Orange

199 18 1
                                    

"Jangan biarkan kita seperti senja yang jatuh ke pelukan samudra. Terlihat nyata namun hanya bayang yang menyisakan luka"
-d
[ cloudyheart_ ]
____________

Aku keluar kelas dengan tergesa-gesa. Berharap bisa lari darinya kali ini. Namun sial. Dia berdiri di depan kelasku. Seperti biasa, dengan senyum konyol dan gitar di punggungnya. Aku menghela napas kasar, berusaha santai ketika berjalan melewatinya. Namanya Bian, mahasiswa jurusan hukum, pemain musik keroncong. Aku mengenalnya dari Arin, sahabat SMAku di jurusan akuntansi. Arin mengajakku menonton pertujukan Bian dan teman-temannya. Ya aku memang penyuka musik jenis itu.

"Besok kamu ada waktu, Al?"

"Tidak" jawabku singkat.

Bian terus berjalan di belakangku. Mengikutiku. Entah sudah berapa lama aku jadi terbiasa dengannya. Dia yang selalu menungguku di depan kelas.

Langkahku berhenti di depan halte. Bian diam. Namun bisa kurasakan Ia terus memperhatikanku. Beberapa menit kemudian angkutan yang aku tunggu datang. Aku naik dengan rasa lega. Akhirnya bisa terlepas dari lelaki itu. Namun aku terkejut ketika Bian dengan santai duduk di sampingku. Aku menatapnya heran, tidak biasanya Ia mengikutiku sampai ke dalam angkutan.

"Jojo lagi di bengkel."
Ia seolah membaca raut wajahku. Dengan cengiran khasnya dia menjawab. Jojo adalah nama vespa tua miliknya. Aku menyandarkan punggungku lalu menatap ke arah jendela. Mencoba tidak mengacuhkan Bian. Memperhatikan keramaian kota Semarang. Kota tempatku menuntut ilmu Sastra Indonesia.

"Jadi besok kamu ngapain Al?"
Bian mulai bersuara lagi.

"Bukan urusanmu."

"Okee. Bagaimana kalo lusa? Ada waktu?"

"Tidak"

Hening.
Kurasa Ia sudah menyerah. Ketika sudah sampai. Aku beranjak bangun dan turun. Bian pun ikut turun dan ikut berjalan menuju gang kosanku. Aku berusaha tak acuh. Namun aku mulai jengah ketika hampir tiba di kosanku. Bian terus berada di belakangku. Aku berhenti lalu berbalik. Menatap dengan kesal ke arahnya.

"Sebenarnya apa maumu?"

"Aku mau kamu nonton pertunjukanku lagi."

"Pulanglah. Aku tak bisa memenuhi keinginanmu"

Aku berbalik dan beranjak pergi. Tapi Bian menahan tanganku.

"Tunggu Al.."

"Bian, ku mohon berhenti."

"Sebenarnya salahku apa? Mengapa kamu terus berusaha menghidariku?" Ia menatapku dengan tatapan sayu. Aku mengela napas lagi.

"Aku tak ingin Arin salah paham."

"Arin? Arin hanya temanku."

"Dia menyukaimu, Bian. "Aku melepaskan genggamnya. Dan beranjak pergi lagi. Dulu aku sangat dekat dengan Bian, sebatas teman. Namun kedekatan kami membuat Arin mengungkapkan perasaannya terhadap Bian kepadaku. Aku hanya mencoba membantu Arin.

"Tapi aku menyukaimu, Alya!!" Teriakan Bian menghentikan langkahku lagi. Ada rasa nyilu ketika mendengarnya. Aku tau. Itu sebabnya aku menjauhimu, Bian.

"Aku takkan berhenti Al !!"

Dia terus berteriak. Aku kembali melanjutkan langkahku dengan berat hati. Aku tau aku bodoh. Tapi aku takkan menyakiti hati sahabatku. Aku juga menyukaimu, Bian, ah tidak. Ku rasa aku mencintaimu. Aku menatap langit jingga. Senja semakin dekat, menandakan malam akan datang. Biarlah kamu yang menjadi senja itu Bian. Sangat indah. Namun hanya bisa ku lihat sampai gelap membawamu pulang.

End.

..........

Maaf jika masih terdapat banyak typo:(
Please vote and comments 😘😘

Tea and coffe (Antologi)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang