa Liok sian-li tiba2 berobah menjadi Blo'on kedua ? Hal itu juga ada ceritanya.
Ketika Liok Sian Ii ditinggal oleh Ceng Sian suthay yang kembali ke gunung Lo-hu-san untuk menghadiri rapat ketujuh ketua partai persilatan maka Ceng Sian suthay telah mengadakan perjanjian dengan Liok Sian Li supaya menunggu saja dikaki gunung Thay-san. Beberapa ketua partai persilatan
itu tentu akan menuju ke gunung Thay-san untuk memenuhi undangan Kim Thian-cong ketua Thian-tong kau.
Maka setelah Liok Sian-li gagal untuk mencari jejak Blo'on yang hilang dikotaraja, terpaksa ia terus berangkat ke Thay-san. Berhubung tugasnya sebagai kepala cabang Kay-pang di kotaraja, terpaksa Ong Cun tak dapat mengantar nona itu.
Ketika hampir tiba dikaki gunung Thay-san tiba2 Sian-li harus mengalami peristiwa yang tak menyenangkan. Dia bertemu dengan seorang paderi dari Thian-tiok. Ia tak kenal siapa paderi Thian-tiok itu tetapi tahu2 paderi India itu terus hendak menangkapnya.
Paderi Thian-tiok itu bukan lain adalah Rajendra Singh. Dia penasaran dan marah karena Hong Ing dapat lolos, ia terus mencari ke-mana2 Dalam perjalanan, ia mendengar kabar tentang munculnya seorang Kim Thian-cong di gunung Thay-san. la heran mengapa Kim Thian-cong yang sudah mati tiba2 bisa hidup lagi di gunung Thay-san. Maka berangkatlah ia ke gunung untuk menemui Kim Thian-cong.
Tiba di sebuah hutan tak berapa jauh dan kaki gunung Thay-san ia melihat Liok Sian-li sedang berjalan seorang diri. Seketika memberingaslah ia. Ia menganggap Liok Sian-li itu adalah Hong Ing yang melarikan diri itu. Memang umur dan wajah kedua nona itu hampir sama.
"Hai. budak, hendak lari kemana engkau ?" teriaknya seraya lari menyerbu.
Sudah tentu Liok Sian-li terkejut dan loncat menghindar : "Hai, paderi. siapa engkau mengapa engkau hendak menyerbu aku ?"
"Gila, engkau jangan berlagak pilon, budak. Hayo, serahkan dirimu, kalau engkau tak minum pil lagi, dalam sepuluh hari jiwamu tentu melayang."
"Ih, aneh" seru Liok Sian-li, "siapa yang minum pil ?"
"Engkau, budak perempuan." teriak paderi Thian-tiok yang bukan lain adalah Rajendra Singh. la mengira kalau tak minum pil maka pikiran nona itu jadi sadar dan tak kenal lagi kepadanya, terus menyerang Liok Sian-li.
Melihat paderi India itu sangat liar dan tak kenal aturan. Sian-li pun marah. Ia kira paderi itu tentu seorang paderi cabul yang gemar merusak kehormatan anak gadis. Maka iapun segera mencabut pedang dan menyerangnya.
Tetapi sambil berloncatan menghindar tak henti2nya mulut Rajendra Singh berkumat-kamit, matanya memandang mata Sian li dengan tajam. Aneh, makin lama gerakan pedang Sian-li lambat dan makin lambat sampai pada pedang dilepaskan dan ia berdiri tegak seperti patung.
"Hm, budak perempuan, bukankah sekarang engkau tunduk dan taat padaku seru Rajendra Singh.
Sian Ii mengangguk.
"Jawab dengan perkataan !", seru Rajendra.
"Ya. aku tunduk" kata Sian-li.
"Engkau mau melakukan semua apa yang kuperintahkan ?"
"Ya, mau."
"Baik, sejak saat ini engkau harus meltakukan apa saja yang kuperintahkan. Tidak boleh membantah mengerti ?"
"Mengerti", sahut Sian-li.
"Sekarang makanlah pil ini," kata Rajendra. Singh seraya menyerahkan sebutir pil warna hitam sebesar biji jambu.
Sian-li segera menyambuti terus ditelannya.
"Ingat, tiap sepuluh hari, engkau harus makan pil. Kalau aku lupa, engkau harus minta. Jika tidak makan pada waktunya, urat pada otakmu akan putus dan engkau tentu mati atau jadi gila, tahu ?"
"Ya, tahu," sahut Sian-li pula.
"Nah, sekarang lakukan perintahku. Jawablah! pertanyaanku ini." seru Rajendra, "engkau kenali dengan pemuda yang bernama Blo'on".
"Kenal "
"Engkau masih ingat akan bentuk wajah dan potongan rambutnya ?"
"Masih."
"Nah, sekarang, cukurlah rambutmu menurut potongan rambut si Blo'on itu."
Tanpa banyak bicara, Sian-li menjemput pedang yang jatuh di tanah lalu memotong rambutnya yang bagus. Kepalanya hampir gundul, hanya disisakan dua untai kuncir pada sebelah kanan dan kiri.
"Bagus, rambutmu sudah mirip, sekarang tinggal raut wajahmu. Mari ikut aku" kata Rajemdra seraya ayunkan langkah. Sian-li mengikutinya.
Ternyata Rajendra menuju kesebuah telaga kecil dan memerintahkan supaya Sian-li bercemin permukaan air.
"Buatlah wajahmu supaya mirip dengan Blo'on" seru Rajendra Sigh.
Sian-li pun melakukan perintah itu tanpa banyak omong. Karena Bloon itu sukonya, sudah tentu ia faham sekali akan raut wajahnya. Tak berapa lama berdandan wajahnya memang mirip dengan Blo'on.
"Sekarang pakailah pakaian ini" seru Rajendra seraya melemparkan sebuah buntalan berisi pakaian anak laki.
Tanpa membantah, Sian-Ii pun segera memakainya. Kini Sian-li bukan lagi seorang gadis yang cantik tetapi menyerupai Bio'on.
Setelah itu baru Rajendra Singh mengajaknya naik ke atas gunung Thay-san. Tiba di markas Thian-tong kau, Rajendra melepaskannya supaya masuk sendiri. Sedang ia bersembunyi di antara celah- batu karang. Disitu ia melancarkan ilmu Sip hun-kan untuk menguasai dan mengemudikan gerak-gerik dan ucapan Sian Ii.
Rajendra Singh hanya menguasai pikiran Sian-li agar ia tetap menganggap dirinya sebagai BIo'on. Dalam alam pikiran sebagai Blo'on,. Sian-li dapat mengingat hubungannya dengan Ceng-Sian thay dan Hoa Sin serta Hong Hong lojin. Itulah sebabnya ia perlu turun panggung dulu untuk mencari mereka. Dan karena ia juga membawa beberapa biji buah Hay-te-cian lian-som atau buah som dari dasar laut yang berumur seribu tahun, maka buah itupun segera diberikan untuk mengobati ketiga ketua partai persilatan yang menderita luka itu.
Kemudian ketika kakek Lo Kun muncul ia masih ingat. Memang luar biasa juga ilmu Sip hun kang (Pengikat-jiwa) dari Rajendra Singh itu. Segala ingatan dan pengalaman dari Bloon, Sian-li ingat dan tahu semua.
Di lain fihak penyamaran Cian-bin-long-kun atau si Wajah Seribu itupun hebat sekali. Dia benar2 mirip dengan Blo'on. Memang keahlian dari Cian-bin-long-kun itu adalah dalam soal menyamar Bahkan dalam kerjasama dengan Gui thaykam untuk mencuri harta pusaka dalam keraton, pernah Cian-bin-long-kun menyamar sebagai baginda raja dan memerintahkan penjaga gudang penyimpan harta, supaya benda2 pusaka keraton dikeluarkan. Itulah sebabnya ia berhasil mengumpulkan harta pusaka sampai tiga peti dan diam2 disembunyikan dipulau kosong.
Cian-bin-long-kun memuji kecerdikan Gui-thaykam. Agar pencurian harta pusaka keraton itu jangan sampai menimbulkan kegemparan, maka Gui thaykam telah membuat tiruan pada setiap macam benda pusaka. Dengan demikian gudang itu tetap, berisi dengan harta permata tetapi bukan asli lagi.
Adanya Cian- bin-long kun sampai menyaru jadi Blo'on dan muncul di atas panggung Thian tong-kau adalah dengan persetujuan dari gurunya. Hong Sat-koay-ceng yang menyamar sebagai pengacara baju merah. Tujuan Cian-bin-long kun tak lain hanyalah hendak memancing kemunculan Blo'on. yang asli.
Demikian yang terjadi di atas panggung Thian tong kau yang saat itu berobah menjadi medan pertempuran hebat. Serunya pertempuran, tegangnya suasana telah menyelimpatkan kelalaian orang untuk memperhatikan tentang lenyapnya seseorang. Orang itu bukan lain adalah pengacara kedua yang muncul di panggung dan tuduh menuduh dengan pengacara baju merah tadi.
Kemanakah gerangan lenyapnya orang itu ? Tiada sorangpun yang memperhatikan. Tiada seorangpun yang mengurus. Yang nyata orang itu telah menyelinap lolos.
Melihat pemuda gundul itu dapat mengalahkan Blo'on kesatu dan menelanjangi Blo'on kedua yang ternyata penyamaran dari Liok Sian-li, kakek Lo Kun hendak menghampiri pemuda gundul. Tetapi dia segera dikepung oleh barisan bocah.
"Setan cilik, mau apa engkau ?." teriak Lo Kun.
"Menangkapmu," sahut salah seorang bocah baju kuning.
"Gila, engkau bocah kecil mengapa hendak menangkap orang tua ?"
"Engkau mengacau panggung ini "
"Siapa bilang aku mengacau ? Aku hendak mencari cucuku yang bernama Blo'on. Aku membawa mainan yang hebat hendak kuberikan padanya"
"Mainan apa ?" tanya bocah itu.
Lo Kun mengeluarkan kumala merah yang berbentuk seperti naga terbang, serunya: "Mainan begini apa engkau tak suka ?"
"Suka. suka" serentak kawanan bocah baju kuning berteriak.
"Jangan bergembira dulu, bocah." seru Lo Kun, "karena yang ini sudah menjadi milik cucuku Blo'on. Kalau kalian ingin, nanti kuambilkan lagi"
"Ya, ambilkan saja." seru seorang bocah.
"Kemana ?" lain bocah bertanya.
"Ke pulau kosong"
"Kakek linglung ! Kakek gila ! Kawan2, mari kita hajar dan rampas mainan kakek itu," teriak kawanan bocah baju kuning.
Mereka segera menyerbu Lo Kun. Lo Kun terpaksa melayani. Dalam perkelahian itu mulutnya tak henti2nya mengomel : "Ah, malu. Mengapa seorang kakek tua harus berkelahi dengan anak kecil"
"Hai, setan2 kecil, jangan teruskan perkelahian ini" serunya sesaat kemudian.
"Kenapa ?" kawanan bocah baju kuning itu heran.
"Aku malu, seorang kakek harus berkelahi dengan anak kecil. Panggil saja kakekmu atau nenekmu kemari."
"Engkau tak perlu malu. Kalau engkau mampu mengalahkan kami berenam, ini tandanya engkau seorang kakek jempol"
"Tidak, umurku jauh lebih tua. layak menjadi kakekmu. Aku tak mau berkelahi dengan anak2."
"Ho, engkau keberatan soal umur ? Berapa umurmu sekarang ?" seru bocah itu.
"Lebih dari seratus tahun " seru Lo Kun.
"Kami rata2 berumur sepuluh sampai duabelas tahun. Kalau enam orang jadi lebih kurang baru berumur tujuhpuluh tahun. Jika begitu, tunggu" bocah itu berpaling kearah kawanan bocah baju biru, serunya "Hai, kawan2, kemarilah untuk menjangkepi umur kita !"
Saat itu kawanan bocah baju biru sedang mengepung Liok Sian-li. Mendengar panggilan bocah baju kuning mereka
tinggalkan Sian-li dan berhamburan mendatangi ketempat kawanan bocah baju kuning.
Nah, sekarang tambah enam orang Iagi. Jadi semua berjumlah duabelas. Kalau rata2 kami berumur sepuluh tahun gunggung kepruk kita sudah berumur seratus duapuluh tahun. Lebih tua dari engkau. Apakah engkau mau berkelahi dengan kita sekarang ?" seru bocah baju kuning itu kepada Lo Kun.
"Ya. aku mau ... eh nanti dulu." kakek Lo Kun tiba2 hentikan kata2, "memang kalian lebih tua dalam hal umur, tetapi jumlah kalian duabelas orang sedang aku hanya seorang. Adilkah itu ?"
Kembali bocah baju Kuning itu terbungkam tak dapat menjawab. Memang alasan kakek itu tepat.
"Kita bergabung jadi satu" tiba2 seorang bocah baju biru berseru.
"Betul" sambut kawanan bocah baju kuning "hayo, kita saling bertumpuk."
Seorang bocah baju kuning yang paling tua Umurnya sepera tegak berdiri. Seorang bocah baju kuning lain segera loncat duduk pada kedua bahu bocah yang pertama Lalu bocah yang ketiga duduk dibahu bocah kedua, bocah keempat pada bahu bocah ketiga, bocah kelima duduk pada bahu bocah keempat, bocah keenam duduk pada bahu bocah kelima. Dengan demikian jadilah sebuah tumpukan manusia tinggi.
Melihat itu barisan bocah baju birupun meniru. Mereka saling duduk di bahu kawannya sehingga menjadi seorang raksasa tinggi.
"Bagus, kalian memang bocah cerdas,"' seru Lo Kun gembira, "sekarang baru aku mau berkelahi. Demikian dua raksasa baju kuning dan baju biru segera menyerang kakek Lo Kun. Kakek itu terkejut ketika keenam bocah itu serempak melepas pukulan, hebatnya bukan alang kepalang. Kakek Lo Kun terdampar beberapa langkah ke belakang. Di situ dia disambut oleh pukulan serempak dari raksasa bocah baju biru. Ia terdampar balik ke muka.
Untuk sesaat kakek Lo Kun tak berdaya. Ia menjadi semacam bola yang dipukul kesana dipukul kemari.
Karena tak tahan, kakek itu menjerit keras lalu loncat menghindar ke belakang. Ah, ternyata raksasa bocah baju kuning itupun mengikuti berputar ke belakang. Lo Kun berputar lagi ke kiri, merekapun berputar ke kiri. Tetapi karena harus berdiri ber-tumpuk2an, gerakan kawanan bocah kuning itupun agak lamban, demikian pula dengan barisan bocah baju biru.
Lo Kun memang seorang kakek yang linglung tetapi dalam ilmu berkelahi ternyata ia sering mempunyai pikiran yang baik. Begitu melihat kelambanan gerak kedua barisan bocah itu, segera ia mendapat akal. Dan ber-putar2lah ia makin lama makin cepat untuk mengitari kedua barisan bocah itu.
Tetapi kedua barisan bocah baju kuning dan baju biru itu juga pintar. Mereka berhenti dan tegak berdiam diri tak mau mengikuti gerakan si kakek. Yang satu menghadap ke muka dan yang satu menghadap ke belakang. Dengan demikian Lo Kun mati kutu juga.
"Kakek, minggirlah, biar aku yang menghajar anak2 setan itu," tiba2 pemuda gundul berseru seraya maju menghampiri kedua barisan bocah.
"Turun !" teriak pemuda gundul memberi perintah. Kedua barisan bocah itupun berhamburan loncat turun.
"Kalian boleh maju semua mengeroyok aku" seru pemuda gundul pula.
Kawanan bocah baju kuning dan baju biru itu sudah melihat sendiri bagaimana pengacara baju merah tadi telah dikalahkan oleh pemuda gundul itu. Maka marekapun tak mau banyak bicara lagi dan terus berhamburan menyerang pemuda gundul itu.
"Aduh. aduh, aduh ... " terdengar jerit teriakan dari kawanan bocah baju kuning dan baju biru ketika mereka terpental ke belakang.
Mereka heran. Ketika melancarkan serangan pemuda gundul itupun menirukan apa saja yang di lakukan kawanan bocah itu. Duabelas macam gerak serangan dari keduabelas bocah itu dilakukan dengan serempak oleh pemuda gundul itu.
Seperti terasa suatu tenaga pantulan yang hebat dari gerakan pemuda gundul itu hingga kedua belas bocah itupun terpental dan mengaduh.
Tetapi rupanya mereka masih penasaran. Cepat mereka menyerbu lagi dengan serangan yang lebih dahsyat. Tetapi hasilnyapun bahkan malah membuat mereka menjerit dan berteriak makin keras.
Apa saja, baik gerak maupun tenaga-dalam yang dipancarkan dari kedua belas bocah itu, seperti mendampar balik kepada mereka sendiri.
Aneh, aneh, aneh ... demikian mereka berpikir dan berpikir tanpa mengerti jawabannya.
Dalam pada itu setelah bebas dari gangguan kawanan bocah, kakek Lo Kun lalu cari perkara. Sebenarnya ia hendak mencari Sian-li, tetapi ketika dilihatnya saat itu Sian-li sedang dikepung oleh selusin dara cantik baju merah, segera kakek Lo Kun ber-lari2 dengan gembira.
"Sian-li, menyingkirkan berikan dara2 ayu itu kepada kakekmu." serunya seraya terus menyerbu ke tengah mereka.
Saat itu sebenarnya Sian-li sedang kewalahan juga menghadapi lawan. Ia menghela napas longgar ketika mendengar Lo Kun hendak membantu. Serentak ia loncat mundur. Tetapi secepat itupun ia sudah disambut oleh keduabelas dara baju hijau.
"Hai, dara2 cantik, mengapa kalian hendak berkelahi ? Siapa yang suruh kalian berkelahi? Masakan anak gadis yang cantik, gemar berkelahi? Celaka, kelak calon suamimu tentu takut.
Keduabelas dara baju merah itu geram2 geli menghadapi kakek limbung itu. Mereka malu juga ketika diolok oleh kakek Lo Kun. Diserangnya kakek itu dengan lebih hebat sehingga berulang kali Lo Kun harus menerima tamparan mereka.
Aneh juga kawanan dara baju merah itu. Menghadapi si kakek limbung, timbullah selera mereka untuk memper-olok2nya. Mereka tak mau sekaligus menghantam dengan tenaga keras, melainkan cukup menampar gundul, pipi dan punggung orang. Bahkan ada seorang dara yang nakal, telah menarik jenggot putih dari Lo Kun. Lo Kun bukannya marah kebalikannya malah tertawa gembira.
Sebenarnya jika mau, kakek itu dapat mengeluarkan seluruh kepandaian dan tenaga untuk menghajar dara2 itu. Tetapi dasar kakek limbung dan gila paras cantik, dia tak
sampai hati untuk menggunakan kekerasan. Akibatnya, dia sendiri harus berulang kali menerima tamparan, tabokan, gaplokan dan selentikan bahkan jenggotnya ditarik dan di-cabut2.
Karena merasa nikmat seperti orang dipijati maka Lo Kunpun tak mau menyudahi pertempuran itu. Dia tertawa dan gembira sekali. Sebenarnya ia lupa kalau membawa sebuah senjata yang hebat yalah ular Thiat-bi-coa yang masih melilit dipinggangnya seperti sabuk.
Setelah habis kepala, muka dan dada dijadikan sasaran, dara2 itu mulai cari2. Melihat kakek itu memakai sabuk yang indah, timbullah keinginan mereka untuk mengambilnya, Dua orang dara tampak ber-bisik2. Tiba2 yang seorang loncat untuk mencabut rambut alis kakek Lo Kun. Melihat ancaman itu, Lo Kun terkejut. Tetapi demi melihat tangan dara itu putih dan halus, kakek itu ter longong2. la merasa bahwa tangan halus itu menjamah alis tetapi dibiarkannya saja. Baru setelah tangan si dara menarik rambut alisnya kakek Lo Kun merasa kesakitan. Namun ia tahan rasa sakit itu sehingga hanya menyeringai seperti seekor harimau tertawa.
Pada saat si dara mencabut alis kakek Lo-Kun. kawan sidarapun sudah loncat dan menarik sabuk pinggang kakek itu.
"Aiiihhh ... " tiba2 dara itu menjerit kaget dan menyabitkan tangannya.
"Hiiih ... " terdengar pula dara yang mencabut alis Lo Kun itu menjerit dan berontak sekuatnya. Dan pada lain kejap, terdengar pula lain dara menjerit dan berjingkrak-jingkrak tak keruan seperti orang kemasukan setan.
Apakah yarg terjadi?
Ternyata ketika dara tadi menarik ikat pinggang kakek Lo Kun, maka ular Thiat bi-coa yang bermula melingkar diam, karena ditarik dan kaget, terus hendak menyambar muka si dara. Dara itu terkejut lalu menepiskan. Ular melayang, tepat jatuh pada lengan dara yang tengah mencabut alis kakek Lo Kun. Dara itupun menjerit dan menyiakkannya sekuat tenaga. Ular terlempar melayang ke arah dara lain, dara itu menjerit dan menyiakkan ke lain kawannya. Dengan demikian bubarlah kedua belas dara baju merah itu karena ngeri melihat ular.
"Gila mengapa engkau membikin takut dara2 cantik itu?", teriak Lo Kun seraya menyambar ular Thiat bi-coa lagi. Ia marah karena ular itu telah membuat kawanan dara cantik bubar.
Tetapi ular Thiat-bi-coa diam saja. Kalau dapat bicara ia tentu akan membantah. Tetapi sayang dia hanya seekor ular yang tak dapat bicara. Bahkan karena melihat wajah Lo Kun merah padam ular itu menganggapnya gembira karena dapat membubarkan dara2 itu, Maka iapun merayap sepanjang bahu kakek Lo Kun dan menjilat2 telinganya.
Saat itu pemuda gundul sudah dapat menghajar keduabelas barisan bocah Thian-tong-kau. Kawanan bocah itu benar2 kewalahan sekali. Apapun gerakan mereka, tentu pemuda gundul dapat menirukan. Apapun tenaga-dalam yang dipancarkan, tentu pemuda gundul itu cepat memancarkan juga.
"Setan . , " akhirnya karena kewalahan mereka menganggap pemuda gundul itu seorang setan dan larilah mereka ketakutan.
Pemuda gundul hendak menolong kakek Lo-Kun tetapi ternyata barisan gadis yang mengerubuti kakek itu sudah bubar. Kini hanya tinggal Sian-li yang masih dikeroyok
duabelas dara baju hijau. Pemuda gundul terus ayunkan langkah hendak menolong tetapi tiba2 kakek Lo Kun sudah menghadangnya.
"Hola, kalau begitu, nyata engkaulah Blo'on yang sejati !" teriak kakek Lo Kun seraya maju menghampiri.
"Sudahlah, nanti kita bicara lagi. Sekarang kita tolong pemuda kuncir yang sedang dikeroyok kawanan dara baju hi|au itu," seru pemuda gundul.
"Ah. engkau salah", seru kakek Blo'on. "dia bukan pemuda berkuncir tetapi seorang nona. Adik seperguruanmu Liok Sian-li. Gila, masakan engkau lupa ?"
"Masakan kalau Sian li dandanannya seperti seorang pemuda sinting begitu ?" tanya pemuda gundul.
"Heh, heh, itulah perwujutan rupamu sendiri" Lo Kun tertawa, "kalau engkau ingin melihat tampang mukamu, ya, seperti itulah !"
"Akan kutanya kepadanya, benarkah dia itu Sian-li." kata pemuda gundul seraya melangkah.
"Tunggu", teriak kakek Lo Kim pula seraya dorongkan kedua tangannya kemuka, "aku hendak memberi hadiah kepadamu sebuah benda mainan yang tak ada keduanya di dunia"
Habis berkata kakek itu terus mengeluarkan batu giok merah berbentuk seekor naga terbang dan terus diangsurkan kepada pemuda gundul.
Tiba2 terdengar suara orang berteriak meleng king : "Hai. tunggu dulu"
Kakek Lo Kun terkejut dan berpaling, tahu2 seekor kera loncat menubruk mukanya. Ia memekik kaget dan menyingkir
kesamping tetapi saat itu, tangannya terasa ditusuk benda tajam. Ia menjerit lagi dan membuka genggamannya .....
"Hi, hi. hi ... " terdengar suara seorang nona tertawa mengikik seraya memandang sebuah benda yang dipegangnya, "Oh, sungguh bagus sekali mainan ini."
Lo Kun tahu apa yang terjadi. Di atas panggung itu muncul pula seorang nona cantik membawa seekor kera hitam dan seekor burung rajawali. Kera itulah yang hendak menerkam mukanya dan rajawali itulah yang telah mematuk tangannya lalu merebut kumala merah dan diberikan kepada sinona.
"Kurang ajar !" teriak Lo Kun, 'itu punya si Blo'on, mengapa engkau berani merebut ?"
"Eh, kakek, apa engkau masih punya yang lain?" bukan menjawab tetapi nona itu malah bertanya lagi.
' Punya" sahut Lo Kun tanpa sadar. Ia mengeluarkan kumala hijau berbentuk burung hong. "inilah pasangannya. Tetapi ini hendak kuberikan kepada Sian li, jangan engkau rampas.
"Berikan kepadaku" teriak nona itu yang bukan lain adalah Ui Hong Ing. Setelah berhasil menumpas Rajendra Singh, nona itu segera mengajak kedua binatang peliharaannya menuju ke panggung. Melihat ramai2 orang bertempur di atas panggung, nona itupun terus ayunkan tubuh melayang ke atas panggung. Tepat pada saat itu ia melihat kakek Lo Kun tengah menyerahkan kumala merah kepada pemuda gundul. Segera ia suruh kera hitam dan rajawali untuk merebutnya.
"Mana si Bloon itu?", tiba2 nona itu berseru kepada kakek Lo Kun.
Baru Lo-Kun hendak berpaling kearah pemuda gundul, nona itu atau Hong Ing sudah loncat ke hadapan Sian-li.
"Ho, ternyata engkau masih hidup, Blo'on !" serunya sambil memandang Sian-li tajam2.
Sian-li saat itu masih berdandan sebagai seorang pemuda dan rambutnya sudah terlanjur dipapas habis dan disisakan dua ikat kuncir, memang sepintas pandang mirip dengan Bloon.
"Ih, siapa engkau !" teriak Sian-li dengan heran.
"Setan, engkau lupa padaku? Hayo, coba pandang aku sampai engkau ingat siapa aku ini !" seru Hong Ing.
Sian-li ter-longong2 heran. Ia benar2 tak kenal siapa nona itu.
"Bukankah engkau si Blo'on yang tenggelam dalam telaga dahulu itu ?" tanya Hong Ing yang berusaha untuk membangkitkan ingatan orang.
Tetapi Sian-li kerutkan dahi makin dalam.
"Siapa yang kecebur dalam telaga ? Ih, jangan engkau bicara sembarangan !" serunya.
"Kurang ajar, engkau tak ingat lagi ... " tiba2 ia hentikan kata2 karena serentak ia teringat bahwa Blo'on itu memang agak sinting, tak dapat mengingat peristiwa yang lalu.
"Nona, harap bicara yang jelas, siapakah engkau ini ?" seru Sian-li.
"Aku Walet kuning Ui Hong Ing murid Hoa sanpay. Guruku, Kam Sian-hong. terbunuh dalam guha dan engkaulah satu2nya orang yang berada dalam guha itu. Engkau harus ikut aku, kubawa pulang ke markas Hoa-san-pay untuk diadili.
Sian-li men-decak2 : "Cet, cet, apa yang engkau katakan itu aku tak mengerti semua. Aku tak pernah ke guha, tak pernah melihat mayat gurumu mengapa engkau menuduh aku seenakmu sendiri saja?"
"Blo'on." teriak Hong Ing karena tahu bahwa pemuda itu memang linglung, "bukankah otakmu masih kosong ?"
"Ih, mengapa bicara tentang otak segala," desuh Sian-li, "mengapa otakku ?"
"Otakmu kosong maka engkau tak dapat mengingat apa2 lagi. Bukankah aku pernah menganjurkan supaya engkau mencari otak naga?"
"Otak naga ?" Sian-li makin bingung.
"Ya, hanya dengan otak naga barulah otakmu yang hilang itu akan pulih kembali dan engkau tentu dapat mengingat semua perkara."
"Nona" kata Sian-li dengan nada sungguh2 "aku tak pernah bertemu engkau, mengapa engkau ngoceh tak keruan ?"
Namun Hong Ing tak marah. Ia bahkan malah tertawa karena menurut pikirannya, Blo'on itu memang beradat aneh dan linglurg. Masih dicobanya lagi untuk membangkitkan ingatan pemuda itu.
"Siapa yang memberi nama Blo'on kepadamu? tanyanya.
"Ih, mana aku tahu ?" desis Sian-li,
"Bukankah engkau bernama Blo'on ?"
"Tidak".
"Lalu siapa namamu ?"
"Perlu apa engkau tanya namaku ?" balas Sian-li.
"Apa engkau keberatan ?"
"Aku bertanya. apa keperluanmu ?"
"Setelah engkau mengaku bernama Blo'on. engkau akan kubawa ke gunung Hoa-san untuk menerima peradilan para cianpwe Hoa-san-pay."
Ya. boleh saja sahut Sian-li tenang2, "kalau aku memang bersalah".
"Engkau harus memberi keterangan mengapa suhu rebah tak bernyawa dalam guha itu ?"
Sian-li sebenarnya seorang nona yang halus budi. Tetapi karena terus menerus didesak pertanyaan dan tuduhan yang tak dimengerti, habis juga kesabarannya.
"Jangan tanya kepadaku " serunya. "Uh, kalau tidak kepada engkau lalu bertanya kepada siapa?"* seru Hong Ing.
"Pada suhumu itu" Sian-li makin ketus.
"Kurang ajar, engkau berani mempermainkan aku," teriak Hong Ing. Ia hendak menghantam tetapi tiba2 tak jadi. Ia bersuit dan memekik : "Hai Halilintar dan Hitam, serang pemuda sinting ini!"
Tetapi sampai beberapa saat, tak tampak kedua binatang itu muncul. Aneh. pikirnya. Dan ia berpaling mengeliarkan pandang ke sekeliling mencari kedua binatang itu.
Hai ... kejutnya bukan kepalang ketika dilihatnya burung rajawali dan kera hitam hinggap pada bahu pemuda gundul. Setelah terkejut iapun marah. Cepat ia lari menghampiri ke hadapan pemuda gundul itu.
"Hai, gundul, mengapa engkau menangkap binatang pemeliharaanku ?" bentak Hong Ing.
"Huh, siapa yang mencuri binatang ini ?" sahut pemuda gundul itu tenang2.
"Kembalikan burung dan kera itu, lekas !" teriak Hong Ing.
"Boleh" sahut pemuda gundul seraya mendekap kera, dan melontarkan kearah Hong Ing, lain memegang rajawali dan dilontarkan juga kepada nona itu.
"Hai, Hitam, Halilintar, kemari !" seru Hong Ing pula. Kera dan rajawali, segera lari menghampiri. Monyet hitam mencium kaki Hong Ing lalu lari kembali kepada pemuda gundul. Begitu pula burung rajawali, setelah sejenak hinggap dibahu Hong ing, terus terbang kembali kepada pemuda gundul.
Hong Ing penasaran, Ia menghampiri si Hitam terus hendak disambarnya tetapi kera hitam itu loncat turun. Menyambar burung rajawali, burung itupun terbang keatas. Karena berulang kali gagal menangkap, Hong Ing marah dan kerahkan tenaga-dalam untuk menghantam. Tetapi cepat pula kera hitam bersembunyi di belakang pemuda gundul sehingga pemuda gundul itu yang termakan pukulan, duk .....
"Ih ... " Hong Ing menjerit kerena ia seperti ditolak oleh tenaga sebesar yang dilancarkannya sehingga harus menyurut mundur dua langkah.
Kedua kali ia melancarkan pukulan, tetap ia menderita hal yang seaneh itu. Karena malu dan geram, ia segera mencabut pedang pemberian orangtua rambut putih dalam guha.
Tetapi sebelum melakukan serangan, tiba2 meteka terkejut karena mendengar teriakan Sian-li. Ternyata nona itu telah menderita luka parah ketika secara tiba2 seorang pengawal Baju Putih maju dan menghantamnya. Sian-li berkelit lalu balas memukul tetapi Pengawal Baju Putih itu menangkis dan
menjeritlah Sian-li. Nona itu terhuyung2 kebelakang mendekap dadanya.
"Hai. anak perempuan mengapa engkau?" kakek Lo Kun cepat loncat menyanggapi tubuh Sian-li.
Sian-li pejamkan mata, wajahnya pucat lesi la tak menyahut pertanyaan kakek Lo Kun. melainkan mengambil bungkusan obat dari bajunya. Ia menelan tiga butir benda sebesar buah kelengkeng. setelah itu duduk mengambil pernapasan.
"Hai, anak perempuan, aku harus menolongnya dulu. Nanti kita selesaikan perhitungan lagi seru pemuda gundul seraya menghampiri Sian-li. Sejenak merenung, ia lalu lekatkan telapak tangannya ke ubun2 kepala Sian-li.
"Mengapa itu ?" tegur kakek Lo Kun
"Menyembuhkannya" sahut pemuda gundul.
Kakek itu hendak bertanya lagi tetapi tiba2 pemuda gundul berseru : "Awas, ada orang menyerang dari belakangmu !"
Seorang pengawal Baju Pntih yang bertubuh gemuk, tengah ayunkan tangan hendak memukul Lo Kun. Karena tak sempat menghindar, Lo Ku pun balas memukul, plak, duk ... terdengar sebuah bunyi keras.
Lo Kun ber-putar2 tiga lingkaran, pengawal Baju Putihpun ter-huyung2 sampai tiga langkah. Ternyata Lo Kun telah memberikan kepalanya untuk menyambut pukulan orang. Sedang dia pun balas memukul dada.
Pengawal Baju Putih itu tertegun ketika melihat kakek Lo Kun berdiri tak kurang suatu apa. Ia rasakan pukulannya tadi telah mengenai gunduk batu yang keras sekali.
Kakek Lo Kun mengibas-kibaskan kepala, lalu merentang dan deliki mata kearah Pengawal Ba ju putih itu.
"Siapa engkau " teriak Lo Kun dengan marah, "tidak hujan tidak angin, mengapa engkau menyerang aku ?"
Pengawal Baju Putih itu tak menyahut. Hanya dari sinar matanya yang berkilat memancar api, jelas dia marah juga.
"Siapa engkau " hentak kakek Lo Kun pula. Namun orang itu tetap tak menjawab, la bahkan malah maju dan mengangkat tangan hendak memukul lagi.
Kali ini Lo Kun sudah siap. Begitu menghindar ke samping, iapun balas memukul. Pertempuran berjalan seru. Ternyata kakek Lo Kun, walaupun sudah tua renta, tetapi masih memiliki gerakan yang lincah.
Beberapa saat kemudian, Lo Kun mendapat akal. Setelah berhasil menyiak kedua tangan orang, tiba2 Lo Kun loncat menumbukkan kepalanya ke perut orang, duk .....
Orang itu ter huyung2 dan rubuh ke lantai. Cepat ia bangun lagi. Kali ini ia mencabut pedangnya.
"Ho, engkau mengajak main pedang." teriak Lo Kun, "bagus, aku sanggup melayani juga."
Kakek itu tak punya senjata. Tetapi ia menarik ular Thiat-bi-coa yang melilit di pinggangnya. Setelah itu berseru menantang : "Hayo, majulah..."
Pengawal Baju Putih itu tak berkata sepatah pun juga. Pedang diputar, angin men-deru2 dan berobahlah pedang itu menjadi segulung sinar putih yang segera menyambar Lo Kun.
"Hebat !" seru Lo Kun seraya memutar ular nya. Ular Thiat-bi-coa memang seekor ular yang sakti. Selain kebal dengan tabasan senjata tajam pun tahu juga bagaimana harus menghindari serangan. Segera terlibat suatu pertempuran yang aneh dan mengagumkan. Sepintas pandang yang
tampak hanya seekor ular warna kelabu tengah bergeliatan diantara sambaran pedang. Berulang kali tubuh ular itu tertabas, tetapi tetap tak apa2.
Tiba2 terdengar raung keras dari mulut pengawal Baju Pulih itu, pedang melenting jatuh dan orangnya menyurut mundur. Ternyata ular besi berhasil menggigit tangan orang itu sehingga karena tak tahan sakit, orang itupun lepaskan pedangnya.
Melihat itu kakek Lo Kun tertawa mengekeh dan menarik pulang ular Thiat-bi-coa. Tetapi tiba2 seorang pengawal Baju Putih lain, segera maju menyerang kakek Lo Kun.
Lo Kun terpaksa melayani. Namun pengawal Baju Putih yang ini tidaklah sama dengan yang tadi. Jika pengawal Baju Putih yang tadi kuat sekali dalam ilmu hantaman dan tenaga gwakang adalah yang ini terasa sekali kesaktiannya dalam ilmu lenaga-dalam. Apabila Lo Kun bukan seorang kakek yang bertubuh keras dan memiliki tenaga-dalam yang hebat, tentu sejak tadi, dia sudah rubuh.
Tekanan pengawal Baju Putih itu makin lama makin keras sehingga Lo Kun rasakan sekeliling tubuhnya seperti dilingkungi oleh suatu sangkar yang makin lama makin menyempit dan makin menjepit tubuhnya.
Tiba2 terdengar suara raung yang sedahsyat harimau dan kedua orang itu sama terpelanting jatuh ke belakang. Pengawal Baju Putih itu terdampar, berjumpalitan beberapa langkah. Sedang Lo-Kun pun terlempar jatuh ke belakang.
"Eh. mengapa engkau kakek ?" cepat Sian-li lari menghampiri. Melihat wajah Lo Kun pucat dan napasnya lemah, tahulah Sian-li kalau kakek itu sedang menderita luka-dalam yang berat. Segera ia mengeluarkan tiga biji pil warna
merah sebesar buah kelengkeng terus dimasukkan ke mulut si kakek. Dengan pil itulah ia mengobati ketiga ketua persilatan yalah Hoa Sin,Ceng Sian suthay dan Hong Hong tojin.
Pil itu ternyata buah Hay-te-cian-Iian-som atau buah som didasar laut yang berumur seribu tahun. Yalah buah som yang diperolehnya ketika ia bersarna Blo'on tenggelam di sungai lalu tersesat masuk ke keraton dibawah laut dulu.
"Apakah engkau benar Sian-li ?" tiba2 terdengar pemuda gundul menghampiri dan menegur.
Sian-li mengangkat muka dan tersenyum : 'Su ko, masakan engkau lupa kepadaku ?"
"Tetapi mengapa engkau berpakaian seperti seorang pemuda yang tak genah begitu ?"
Sian-li lepaskan tangannya yang menunjang bahu kakek Lo Kun. Kakek Lo Kun saat itu sudah dapat duduk sendiri.
Sian-ii berbangkit, memandang lekat2 pada pemuda gundul : "Ceritanya panjang sekali, suko. Aku telah dicelakai oleh seorang paderi Thian-tiok, Paden itu hendak mencari engkau".
"Mencari aku? Mengapa?" tanya pemuda gundul.
"Dia tahu kalau engkau putera Kim suhu. Ia pernah dikalahkan suhu dan hendak menuntut balas. Karena suhu sudah meninggal maka ia hendak mencari puteranya, engkau, untuk menerima pembalasannya".
"Setan," teriak pemuda gundul, "dimana dia sekarang ?"
"Aih ... " tiba2 terdengar Hong Ing berteriak kaget, "apa katamu ? Seorang paderi Thian tiok ?"
Sian-li berpaling dan mendapatkan bahwa yang bertanya itu Hong Ing, nona yang hampir saja bertempur dengan dia. Ia masih mengkal terhadap nona itu.
"Bukan urusanmu !" sahutnya.
"Ih, engkau memang Blo'on yang gila. Aku bertanya kepadamu justeru karena akupun dulu pernah ditangkap oleh paderi Thian tiok itu. Aku ingin mendengar keteranganmu, apakah paderi itu sama dengan paderi yang dulu mencelakai diriku itu." Hong Ing menahan sabar.
"Dia minta keterangan, baiklah engkau memberi tahu kepadanya. Mungkin saja, nanti kalian lebih jelas." pemuda gundul membujuk Sian-li.
"Ya, memang seorang paderi Thian-tiok yang mengenakan jubah patkwa dan suka duduk membaca mantra.
"Itulah !" teriak Hong Ing. "tak salah, tentulah dia, paderi yang pernah menangkap aku dulu"
"Dimana dia sekarang ?" pemuda gundul berseru.
"Sudah lari, jadi orang minta2"
"Jadi pengemis ?" Sian li kali ini heran dan balas bertanya, "jangan berolok2. Aku sudah memberi keterangan yang sebenarnya, engkau malah hendak bergurau"
"Siapa yang bergurau ?" kata Hong Ing, "memang paderi Thian-tiok itu sekarang sudah kujadikan seorang pengemis buta".
Sian-li makin merasa kalau Hong Ing memang hendak ber-olok2, segera ia membentaknya : "Eng kau memang seorang gadis yang lancung mulut !" habis berkata ia terus maju hendak menampar tetapi pemuda gundul cepat mencegahnya.
"Bicara harus hanya pakai mulut, jangan pakai tangan " katanya. Kemudian ia berpaling ke arah Hong Ing, "engkaupun harus bicara yang genah jangan menimbulkan kemarahan orang."
"Huh, peduli dia akan marah atau tidak. Itu urusannya. Tetapi aku memang bicara dengan sebenarnya, sahut Hong Ing tak puas.
"Bagaimana caramu menjadikan paderi Thian tiok itu pengemis buta ?" tanya pemuda gundul.
"Waktu aku tiba di gunung ini, kulihat seorang paderi tengah duduk bersembunyi di celah2 batu karang. Ternyata seorang paderi Thian-tiok dan ternyata paderi yang pernah menangkap dan menyiksa diriku dulu. Maka aku bersama kera hitam dan burung rajawali terus melancarkan serangan, eh ... kemana anjing kuning ?" tiba2 nona itu teringat akan anjing yang tak ikut muncul.
"Anjing ? Bulu Kuning ?" teriak pemuda gundul.
"Ya*.
'Itulah si Kuning !"
Hong Ing terkejut : "Engkau tahu akan anjing itu?'
Pemuda gundul tertawa "Bukan cuma tahu tetapi anjing itu memang milikku."
Hong Ing terbelalak : "Milikmu ?. Dari mana engkau dapat memiliki mereka ?"
"Aku sendiri juga tak ingat," sahut pemuda gundul, "hanya tahu2 aku sudah mempunyai tiga ekor binatang, kera, anjing dan rajawali."
"Ngaco" bentak Hong Ing terus hendak menyerang tetapi ia segera menjerit ketika pengawal Baju Putih telah tiba dan menghantamnya.
Pemuda gundul terkejut. Cepat ia menyambar tangan Hong Ing dan ditariknya, sedang ia memberikan tubuhnya untuk menerima pukulan pengawal Baju Putih itu. Pemuda gundul terpental sampai satu tombak jauhnya tetapi secepat itu ia sudah meloncat bangun dan menghampiri pengawal Baju Putih itu.
Pengawal Baju Putih itu tertegun. Rupanya ia terkejut melihat pemuda gundul itu tak kurang suatu apa dan bahkan maju menghampri. Tetapi anehnya, pengawal Baju Putih itu tak mengucap sepatah katapun juga. Ia mengangkat kedua tangannya keatas, Tangan kiri lurus menebar ke muka dada untuk membuat suatu imbangan dan gerakan tangan kanan yang mulai diayunkan ke arah pemuda gundul.
Tetapi tiba2 pemuda gundul itupun menirukan gerakannya. Tangan kiri juga diluruskan ke muka dada dan tangan kanan diangkat ke atas kepala lalu diayunkan ke muka. Blum .....
Suatu peristiwa aneh terjadi. Pengawal Baju Putih itu menggerung dan tubuhnya melayang sampai setombak ke belakang. Sejenak ia berdiam diri seperti memulangkan napas. Beberapa saat kemudian ia terus lari menghampiri pemuda gundul dan menyerangnya. Kali ini tidak hanya dengan pukulan tetapi dengan jurus serangan yang dahsyat. Angin men-deru2 menimbulkan getaran yang menggoncangkan panggung.
Tetapi pemuda gundul itupun melayani dengan suatu gerakan yang aneh. Disebut aneh karena ia selalu menirukan segala gerakan lawan. Ke mana pukulan lawan melayang, iapun melayangkan tangannya, kemana tubuh lawan
bergerak, iapun ikut bergerak. Seolah dia seperti bayangan dari pengawal Baju Putih itu. Itupun masih tak mengapa. Celakanya setiap kali pukulan mereka beradu, pengawal Baju Putih itu tentu cepat menarik pulang tangannya.
Setelah mencapai limapuluh jurus, tiba2 pengawal Baju Putih itu meraung dan dengan kalap menerkam. Tetapi lagi2 pemuda gundul itupun menirukan gerakannya. Lawan menerkam, diapun menerkam sehingga terjadilah terkam menerkam macam orang gulat. Pengawal Baju Putih berusaha untuk mencengkeram pinggang lawan lalu hendak mengangkatnya. Tetapi pemuda gundul itupun berbuat begitu juga. Kesudahannya tubuh pengawal Baju Putih lah yang terangkat ke atas. di-putar2 lalu dilontarkan kebawah panggung. Terdengar suara orang berteriak gemuruh di bawah panggung tetapi pemuda gundul itu tak menghiraukan.
"Eh, apakah engkau masih akan melanjutkan pertanyaanmu kepadaku ?* tanya pemuda gundul setelah melemparkan Pengawal Baju Putih.
Hong Ing terkejut menyaksikan kesaktian pemuda gundul itu. la bingung memikirkan ilmu apakah yang dimiliki pemuda gundul itu. Oleh orang tua berambut putih dalam guha. ia telah diberi pelaiaran ilmu silat yang aneh. la sudah merasa aneh karena dengan ilmusilat itu ia dapat berloncatan secepat gerak bayangan. Tetapi melihat kepandaian pemuda gundul itu. ia merasa masih kalah aneh.
"Ilmu apakah yang engkau gunakan itu ?" tanya Hong Ing.
"Lho, menanyakan ilmu silat segala" pemuda gundul ber-sungut2, "apakah engkau sudah mengakui kalau ketiga binatang itu memang benar milikku ?"
"Siapa bilang mengakui ?" lengking Hong Ing "aku belum saja mengurus soal itu tetapi hendak bertanya lebih dulu tentang kepandaianmu yang aneh tadi."
"Aneh ? Apanya yang aneh ? Mengapa aku sendiri tak merasa aneh ?" seru pemuda gundul.
"Bukankah tadi engkau selalu menirukan semua gerakan orang Baju Putih itu ? Hebat benar engkau dapat menirukan persis semua gerakan tangan, kaki dan tubuh lawanmu tadi. Ilmu apakah itu ?"
"Entah apa namanya, aku sendiri juga takmengerti," keluh pemuda gundul.
"Engkau tak mengerti ? Habis darimana engkau mendapat pelajaran ilmu itu ? Siapakah guru mu ?" Hong Ing makin heran.
"Aku tak punya guru " sahut pemuda gundul, "soal ilmu kepandaian itu, aku sendiri juga tak tahu dari mana. Yang kuingat, aku mendapat sebuah kitab kecil tetapi tak ada tulisannya apa2. Sudah tentu aku marah. Tetapi ketika aku terbenam dalam air sampai beberapa hari, aku sendiri juga heran mengapa tak mati. Tahu2 aku berada di sebuah hutan ... "
"Sudah jangan ngoceh tak keruan !" bentak Hong Ing, "ringkas saja engkau sebutkan asal dari ilmu kepandaianmu itu".
"Kalau engkau tak mau mendengarkan ceritanya. bagaimana aku dapat mengatakan darimana sumber kepandaianku itu?" bantah pemuda gundul dengan uring2an.
Hong Ing terpaksa mengurut dada dan suruh pemuda gundul itu melanjutkan ceritanya.
"Ketika aku bangun dan memperbaiki pakaianku yang lusuh, tanganku terasa menyentuh benda kecil, ternyata kitab yang hendak kubuang itu masih berada dalam kantong bajuku. Kulemparkan kitab itu ketanah lalu aku hendak berbangkit. Tetapi celaka, mataku terasa ber-kunang2 dan aku jatuh Iagi. Aku lalu mengambil obat, untung masih berada dalam kantong bajuku. Kutelan tiga butir biji merah ... "
"Biji apa itu ?" seru Hong Ing.
"Kakek penunggu keraton didasar laut mengatakan kalau biji2 merah itu adalah Cian-lian-hay-te-som ...
"Apa ? Buah som dari dasar laut yang berumur seribu tahun ?'" teriak Hong Ing terkejut. Bermula ia anggap pemuda gundul itu sinting otaknya tetapi waktu pemuda gundul itu dapat menyebut nama Cian-lian-hay-te-som, ia terkejut juga.
"Ya," sahut pemuda gundul, "memang cian-lian-hay-te-som, hidangan untuk putera mahkota kerajaan Lam Song yang tinggal di keraton dasar laut."
Mendengar itu kembali timbul penilaian Hong Ing bahwa pemuda gundul itu hanya mengoceh semaunya sendiri.
"Teruskan ceritamu" bentaknya.
"Tidak lama badanku merasa segar dan kuat lagi tetapi tiba2 kulihat kitab kecil yang kubuang tadi terbentang di hadapanku. Dan aneh benar. Kitab yang semula kosong melompong dan putih bersih, ternyata berobah menjadi hitam warnanya dan pada tiap lembar dari kitab kecil yang berisi delapan lembar itu terdapat tulisannya ... "
"Apa bunyinya ?" seru Hong Ing.
"Tiap lembar hanya berisi satu huruf."
"Lalu apa bunyinya ?" ulang Hong Ing.
"Bunyinya ... hai, minggir ! tiba2 pemuda gundul berteriak dan mendorong tubuh Hong Ing ke samping, sedang ia sendiripun loncat menghindar.
Ternyata belum ia menjawab pertanyaan Hong Ing. tiba2 seorang pengawal Baju Putih telah loncat dan melepaskan hantaman. Untung pemuda gundul itu tahu dan cepat dapat menolong Hong Ing.
Ternyata .pengawal Baju Putih yang menyerang itu bertubuh tinggi kurus, kurus sekali sehingga menyerupai sebatang bambu yang dikerudungi kain putih.
Seperti kedua Pengawal Baju Putih yang tadi pengawal Baju Putih kurus itu tak berkata apa2 terus menyerang. Dan ketika pukulannya luput ia ber-suit2 seperti orang bersiul dan menjerit.
Hong Ing marah melihat pengawal Baju Putih itu. Serentak nona itu mencabut pedang dan membentak : "Hai, engkau manusia atau setan ? Mengapa engkau tak dapat bicara dan tahu2 terus menyerang dari belakang !"
Pengawal Baju Putih kurus itu ber-kilat2 memandang Hong Ing. Tetapi tetap membisu.
"Siapa engkau !" bentak Hong Ing pula.
Namun pengawal Baju Putih tak mau menjawab. Bahkan mulutnya bercuit lalu maju merangsang dengan kedua tangannya. Karena tanganmu kurus, kesepuluh jarinyapun panjang dan runcing, mirip dengan cakar burung garuda.
Tnng ...
Hong Ing menyapu dengan pedang tetapi suatu gerakan yang aneh, pengawal Baju Putih itu menggeliatkan tangan lalu menampar batang pedang Hong Ing terkejut. Pedang tergetar
dan tangannya terasa sakit, hampir saja pedangnya terlepas jatuh.
Diam2 ia mengagumi tenaga-dalam lawan yang begitu hebat. Oleh karena termasuk seorang pendekar wanita angkatan muda, apalagi belum pernah terjun ke dunia persilatan, maka pengetahuan dan pengalaman Hong, Ing masih kurang, la heran tetapi tak tahu siapakah pengawal Baju Putih itu. Dan sebagaimana adat orang muda, ia cepat naik pitam.
"Bagus, mari kita bertempur lagi", serunya seraya berputar-putar tubuh mengelilingi lawan, seraya membolang-balingkan pedangnya. Seketika tubuh pengawal Baju Putih itu dilingkupi segulung sinar putih yang kemilau.
Entah bagaimana perobahan airmuka pengawal Baju Putih tak dapat terlihat karena mukanya terbungkus oleh kain cadar putih. Tetapi dari sinar matanya jelas ia membelalak terkejut. Terpaksa ia harus mengikuti gerak perputaran si nona yang mengeliiingi dirinya. Untuk menjaga diri, iapun menggerakkan kedua tangannya yang kurus seperti orang me-nari2.
Rupanya pengawal Baju Putih itu hendak melihat bagaimana sesungguhnya ilmu permainan lawan. Setelah itu baru ia akan melancarkan serangan balasan. Tetapi sampai berpuluh jurus, gerakan si nona makin cepat dan makin seru. Hampir ia tak dapat membedakan berada dimanakah sesungguhnya diri si nona itu. Karena dalam lingkaran bayangan yang mengepungnya, serasa tubuh nona itu seperti terpecah jadi beberapa orang yang tengah bergerak2 mengelilinginya.
Akhirnya ia berhenti, diam. Jika terus menerus mengikuti gerak perputaran lawan, jelas tenaganya tentu habis dam napasnya ter-engah2. Dan ia membayangkan apabila dirinya
sudah kehabisan napas. tentulah nona itu akan turun tangan untuk membunuhnya.
Tetapi perhitungannyapun melesat. Ketika dia berhenti tiba2 punggungnya terasa disambar angin dingin. Ia tahu tentu ujung pedang si nona. Cepat ia berputar untuk menerkam lawan tetapi nona itu lenyap lagi dan sudah berada di belakangnya.
Pengawal Baju Putih itu marah. Dengan bercuit2 aneh, ia segera bergerak dengan cepat, sepasang tangannya menerkam kemuka dan menghantam ke belakang. Pikirnya, kali itu ia tentu berhasil mengenyah lawan.
Tetapi untuk yang kedua kalinya ia harus menjerit marah lagi. Terkamannya ke muka hanya menerkam bayangan kosong, sedang hantamannya kebelakang disambut dengan papasan pedang. Untung ia cukup waspada dan sakti. Cepat ia menggenggamkan jarinya sehingga terhindar dari tabasan Sekalipun begitu kelima jari kukunya yang panjang macam cakar telah terpapas kutung oleh pedang Hong Ing.
Pengawal Baju Putih bertubuh kurus itu memekik keras. Ia marah sekali. Tiba2 sepasang tangannya dihamburkan keras dan bagaikan seekor burung garuda menebarkan sayap. tubuhnya segera melambung ke udara sampai tiga tombak tingginya. Berjumpalitan lalu ayunkan tangannya menaburkan cairan warna hitam kearah Hong Ing.
Hong Ing terkejut, la tak menduga kalau akan ditabur dengan air hitam. Jika senjata rahasia ia tentu masih dapat menghindar, tetapi karena taburan air yang dapat memercik ke-mana2 sukarlah ia menghindari diri. Dalam gugup Hong Ing memutar pedangnya sederas hujan tetapi seketika itu ia rasakan tangan dan mukanya seperti terhambur percikan air panas. Sakit tetapi pada lain kejab hilang lagi.
Hong Ing marah sekali kepada pengawal Baju Putih yang ganas itu. Dua kali ia menderita serangan. Yang pertama, diserang dari belakang dan sekarang diserang dengan hamburan air hitam.
"Manusia begini tak layak diberi hidup !" pikirnya seraya masih memutar pedangnya deras2. Ti ba2 ia melihat tubuh pengawal Baju Putih itu meluncur turun sambil tertawa seram. Rupanya pengawal itu percaya bahwa lawannya pasti mati.
Air hitam itu bukan sembarang air tetapi racun yang luar biasa dahsyatnya. Racun dari sejenis binatang kelabang atau kaki seribu yang terdapat didaerah gurun pasir. Kelabang itu gemar makan bangkai binatang atau mayat manusia yang sudah membusuk di tengah gurun pasir dan karena itu mengandung sejenis racun yang ganas sekali, percikan air hitam itu akan cepat menyurutkan tulang, mencairkan daging dan kulit dan dalam beberapa kejab saja, korban tentu segera berobah menjadi segumpal cairan hitam.
Dengan memiliki racun yang sedemikian ganas, orang persilatan menggelari orang itu dengan julukan Racun-pencair-mayat Ki Thian-coat. Sudah belasan tahun orang persilatan tak mendengar berita tentang tokoh ganas itu. Orang persilatan mengira kalau tokoh hitam itu tentu sudah mati. Ternyata ia masih hidup dan menjadi anakbuah dari barisan engawal Baju Putih partai Thian-tong-kau.
Sebagai seorang angkatan muda dan tak pernah mengembara keluar, sudah tentu tak kenal siapa Racun-pencair-mayat Ki Thian-coat itu. Bagi Hong Ing. pengawal Baju Putih yang bertubuh itu seorang manusia ganas dan harus dilenyapkan.
Rupanya setelah menaburkan cairan air hitam Ki Thian-coat yakin nona itu sebentar lagi pasti akan menjadi cairan air
hitam dan saat itu daya perlawanannya tentu sudah hilang. Maka dengan santai dan tertawa iblis ia meluncur turun ke pang gung.
Tetapi diluar dugaan se-konyong2 Hong Ing loncat dan menaburkan pedang pusakanya ke tubuh orang itu. Ki Thian-coat tak menduga sama sekali sehingga ia tak ber-siap2. Dalam keadaan dirinya meluncur turun ia tak dapat menghindar atau melambung keudara. Pedang meluncur lebih cepat dari tangan Ki Thian-coat yang hendak menyambar.. Namun ia masih sempat untuk menggeliatkan tubuh kesamping. Memang dengan gerakkan itu selamatlah perutnya tertembus pedang tetapi samping pinggangnya telah terserempet ujung pedang. Pedang terus meluncur ke muka. Tiba2 sesosok tubuh loncat menyambar pedang itu.
Hong Ing terkejut karena lontaran pedangnya tak berhasil mengenai tubuh lawan dengan tepat, la cepat bersiap untuk menghadapi lawan yang sudah menginjak lantai panggung.
Tetapi sebelum ia bergerak hendak menyerang Suatu peristiwa aneh telah teijadi. Pengawal Baju Putih. Ki Thian coat mengaum ngeri dan terus ngelumpruk rubuh di lantai. Makin lama tubuhnya, makin menyurut kecil dan kecil. Pada lain kejab hilang lah tubuh pengawal Baju Putih itu. Yang tampak hanya seperangkat pakaian seragam jubah warna putih dan cadar muka warna putih, ngelumpruk diatas kubangan cairan hitam.
"Hai, tubuhnya telah menjadi cairan hitam" Hong Ing menjerit ngeri karena teringat bahwa dirinya seharusnya juga akan berobah begitu. Ia ngeri tetapi serentak heran. Mengapa ia masih hidup? Pada hal jelas muka dan tangannya terasa panas karena didera oleh percikan cairan hitam yang ditaburkan Ki Thian coat.
Memang benarlah kalau ia merasa heran karena hal itu terjadi diluar pengetahuan dan kesadarannya. Kumala merah berbentuk seekor naga terbang merupakan kumala mustika yang jarang terdapat di dunia. Merupakan peninggalan dari Han Bu Te, kaisar pendiri ahala Han yang menurut dongeng; diterimanya dari seorang dewa. Khasiatnya dapat menyirnakan dan menolak segala macam racun yang bagaimanapun ganasnya.
Pasangan dari kumala merah muda itu adalah kumala warna hijau yang berbentuk sebagai burung Hong (cendrawasih). Tetapi khasiatnya berlawanan. Jika kumala merah berkhasiat melenyapkan racun, adalah kumala hijau itu justru dapat memancarkan daya racun yang hebat.
Karena Hong Ing merebut kumala merah dari tangan Lo Kun yang sedianya akan diberikan ke pada Blo'on asli, maka tanpa sengaja dia telah selamat dari malapetaka yang hebat. Cairan racun hitam yang ditaburkan Ki Thian-coat itu musnah daya keganasannya. Jangankan Hong Ing, bahkan kakek Lo Kun sendiri juga tak tahu kalau kumala merah itu mempunyai daya kesaktian yang sedemikian hebatnya.
Demikian keakhiran dari seorang tokoh yang dalam perjalanan hidupnya selalu membunuh orang secara keji, akhirnya harus menemui kematian secara mengenaskan. Ki Thian-coat, tak mengira kulau bakal mati di tangan seorang dara yang tak dikenal.
"Bagus, engkau telah membunuh seorang tokoh jahat," seru pemuda gundul memuji.
"Tidak." bantah Hong Ing, "aku tak merasa membunuhnya. Pedangku jelas tak mengenai sasarannya"
"Goblok" lengking Sian-li." pedang memang tak mengenai tepat tetapi telah menyerempet pinggang bajunya. Tentulah dalam baju dia menyimpan racun itu dan racun pecah melumuri tubuhnya karena terserempet pedang."
Hong Ing agak merah mukanya. Ia hendak membantah tetapi pemuda gundul cepat berkata : "Eh, engkau masih ingin mendengar ceritaku tentang kitab pusaka itu atau tidak ?"
Hong Ing tertegun. Dalam panggung yang penuh dengan anakbuah Thian-tong kau terutama barisan pengawal Baju Putih yang berjumlah duapuluh orang dan pengawal Baju Merah yang juga berjumlah duapuluh orang, mengapa pemuda gundul itu begitu santai? Menilik dua orang Pengawal yang telah dirubuhkan tadi memiliki kepandaian yang begitu hebat, apakah kawanan keempatpuluh Pengawal Baju Putih dan Merah itu bukan terdiri dari tokoh2 yang sakti semua ?
"Ingin, tetapi ... "
"Baik, aku akan melanjutkan lagi," cepat pemuda gundul itu menukas kata2 Hong Ing, "itu waktu aku merasa heran mengapa duabelas halaman dari kitab kecil yang semula kosong melompong, tiba2 berisi huruf. Tiap lembar satu huruf dan bunyinyu aneh".
"Aneh bagaimana ?" akhirnya Hong Ing tertawa juga.
"Kedua belas huruf itu berbunyi begini :
ln Kok Seng Keng
Yu seng Wu,
Wu seng Yu
bakar minum.
aneh sekali bukan ?" tanya pemuda gundul
"Ya, aneh" kata Hong Ing, apa engkau juga meminumnya ?"
"Nanti dulu" kata pemuda gundul aku tak tahu apa artinya huruf2 itu. Tahukah engkau?'
Hong Ing mengulang sekali lalu berkata: "Kalau tak salah artinya kira2 begini: ln kok seng keng artinya Kitab-dewa-sebab dan akibat. Yu seng wu artinya : Ada melahirkan Tiada. Wu seng Yu artinya : Tiada melahirkan Ada. Bakar minum artinya disuruh membakar kitab itu dan minum airnya. Maka kutanya, apakah engkau meminumnya"
"Siapa sudi menurut bunyi kitab itu ? Masakan orang disuruh minum abu kertas," sungut pemuda gundul.
"Lalu bagaimana kelanjutan ceritamu?" tanya Hong Ing.
"Sebenarnya tak kuacuhkan kitab itu. Tetapi ketika hendak pergi, tiba2 kusambar juga kitab itu dan kumasukkan dalam kantong."
"Engkau memang aneh," kata Hong Ing, "kalau tidak suka, buat apa engkau mengantonginya?"
"Pikirku, kitab itu pemberian dari paderi penunggu Kuil Kuning di istana. Tentu ada maksudnya dia memberi kitab seaneh itu."
"Salah," bantah Hong Ing, "kalau dia tahu, tak mungkin dia memberikan kitab itu kepadamu".
Pemuda gundul terbelalak.
KAMU SEDANG MEMBACA
Pendekar Blo'on
Random"Hai, sekarang aku tahu namaku!" bukan jawab pertanyaan tetapi blo'on itu malah berteriak semaunya sendiri. "Siapa?" seru dara itu yang tanpa disadari ikut terhanyut dalam gelombang keblo'onan. "Wan-ong-kiam !" Walet Kuning terkejut, hampir tertawa...