Jilid 9 : Iblis Kembar

4.2K 53 0
                                    

Sejenak kakek Lo Kun lupa akan dirinya yang berlumuran kotoran. Ia memandang paderi tua itu lekat-lekat.
"Uh . . uh . . " tiba-tiba terdengar paderi kacung yang mengiring dibelakang paderi itu menguak tertahan terus mendekap mulut dan hidungnya.
Paderi tua itu juga menyeringai. Ia cepat hentikan pernapasannya untuk menolak hawa busuk yang luar biasa dari kotoran Lo Kun.
"Siapa namamu " tanya kakek Lo Kun.
"Hui In," sahut paderi tua itu.
"Mana kepala gereja ini ?" kata kakek Lo Kun pula.
Karena harus menjawab, terpaksa paderi itu membuka pernapasannya lagi. Sebagai gantinya ia mendekap hidungnya.
"Hui Gong suheng, kepala gereja Siau-lim-si sedang pergi," sahutnya.
"O, celaka," seru kakek Lo Kun, "lalu dengan siapa aku harus bertanya ?"'
"Bertanya apa ?"
"Penting, tetapi hanya kepada kepala gereja ini. Lain orang tak boleh tahu."
"Adakah yang mengacau diruang sembahyang tadi juga lotiang ?" tanya Hui In taysu.
"Benar, karena kepala gundul yang disitu berani merintangi
aku."
"Dan yang membubarkan barisan Pat-Kwa-tin dari ke delapan paderi kecil itu juga rombongan lotiang ?"
"Ya, anak-anak gundul itu tak tahu adat. paksa kami hajar."
"Yang membuyarkan barisan Lo-han-tin juga rombongan lotiang ?" tanya Hui In taysu pula.
"Siapa lagi !"'

Diam-Diam Hui ln taysu terkejut. Pat-kwa-tin dan Lo-han-tin merupakan barisan penjaga Siau-lim-si yang paling dapat diandalkan. Bahwa kedua barisan itu telah bobol, jelas menandakan kalau rombongan tetamu itu tentu sakti. Tetapi kala ia memperhatikan keadaan kakek pendek yang berdiri di hadapannya, Hui ln agak heran-heran sangsi. Masakan kakek aneh yang tampak ketolol-tololan itu memiliki kepandaian yang sedemikian saktinya.
Hui In taysu mempunyai rencana hendak menguji kesaktian tetamu pendek itu. Tetapi ia tak tahan menderita bau busuk dari tubuh kakek Lo Kun.
"Mengapa baumu begitu busuk ?" akhirnya Hui Ih berseru.
"O, benar," serta mendengar teguran itu teringatlah kakek Lo Kun akan keadaan dirinya yang berlumuran kotoran itu, "hayo, tunjukkanlah dimana kamar mandi gereja ini !"
"Untuk apa ?" tanya Hui In heran.

"Tadi perutku mulas dan aku hendak buang hajat tetapi barisan kepala gundul itu menghalangi malah terus menyerang. Lama-Lama aku tak tahan perutku terus meletus, celanaku berlumuran kotoran begini. Hm, memang kalian kepala gundul ini kejam dan tak tahu adat Masakan orang kebelet buang hajat malah diajak berkelahi !"
Hui In taysu cepat dapat mengetahui bahwa kakek yang berhadapan dengan dia saat itu, seorang kakek limbung. Kakek yang tak waras pikirannya. Melihat gerak gerik dan ucapan si kakek, Hui In diam-diam geli juga.
"Hayo. lekas tunjukkan, aduh. . perutku mulai mulas lagi !" kakek Lo Kun menjerit jerit seraya mendekap perut.
Hui ln taysu geleng-geleng kepala dan segera menyuruh kedua paderi kecil mengantarkan kakek itu kebelakang.
Tepat kakek Lo Kun pergi maka datanglah kakek Kerbau Putih dan Blo'on, diiring oleh burung rajawali, anjing dan monyet hitam. Hui In taysu terkesiap.
"Adakah lotiang dan sicu ini rombongan lotiang yang tadi ?" tegur Hui In taysu.
"Ya, dan engkau ini siapa ?" kakek Kerbau Putih balas bertanya.
Hui In taysu segera memberitahukan diri
"Apa kata kakek pendek tadi kepadamu" tanya kakek Kerbau Putih pula.
"Dia mengatakan hendak menjumpai ketua gereja. Tetapi ketua gereja kami sedang pergi. Yang ada hanyalah wakilnya."

"Kalau begitu antarkan kami kepadanya,"seru kakek Kerbau Putih
Walaupun nada dan sikap kakek bungkuk itu kasar, tetapi karena tahu kalau dia itu seorang kakek limbung maka Hui In pun menahan sabar Ia terus hendak melangkah.
"Tunggu !" tiba-tiba Blo'on berteriak, "mana kakek pendek yang tadi ?"
"Perutnya sakit, dia buang hajat kebelakang," terpaksa Hui In taysu memberi keterangan.
Demikian rombongan Bloon segera dibawa keruang Tat-mo wan, sebuah paseban tempat bermusyawarah dari Siau-lim si.

Ternyata saat itu di ruang Tat-mo-wan sedang dilangsungkan permusyawaraban besar dari para pimpinan gereja.
Empat paderi tertinggi dari paderi Siau-lim-si yang memakai gelar Hui, Goan, Peh dan Thian, lengkap berkumpul di ruang Tat-mo-wan untuk bermusyawarah.
Siau-lim-si menerima sepucuk surat yang ditanda-tangani oleh seorang yang menyebut dirinya Kim Thian-cong. Meminta Supaya Siau-lim-si meleburkan diri kedalam partai baru Seng-lian-kau atau Teratai Suci. Sebuah partai perkumpulan agama yang memuja agama Hud-kau atau Buddha aliran Mahayana.
Kepala gereja Siau-lim-si hanya diberi dua pilihan. Menolak dan akan dihancurkan atau menurut dan selamat.

Pendekar Blo'onTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang