Panggung yang didirikan Thian-tong-kau untuk mengadakan upacara sembahyangan menerima anggauta dan meresmikan berdirinya partai itu, telah kacau balau.
Belum Shoa-tang Sam-hiap yang terdiri tiga saudara Tan Hwa, Tan Hong dan Tan Hui, serta Ho-lam ji-koay yang terdiri dari kedua saudara Utti Siang dan Utti Ho, lalu Pui Tik ketua Kim-coa pang dan Im Yang cinjin dari lembah Im-yang-kok atau Lembah Banci, selesai ditumpas oleh anak buah Thian-tong-kau. Tiba2 dibawah panggung telah muncul seorang pemuda aneh yang mengaku bernama Blo'on dan hendak bertemu pada Kim-Thian-cong ketua Thian-tong-kau, untuk ditantang berkelahi.
Dan puncak dari ketegangan itu adalah munculnya seorang yang baik wajah dan dandanannya mirip sekali dengan pengacara Thian-tong-kau.
Suasana benar2 kacau. Hampir anakbuah Thian tong-kau kehilangan pegangan ketika pengacara yang baru muncul itu memberi perintah kepada Bi ji-kun atau barisan gadis cantik dan Pengawal Baju Putih serta Baju Merah. I
Anakbuah Thian-tong-kau bingung harus menurut perintah siapa. Melihat itu pengacara baju merah emas segera memberi perintah kepada anak buah Thian-tong-kau yang mengepung sekeliling lembah.
Suasana makin tegang. Sekalian tokoh2 silat yang hadir sudah gelisah resah. Ketiga ketua partai persilatan besar yakni Ceng Sian suthay dari Kun lun-pay, Hong Hong tojin dari Go-bi-pay dan Hoa Sin dari Kay-pang, pun mulai sibuk. Pang To Tik wakil Hoa-san-pay, sudah sejak tadi menghilang dan
sampai saat itu belum juga muncul, Dan mereka harus segera mengambil keputusan. Melawan atau menyerah.
Memang dalam menghadapi situasi yang amat gawat itu rombongan partai persilatan maupun tokoh2 persilatan terpecah dua pendiriannya. Ada yang berpendirian untuk melawan. Lebih baik mati hancur daripada menjadi budak orang Thian-tong-kau. Ada yang berpendirian, harus melihat situasi dan kondisi.
Thian-tong-kau memiliki anakbuah yang besar jumlahnya dan sakti kepandaiannya. Dua kelompok pengawal Baju Putih dan Baju Merah itu menurut dugaan dan kenyataan yang telah terlihat di alas panggung tadi, adalah tokoh2 sakti dari berbagai cabang persilatan dan aliran yang sudah lama menghilang tanpa berita.
Betapapun, tokoh2 yang hadir itu tak mungkin dapat memenangkan mereka kecuali memang sudah membekal tekad untuk mati. Tetapi ada tokoh yang berpendirian bahwa kematian mereka harus dapat menolong keadaan, menyelamatkan dunia persilatan dari cengkeraman Thian-tong-kau. Mati untuk mati. tanpa dapat menolong keadaan, mati konyol mati tanpa arah. Demikian pendirian Ceng Sian suthay, Hong Hong tojin dan Hoa Sin. Sedangkan Pang To Tik tetap menghendaki supaya cepat bertindak untuk mempersatukan seluruh hadirin dan serempak bersama sama melawan Thian-long-kau.
Pada detik2 ketegangan memuncak, tiba2 pemuda berwajah aneh dan mengaku bernama Blo'on tadi, setelah berhasil menerjang barisan penjaga Thian-tong-kau, segera loncat ke atas panggung.
"Hai, gila, serunya seraya menuding pengacara yang berpakaian warna merah emas dan yang baru muncul,
"mengapa wajah dan pakaian kalian mirip satu sama lain ? Apakah pangkat kalian di panggung ini ?"
"Aku pengacara upacara sembahyangan besar yang diselenggarakan oleh Thian-tong-kau," seru pengacara baju merah.
"Dan engkau ?" tanya pula pemuda Blo'on itu kepada pengacara yang berada disamping barisan gadis cantik. ^
"Sama" seru pengacara itu.
"Apanya yang sama?" tegur pemuda aneh itu.
"Pangkatnya".
"Hm, begitulah kalau menjawab pertanyaanku" seru pemuda aneh itu pula, "sekarang jawab lagi. Mengapa rupamu sama dengan rupa pengacara itu ?"
"Rupaku memang sejak dulu kala sudah begini" sahut pengacara itu. "dialah yang meniru dan hendak memalsu sebagai diriku".
"Jahanam !" teriak pengacara baju merah dengan marah, "engkau yang memalsu diriku untuk mengacau Thian-tong kau"
"Diam !" bentak pemuda itu dengan deliki mata, "mana yang palsu dan mana yang aseli, harus diselidiki dan dibuktikan. Mana boleh seenakmu sendiri menuduh lain orang palsu".
Merah wajah pencacara baju merah itu tiba2 ia teringat sesuatu dan serentak memberingaslah wajahnya.
"Hai, siapa engkau !" bentaknya kepada pemuda itu.
'"Setan", pemuda aneh itu deliki mata, "engkau tak berhak bertanya diriku".
"Apa ?, pengacara baju merah itu makin memberingas, "aku adalah pengacara yang diserahi menyelenggarakan upacara sembahyangan besar ini sepenuhnya. Aku berhak bertanya kepada siapapun juga, berhak juga untuk memberi perintah, bahkan menjatuhkan keputusan mati atau hidup pada setiap orang yang berada di tempat ini."
"Engkau gila" teriak pemuda aneh itu, "siapa bilang kalau engkau pengara ? Bukankah dia juga pengacara ? Lalu siapakah yang sesungguhnya pengacara disini ?"
'"Setan !" bentak pengacara baju merah itu pula, "sejak bermula upacara ini dimulai, akulah yang berada disini dan melakukan kewajiban sebagai pengacara. Dia yang muncul belakangan dan mengaku sebagai pengacara"
Pemuda aneh yng mengaku bernama Blo'on itu segera berpaling dan menuding pengacara yang baru itu.
"Hai, setan, mengapa engkau berani mengaku sebagai pengacara ? Bukankah engkau hendak mengacau upacara sembahyangan ini ? Goblok, kalau mau mengacau, kacau sajalah, mengapa harus menyaru sebagai pengacara !"
Termasuk pengacara yang dituding itu, sekalian orang yang berada diatas panggung terbeliak mendengar kata2 pemuda aneh itu.
"Kurang ajar, engkau berani menghina aku?^ teriak pengacara baru itu lalu berseru kepada salah seorang gadis dari barisan Baju Kuning, "tangkap dan tendang pemuda gila itu ke bawah panggung."
Sesosok tubuh melesat kehadapan pemuda aneh itu dan terus menampar kepala. Tetapi pemuda itu entah bagaimana, hanya dengan sekali beringsut langkah, dia sudah menghindar dari tamparan dara Baju Kuning.
"Budak perempuan " serunya, "jangan engkau seliar itu ? Mengapa engkau menurut perintah dari seorang pengacau ?"
Dara Baju Kuning itu menjawab dengan sebuah tamparan tangan kiri yang disempaki pula dengan menusukkan jari telunjuk kanan ke mata pemuda aneh.
"Eh, rupanya engkau tak kapok kalau belum kuberi hajaran" seru pemuda aneh itu seraya bergeliatan tubuh dan secepat tangan bergerak, nona Baju Kuning itu menjerit kaget : "Ih..."
la menyurut mundur seraya mendekap rambutnya. Jika tadi ia telah menyisir rambutnya dengan rapi dalam dua belah konde maka sekarang kedua konde itu telah lepas terurai menutup punggung.
"Hm, mengapa menjerit ?" seru pemuda aneh pula, "seharusnya engkau tertawa gembira karena rambutmu masih utuh. Tetapi kalau engkau tetap tak tahu diri, akan kujadikan engkau seorang rahib berkepala gundul"
Gempar sekalian orang menyaksikan peristiwa itu. Dara baju kuning dari barisan Bi-jin-kun Thian-tong-kau, memiliki kepandaian yang hebat dan mengagumkan sekalian tetamu. Tetapi hanya dalam sekali dua gebrak saja, pemuda aneh itu telah dapat melepaskan konde gadis itu.
"Engkoh gundul, engkau hebat benar. Aku kepingin ber-main2 dengan engkau" tiba2 seorang anak baju merah loncat ke hadapan pemuda aneh itu.
"Setan cilik" bentak pemuda itu, "mau apa engkau ?"
"Mau mencabut kuncirmu" seru anak itu sambil tertawa mengikik melihat potongan rambut pemuda aneh itu.
"Setan cilik, engkau kurang ajar benar ! Apakah gurumu tak bisa mengajar engkau ? Jika begitu, akulah yang akan mewakili memberimu hajaran supaya engkau tahu adat ."
Bocah itu tertawa mengikik lalu maju menghampiri. Ketika pemuda aneh itu hendak menamparnya, bocah baju merah itupun loncat menghindar ke samping. Tetapi baru kakinya menginjak papan, tangan pemuda aneh itu sudah mengancam kepalanya lagi. Bocah itu terkejut. Dengan geram ia menangkis tetapi cepat ia mendesih kejut karena tangan pemuda aneh itu menghilang dan aduh ..... bocah Baju merah itu menjerit kesakitan karena kuncirnya telah dicabut sampai hilang separoh.
"Nah, sekarang engkau harus ikut aku. Lihatlah, bukankah potongan rambutmu seperti rambutku juga ?" seru pemuda aneh itu.
Rombongan bocah Baju Merah dan Baju Biru serempak maju menyerbu dengan marah tetapi pemuda aneh itu cepat bertindak. Sekali loncat ia menyambar tubuh bocah yang dicabut kuncirnya tadi, lalu diangkat keatas, serunya:
"Awas, kalau kalian berani maju, kawanmu ini tentu kubanting mati"
Terkejut rombongan bocah dari Thian-tong-kau. Mereka tak pernah menduga bahwa pemuda yang tampaknya tolol dan Blo'on ternyata memiliki kepandaian yang amat sakti. Salah seorang kawan mereka dengan mudah dapat dikuasainya. Serempak mereka tertegun dan berhenti.
"Hayo, kalian berdua yang mengaku sebagai pengacara Thian tong-kau," serunya kepada kedua pengacara, "siapa yang dapat memberi perintah dan menguasai rombongan kunyuk2 kecil itu, dialah pengacara yang sesungguhnya."
"Ang-hay-kun, Lan-hay-kun jangan bertindak sebelum mendapat perintah !" seru pengacara baju merah dengan suara keras.
"Yang berani bergerak tanpa perintah, akan mendapat hukuman" seru pengacara yang seorang itu.
Kedua rombongan bocah murid Thian-tong-kau serempak menyurut kembali ke tempat masing2.
"Bagus, bagus", seru pemuda aneh itu, "ternyata kalian memang sama2 mempunyai pengaruh. Jika demikian kalian berdua ini memang pengacara tulen semua."
"Tidak !" seru pengacara baju merah dengan marah, "Thian-tong-kau hanya mempunyai seorang pengacara, tidak dua ... "
"Lalu bagaimana membedakan yang palsu dari yang tulen ?" seru pemuda aneh itu.
Tanpa disadari pemuda itu telah menguasai pembicaraan, se-olah2 ia seorang hakim yang tengah mengadili kedua pengacara dari Thian-tong-kau.
"Gampang", tiba2 pengacara yang seorang, berseru lantang, "ringkus pengacara itu dan lempar kebawah panggung!"
"Bangsat !" teriak pengacara baju merah seraya lepaskan sebuah pukulan yang dahsyat.
Pengacara yang seorang itu berdiri di depan rombongan gadis2 baju kuning dan baju hijau. Cepat ia loncat menghindar ke samping. Rombongan gadis2 cantik itupun berhamburan loncat menghindar. Pukulan pengacara baju merah itu ternyata luar biasa hebatnya. Tiada seorangpun dari gadis2 cantik itu yang berani menyambut.
"Engkaulah pengacara yang asli", tiba2 pemuda aneh itu berseru menunjuk pengacara baju merah.
"Ngaco, " bentak pengacara yang seorang, "bagaimana semudah itu engkau memastikan dia pengacara Thian tong-kau yang aseli ?"
"Semua anakbuah dan tokoh2 Thian-tong-kau memiliki kepandaian tinggi. Pukulannya tadi hebat sekali sehingga ia harus tak diragukan lagi sebagai seorang pengacara." sahut pemuda aneh itu.
"Goblok engkau," bentak pengacara yang seorang itu dengan marah, "engkau kira aku tak mampu melepaskan pukulan yang lebih hebat dari itu ?"
"Kalau mampu mengapa engkau takut menyambut pukulannya ?" dengus pemuda aneh itu.
"Dia telah meracuni aku sehingga tenagaku lenyap. Kemudian ia muncul di panggung sembahyangan ini untuk menguasai Thian-tong-kau. Untung aku ditolong oleh seorang sakti dan dapat muncul disini tepat sebelum upacara berlangsung".
Pemuda itu kerutkan dahi berpikir.
"Benar, memang orang yang diracuni kekuatannya tentu hilang " akhirnya ia bicara seorang diri. Tiba2 ia menegangkan muka dan berseru :
"Peristiwa ini takan selesai kalau hanya dengan adu mulut saja," akhirnya ia mengambil keputusan dengan kepalkan tangan, "harus diselesaikan dengan kepalan. Hayo, kalian harus bertanding. Siapa yang menang, dialah pengacara Thian-tong-kau yang asli !"
"Tidak !" teriak pengacara yang seorang, "tenagaku telah hilang diracuni, bagaimana -engkau suruh aku bertanding dengan dia ?"
"Jika demikian", kata pemuda aneh itu, lalu memandang pengacara baju merah, "engkau juga harus makan racun. Setelah tenagamu hilang, barulah engkau bertanding. Dengan demikian baru adil karena sama2 hilang tenaganya."
"Bangsat !" damprat pengacara Baju Merah itu dengan marah, "apakah engkau komplotan bangsat itu ? Siapa yang meracuninya ?'
"Engkau !" teriak pemuda aneh itu.
"Jangan percaya pada mulut bangsat atau engkau sendiri memang seorang bangsat. Hanya bangsat yang mau percaya pada mulut bangsat !"
"Tidak " teriak pemuda aneh itu, "bukan hanya dia dan aku, tetapi engkau dan semua orang Thian-tong-kau bangsat semua. Tokoh2 yang hadir di tempat ini juga bangsat semua".
Pengacara Baju Merah marah sekali. Barisan pengawal Baju Merah dan Baju Putih sudah beringsut2. Mereka tak sabar lagi disuruh berdiri seperti patung. Barisan gadis cantik juga mulai gelisah, demikian pula dengan barisan bocah Baju Merah dan Baju Biru.
Juga tokoh2 yang berada dibawah panggung, mereka mulai mengerut dahi. Ceng Sian suthay, Hoa Sin dan Hong Hong tojin mulai kasak kusuk.
"Kalau tak salah pemuda itu bernama Blo'on putera Kim tayhiap yang hendak kita cari", kata Ceng Sian suthay. Ia menuturkan tentang peristiwa di kotaraja.
"Dia bernyali besar dan sakti". Hoa Sin gembira, "mari kita bantu ... "
Habis berkata tanpa menunggu persetujuan kedua rekannya, ketua Kay-pang itu terus enjot tubuhnya melambung ke atas panggung. Bagai gerak seekor burung belibis, tubuhnya turun dengan ringan sekali.
"Kongcu" serunya kepada pemuda aneh itu "bukankah kongcu bernama Blo'on?"
"Ih, pemuda aneh itu melirik dan mendesih "engkau pengemis tua, mengapa ikut naik panggung. Apakah engkau hendak minta sedekah? Disini bukan tempat sedekah dan sayang akupun tak membekal uang. Turunlah, minta saja pada rumah orang kaya"
Karena sudah mendengar penuturan Ceng Sian suthay tentang watak, tingkah dan ucapan putera Kim Thian-cong yang serba aneh dan nyentrik, Hoa Sin tak marah kebalikannya malah tertawa gelak2.
"Bagus kongcu " serunya, "adatmu seperti aku. Cocok sekali. Tetapi aku bukan kemari hendak minta sedekah melainkan hendak menghadap kongcu"
'"Apa keperluanmu ?"' seru pemuda aneh itu.
"Benarkah kongcu ini bernama Blo'on, putera Kim tayhiap ?" ulang Pengemis-sakti Hoa Sin.
"Eh, engkau kan bisa melihat sendiri ujutku ini? Tergantung dari anggapanmu. Kalau engkau anggap aku ini si Blo'on, akulah Blo'on. Kalau engkau anggap aku bukan Blo'on, akupun bukan Blo'on."
Karena sudah dua kali terbentur kata2 yang berbatu, maka perut Hoa Sin terasa kaku seperti di-kitik2. Dia termasuk
seorang tokoh silat, walaupun berkedudukan sebagai ketua Kay-pang. yang suka berolok-olok, suka mengganggu orang. Tetapi berhadapan dengan pemuda yang menyebut diri sebagai Blo'on, dia terpaksa harus mengelus dada.
"Kim kongcu," katanya dengan menahan kesabaran, "apa tujuan kongcu naik panggung ini?"
"Mencari Kim Thian-cong"
"O, bagus, kongcu." seru Hoa Sin, "kongcu dapat membuktikan apakah dia benar2 Kim tayhiap aseli atau palsu. Karena sesungguhnya Kim tayhiap dulu sudah meninggal dunia."
"Orang hidup bisa mati, mengapa orang mati tak dapat hidup ? Aneh engkau ini gumam Blo'on.
Hoa Sin terbelalak namun setelah teringat bahwa Blo'on itu memang aneh dan agak tak waras pikirannya, iapun tak mau berbantah.
"Ya, baiklah," kata ketua Kay-pang itu, "aku akan membantu kongcu untuk meneliti apakah ketua Thian-tong-kau itu benar2 Kim tayhiap aseli atau palsu"
"O. terima kasih," seru Blo'on, "tetapi sayang aku tak memerlukan bantuanmu. Aku sendiri mampu untuk meniliti adakah dia bapakku atau bukan". Hoa Sin tercengang.
"Kim tayhiap adalah bengcu (ketua) kami, bertujuh partai persilatan besar. Sudah wajib kalau aku sebagai ketua dari salah sebuah partai persilatan itu untuk mencarinya".
"Boleh ... boleh!", seru Blo'on. "engkau bebas untuk mencari tetapi tak perlu membantu aku. Akupun bebas untuk menyelidiki sendiri".
"Tetapi kongcu." bantah Hoa Sin. "Thian-tong-kau mempunyai jago2 yang sakti dan berjumlah besar. Aku akan membantu kerepotan kongcu untuk menghadapi mereka."
"Sudah kukatakan, tidak perlu", kata Blo'on, "aku dapat mencari bapakku sendiri tanpa dibantu orang. Jika dia benar2 bapakku, tentulah dia akan melarang anakbuahnya untuk mengganggu aku." '
Hoa Sin benar2 serba salah. Mau membantu ditolak. Mau turun panggung, malu.
'Hoa pangcu." tiba2 terdengar seseorang berseru. "dekat arang tentu hitam, dekat kapur tentu putih. Mengapa pangcu merasa malu berlumur hitam kalau dekat dengan arang?"
Hoa Sin berpaling dan tampaklah Ceng Sian suthay berada dibelakangnya bersama dengan Hong Hong tojin. Kedua tokoh itu terpaksa ikut loncat keatas panggung karena menguatirkan keselamatan Hoa Sin.
"Berhenti !" tiba2 pengacara baju merah berteriak nyaring. Nadanya berkumandang dahsyat, menandakan hebatnya tenaga-dalam yang dimiliki.
Memang sejak terjadi perbantahan antara kedua pengacara tadi, diatas panggung telah berlangsung pertempuran antara ketujuh tokoh tetamu yakni Shoatang Sam-hiap, Ho-lam-ji koay, Pui Tik. Im Yang cinjin melawan barisan Pengawal baju Putih. Teriakan pengacara baju merah itu menghentikan semua pertempuran.
Dengan wajah merah padam karena marah, pengacara baju merah itu berseru bengis.
"Sebagai tetamu yang kami undang, saudara2 sekalian telah bertindak tak menghormati tuan rumah, berani naik
panggung untuk mengacau. Apakah saudara2 benar2 hendak menentang Thian-tong kau ?"
"Kami Shoa-tang Sam-hiap tak puas atas tindakan Thian-tong-kau yang main paksa dan main bunuh orang !"
"Ho-lam Ji-koay sejak lahir menjadi manusia tegas, tak pernah masuk anggauta perkumpulan yang manapun juga'" seru Utti Siang dan Utti Ho.
"Kim-coa-pang bersahabat dengan semua partai dan kaum persilatan atas dasar saling menghormati", seru Pui Tik ketua Kim-coa-pang atau perkumpulan Ular Emas.
"Im Yang selalu hidup dialam bebas dari guha Cui-im-tong di lembah Im-yang-kok." seru pula Im Yang cinjin dengan bergaya.
"Banci !" tiba2 pemuda Bio'on memekik sehingga sekalian orang terbeliak dan mencurah pandang kepadanya.
Im Yang cinjin merah mukanya. Tetapi pada lain kejab ia tertawa mengikik macam gadis genit : "Hi, hi, hi banci itulah sifat alam yang sempurna Im harus ada Yang lelaki harus ada perempuan. Alam takkan sempurna bila tiada kedua jenis unsur itu. Kalau kurang salah satu, jadinya seperti kuncir kepalamu itu yang hanya tinggal satu, hi, hi.."
"Banci, jangan tertawa, perutku sakit kalau, mendengar nada tawamu." seru Blo'on.
"Hi. hi. hi ... " Im Yang cinjin malah tertawa mengikik keras dan panjang.
"Banci", bentak Blo'on. "aku tahu seorang itu lelaki atau perempuan. Tetapi aku bingung memikirkan engkau ini tergolong jenis apa. Banci itu sesungguhnya bagaimana ?" ,
"Tubuhku terbagi dua, Im dan Yang, lelaki dan perempuan. Kalau tak percaya cobalah rasakan ini ......." tiba2 ia gerakkan tangan kanan menampar kearah Blo'on. "inilah sifat Yang," serunya. Kemudian Im Tang cinjin menyusuli dengan tamparan tangan kiri: "Dan yang ini, sifat Im."
Setiup angin lunak menyambar Blo'on kemudian segelombang angin keras melandanya. Ketika Blo'on hendak menangkis tiba2 ia menjerit Aduh...." sekonyong-konyong ia jatuh terjerembab ke belakang. Baru ia hendak berusaha bangun, tiba2 ia terlempar jatuh lagi.
"Wah, hebat juga pukulanmu, banci," seru pemuda itu seraya bangun berdiri, "pukulan tangan kirimu tadi benar2 luar biasa. Aku tak merasa terkena sesuatu, tahu2 ruas2 sendi tulangku lunglai sehingga tak kuat berdiri. Dan tangan kananmu pun dapat menghamburkan tenaga yang kuat sekali."
*Hi, hi, hi," Im Yang cirjin tertawa, "tetapi engkau memang hebat juga. Setiap orang yang terkena kedua jenis pukulan Im dan Yang, tentu tak dapat bangun karena tulang belulangnya terlepas dari kaitannya. Tetapi ternyata engkau masih dapat berdiri tegak lagi."
Sekalian orang terkejut menyaksikan pukulan Im Yang cinjin yang sedemikian aneh dan hebat. Hanya pengacara baju merah yang marah.
"Hai, pemuda liar dan engkau Im Yang cinjin jangan berbuat sekehendak hatimu. Apakah kalian benar2 tak mengindahkan aku ?" teriak, pengacara baju merah dengan mata melotot.
"Eh. garang amat engkau ini," sahut Blo'on Kemudian garuk2 kepala, "eh, bagaimana urusan disini dapat
diselesaikan. Belum yang satu selesaikan, sudah datang yang baru. Kalau begini, kita tentu akan terus menerus berada dipanggung sini"
"Tutup mulutmu !" bentak pengacara baju merah dengan bengis, "sekarang jawablah kalian semua. Kalian mau melakukan sembahyang untuk masuk menjadi anggauta Thian-tong-kau atau tidak?"
"Nanti dulu !" teriak Blo'on, "urusanmu belum selesai mengapa menyuruh orang bersembahyang? Kalian berdua yang mengaku sebagai pengacara, sebenarnya siapa yang aseli siapa yang palsu. Urusan ini menyangkut keamanan dan nama Thian tong-kau, harus diselesaikan dulu !"
"Jangan banyak mulut, bedebah !" bentak pengacara baju merah itu, "aku sanggup menyelesaikan semua urusan disini. Jawab dulu, kalian mau menjadi anggauta Thian-tong-kau atau tidak ?"
Terdengar desuh dan dengus dari orang2 yang berada di atas panggung. Jelas mereka merasa geram tetapi tiada yang membuka mulut, kecuali Blo'on. Pemuda itu balas menghardik :
"Eh. engkau, kalau urusanmu tak diselesaikan aku tak sudi menjadi anggauta Thian tong-kau !"
* Baik," sahut pengacara baju merah. "kalau urusan itu sudah selesai, artinya engkau bersedia masuk Thian-tong-kau ?"
Bersedia !" sahut Blo'on dengan serempak.
"Pengawal Baju Putih dan Baju Merah," serentak pengacara baju merah itu berseru lantang, "hajar orang2 yang berada dipanggung ini!"
"Jangan" teriak pengacara yang lain, "tangkap orang itu !" ia menuding kearah pengacara baju merah," "dia telah menganiaya aku dan hendak mengacau Thian-tong-kau."
Tetapi kawanan pengawal Baju Putih dan Ba ju Merah itu tak menghiraukan. Serempak mereka berhamburan menyerang tokoh2 yang berada diatas panggung, termasuk pengacara itu sendiri.
Barisan gadis cantik dan barisan bocah tak herani menghalangi. Mereka menyadari betapa kesaktian barisan Pengawal Baju Putih dan Baju Merah itu.
Kini terjadilah pertempuran yang seru dan dahsyat Shoa-tang Sam-hiap, Ho-lam Ji-koay, Pui Tik ketua Kim-coa-pang dan Im Yang cinjin diserang oleh kedua barisan pengawal Thian-tong-kau itu. Demikian pula dengan Blo'on dan Hoa Sin bertiga.
Melihat itu Hoa Sin segera menggunakan ilmu menyusup-suara kepada kedua kawannya: "Suthay, tojin, mari kita bekuk pengacara baju merah itu bila berhasil tentu kita dapat menguasai keadaan."
Tetapi baru mereka hendak bergerak, tiba2 Blo'on loncat menghadang: "Mau apa kalian?"
Hoa Sin tertegun, sahutnya: "Kongcu, kita harus menggunakan kesempatan ini ......"
Pengemis-sakti Hoa Sin bicara dengan pelahan sekali supaya jangan didengar orang tetapi Blo'on malah berkaok-kaok keras: "Apa katamu? Bicaralah yang keras, jangan bisik2 seperti orang perempuan. Ih, pengemis tua, aku kan bukan pacarmu ?"
Hoa Sin terbeliak, merah mukanya. Sesaat ia kehilangan akal bagaimana harus menghadapi pemuda sinting itu.
"Kongcu," cepat Ceng Sian suthay maju, "marilah kita menghadap Kim tayhiap."
Blo'on hendak menyahut tetapi tiba2 telinganya terngiang suatu suara sehalus ngiang nyamuk : "Kim kongcu, harap jangan membuang waktu. Marilah kita bertemu dengan ayah kongcu ....." ternyata suara itu berasal dari Hoa Sin yang menggunakari ilmu Menyusup-suara. Hanya Blo'on yang mendengar, lain orang tidak. Ketua Kay pang itu cepat mendapat akal bagaimana menyampaikan keterangannya kepada Blo'on.
'O, begitu," seru Blo'on, "baik, aku setuju. Tetapi tunggu dulu ......."
Ia terus berpaling melangkah menghampiri pengacara baju merah dan berseru : "Hai, pcngacara Thian tong kau, engkau harus menjawab pertanyaanku dengan terus terang, kalau tidak, lehermu tentu kupelintir putus seperti leher ayam!"
Pengacara itu terkesiap tetapi mau juga menjawab : "Tanyalah tetapi harus yang penting dan sopan, tahu !"
"Benarkah ketuamu yang duduk dikursi itu bernama Kim Thian-cong ?" seru Blo'on.
"Apakah didunia ini terdapat dua Kim Thian cong ?" pengacara balas bertanya, "mungkin nama bisa kembar dua, tiga bahkan berpuluh-puluh, tetapi orangnya tentu tak mungkin."
"Kim Thian-cong dari mana ?"
"Eh, bocah ingusan" kata pengacara itu, "mengapa masih bertanya ? Setiap hidung orang persilatan tentu tahu bahwa
Kim Thian-cong itu adalah jago nomor satu dalam dunia persilatan, bergelar It-ci-sin-kun si Jari-tunggal-saktti"
"Dimana rumahnya ?" seru Blo'on pula.
"Eh, bocah, mengapa engkau masih bertanya begitu melilit ?" seru pengacara, "Kim tayhiap atau sekarang Kim kaucu, setelah mengasingkan diri tinggal dipuncak Giok-li-nia gunung Lou-hu-san."
"Kabarnya dia sudah mati ?" seru Blo'on.
Tiba2 pengacara itu tertawa : "Ha, ha, ha, engkau mengaku sebagai puteranya, tetapi mengapa engkau tak tahu ayahmu sudah mati atau belum?"
"Aku tak berada digunung, mana tahu?"Blo'on bersungut sungut.
'"Eh, engkau tak berada di gunung ? Apakah selama ini engkau tak pernah pulang ?" tanya pengacara itu pula.
"Perlu apa pulang, bukankah ayahku sudah meninggal ?" balas Blo'on menggeram.
"O," seru pengacara, "makanya engkau terus datang kemari mencari ayahmu ?"
"Benar !" teriak Blo'on dengan keras, "dalam pengembaraan kudengar orang ramai membicarakan bahwa Kim Thian-cong tidak mati tetapi pindah menetap di gunung Thay-san dan mendirikan perkumpulan baru."
"Ya, memang benar," pengacara itu mengangguk, "Kim kaucu jemu dengan kesunyian digunung. Istrinya sudah meninggal dan puteranya hilang..."
"Gila engkau !" teriak B!o on, "siapa bilang, Aku ini engkau kira siapa ?"
"Kim kaucu sudah tua", pengacara itu melanjutkan kata2nya tanpa mempedulikan gangguan Blo'on. "Ia berpendapat seorang lelaki harus meninggalkan nama wangi dalam hidupnya. Karena ia seorang persilatan maka iapun hendak mengurus dunia persilatan. Diam2 ia menuju ke gunung Thay-san dan mendirikan perkumpulan Thian-tong-kai. Tujuannya untuk mempersatukan seluruh kaum persilatan guna membentuk sebuah dunia persilatan yang baru, yang bebas dari kekacauan, yang bersih dari dendam pembunuhan, yang menuju ke jalan kesucian mencari ketenangan di dunia dan akhirat"
"O, bagus, bagus," seru Blo'on, "kalau begitu aku hendak bertemu dengan ayahku."
Sejenak pengacara itu merenung kemudian berkata : "Baiklah, mengingat engkau puteranya yang sudah bertahun-tahun hilang, maka engkau boleh menghadapnya. Tetapi ingat, jangan banyak bicara, Kim kaucu tak mau bicara dengan siapa saja walaupun dengan engkau ?"
"Hai, mengapa ?" seru Blo'on. "Kim kaucu sedang menjalankan suatu ilmu kesaktian, beliau pantang bicara untuk beberapa waktu , pengacara memberi keterangan.
Blo'on tak mau bertanya lebih lanjut melainkan berpaling dan berseru kepada Hoa Sin bertiga: "Hai, ikutlah aku menemui ayah !"
"Baik kongcu," seru Hoa Sin. Tetapi baru ia hendak melangkah, pengacara itu sudah berseru mencegah.
"Anakmuda," serunya, "yang kuizinkan menghadap Kim kaucu hanya engkau seorang, karena engkau puteranya. Tetapi ketiga orang itu tidak dapat, kecuali kalau mereka
sudah mengangkat sumpah masuk menjadi anggauta Thian-tong-kau".
'O mengapa begitu ?" seru Blo'on.
"Kim kaucu, ayahmulah yang memberi perintah, sebagai puteranya engkau harus menurut dan mentaati perintah itu."
KAMU SEDANG MEMBACA
Pendekar Blo'on
Random"Hai, sekarang aku tahu namaku!" bukan jawab pertanyaan tetapi blo'on itu malah berteriak semaunya sendiri. "Siapa?" seru dara itu yang tanpa disadari ikut terhanyut dalam gelombang keblo'onan. "Wan-ong-kiam !" Walet Kuning terkejut, hampir tertawa...